Part 23

2258 Words
Part 23 "Niko? Akhirnya kamu datang juga!"pekik seorang wanita muda berusia 20-an saat melihat sosok lelaki jangkung tengah berdiri di depan pintu rumah kostnya. "Hmm. "Niko langsung masuk ke dalam rumah itu yang juga rumahnya. Wanita itu tersenyum lebar dan memeluk Niko setelah Niko duduk di kursi kayu yang menjadi tempat duduk di ruang tamu. Rumah itu sangat kecil dan terlihat biasa saja terlebih juga harga murah tiap bulannya. Niko tersenyum kecil sembari melepaskan kedua tangan wanita itu yang melingkar diperutnya. "Mana Aland? "tanya Niko pada wanita itu. " Aland lagi tidur, yang dicariin anaknya doang nih, ibunya enggak? "tanya wanita itu seraya merengut kesal menatap Niko. " Yaya,"jawab Niko dengan nada yang terdengar malas. "Aku minta duit dong! "wanita itu mengadahkan tangannya pada Niko. " Uang lagi, uang lagi. Hematlah Intan! Aku bukan orang pekerja! Aku seorang mahasiswa Intan! Itupun uang yang ku beri adalah uang sakuku tiap bulannya!"Niko berbicara dengan nada meninggi membuat wanita itu merasa tak terima oleh perkataan Niko. " Kan kamu yang janji kalau sebelum kamu ke luar negeri nantinya ngasih aku uang. "Wanita bernama Intan itu tetap merengek meminta uang pada Niko. " Uang ku habis. " " Lalu bagaimana denganku? Aku hanya bisa bergantung padamu Nik! " Niko memijit pelipisnya kala kepalanya merasa pening mendengar rengekan Intan yang selalu seperti ini. " Aku pergi untuk waktu yang cukup lama, tolonglah kamu mencari pekerjaan dan juga belajar hemat. " " Tapi aku gak bisa Nik, aku terbiasa dengan hidupku yang mewah. Kita tinggal di rumah kost itupun aku masih terima tapi kalau soal keuangan yang kurang, aku tak terima. "kedua mata Intan mulai berkaca-kaca menatap Niko yang enggan menatapnya. " Seharusnya kamu bersyukur kalau aku tanggung jawab atas kejadian itu! Seharusnya kamu merasa lega kalau aku masih bisa menikahimu walau itu secara siri bahkan aku pun menafkahimu. "Niko mulai emosi mendengar ucapan Intan yang seolah hanya dirinyalah yang salah atas kejadian di masa lalu itu. Bagi Intan, sangatlah benar yang diucapkan Niko. Ia menjadi wanita beruntung kala kejadian hamil di luar nikah, Niko bertanggung jawab atas kelalaiannya dulu. Tapi mengapa ia merasa jika Niko sangat bersalah atas semua ini, andai saja waktu itu ia tidak mau diajak oleh Niko di club. Intan bersedih hati mengingat dulu keluarganya telah mencoret namanya dari kartu keluarga. Ia sudah tak mempunyai keluarga kecuali anaknya dan Niko. Hanya mereka berdua satu-satunya keluarga yang dimilikinya namun seiring berjalannya waktu sikap Niko telah berubah menjadi pemarah padanya dan tak pernah bersikap romantis atau lembut padanya sejak ia telah melahirkan putra mereka ke dunia ini. Intan menangis tersendu-sendu membuat Niko merasa makin muak mendengar suara tangisan Intan bahkan ia lebih memilih mendengar suara tangisan anaknya daripada Intan. Entahlah Niko merasa bosan bila dekat dengan Intan, baginya tubuh Intan sudah tak enak dipandang seperti semasa pacaran dulu. Intan yang sekarang bukanlah Intan yang terkenal keseksiannya dulu semasa kuliah. Intan yang sekarang makin gendut, bau keringat serta bau bumbu dapur, kulit pun tak semulus dulu, wajah Intan pun banyak minyaknya dan tak seperti dulu yang segar bugar apalagi ditambah Intan yang gendutan bahkan dulu pipinya tirus kini makin menggemuk. "Hentikan tangisanmu yang tak berguna! Aku mau lihat Aland. "Niko yang sudah merasa sangat jengah pun beranjak berdiri dari duduknya, lelaki yang masih berumur dua puluh tiga tahun itu sudah memiliki seorang anak itupun karena kelalaiannya di masa lalu. Niko tersenyum melihat anak mungilnya yang berusia delapan bulan tengah tidur pulas. Lelaki itu mendekat ke ranjang berukuran yang cukup hanya untuk dua orang saja, pertamanya ia duduk lalu ia ikut berbaring memeluk anaknya dari samping dan tak lupa ia mencium anaknya yang terlihat habis mandi. "Ayah bakal rindu kamu sayang. "Niko mengusap pipi chubby Alan dengan jempolnya. Niko tersenyum lebar melihat Aland tengah menggeliat karena ulahnya namun yang membuat Niko menjadi panik ialah saat Alan menangis kencang setelah membuka matanya. Lantas Niko pun langsung menggendong anaknya dengan lembut dan berhati-hati yang memang ia sudah lihai dalam mengurusi anak di usia masih mudanya ini. "Ssttt anak ayah nangis, cupcupcup nih anak manja ya. "Niko mengajak anaknya berbicara dan sesekali menggesek hidung mancung pada pipi gembul anaknya itu hingga membuat Alan terkekeh pelan tak jadi menangis walau disela-sela matanya membekas air matanya. " Lhoh malah ketawa? Kangen sama ayah ya? " Niko mencium anaknya gemas. Alan menepuk pipi ayahnya dan terkekeh pelan mendengar apapun yang diucapkan ayahnya. Di ambang pintu terlihat Intan menatap sendu pada dua orang itu yang tengah tertawa bersama di dalam kamar. " Semua hanya penyesalan, andai dulu aku tak terjerumus oleh pergaulan bebas mungkin saat ini aku masih bisa hidup hura-hura. Aku rindu mamah papah dan suasana kuliah. Aku rindu mengerjakan tugas-tugas kuliah namun itu hanya kata andai dan tak bisa kejadian itu dirubah kembali. "pikir Intan di dalam benaknya. ... " Siska! "pekik Bella melihat temannya datang ke rumahnya. Siska hanya memutarkan bola matanya malas melihat sifat alay temannya itu. " Masuk dulu gih! " Mereka berdua pun memilih duduk di ruang keluarga. Bella pergi ke dapur untuk mengambil beberapa makanan ringan dan minuman untuk Siska. " Tumben lo main ke sini? Padahal kemarin udah jalan bareng. "Bella berbicara sambil disela-selanya memakan keripik singkong kesukaannya. " Gue bosen di rumah, kak Niko udah berangkat sedangkan papah gue lagi kerja di Cina. "Siska pun juga memakan makanan ringan milik Bella. " Emang lo gak nganterin ke bandara? "tanya Bella pada Siska. " Dianya gak mau, takut gue kecapekan kayaknya. " " Yakin cuman itu doang? " " Mulai lagi deh lo! "Siska meleparkan bungkus makanan ringan yang sudah habis tepat pada muka Bella. Ia tak suka jika Bella selalu berburuk sangka pada kekasihnya itu. " Emang lo beneran yakin hubungan kalian bakal langgeng? Kenapa lo gak nerima aja sih kalau kak Niko jadi kakak lo lagian ibunya Niko gak suka sama lo. " " Namanya juga cinta Bel, gue cinta banget sama kak Niko walau papa gue juga melarang. Kak Niko pun juga cinta sama gue. " " Masih ada cowok lain yang lebih baik dari kekasih lo itu kok, cuma lonya aja yang sulit terbuka sama cowok lain. " " Udah deh Bell, jangan ngomongin hal begituan bikin sesek nih. "Siska memukul dadanya sendiri kala teringat jika hubungannya dengan Niko entah dibawa kemana. " Justru itu Sis, lo harus mikirin tentang itu karena suatu saat lo pasti merasakan rasa sakit hati yang luar biasa. Gue sebagai teman akrab lo dari SMP pun gak suka lo sama Niko. Gue punya firasat Sis kalau lo lebih baik putus sama Niko. " " Jangan terlalu percaya dengan firasat terkadang firasat itu pun tidak benar. " " Ya siapa tau Sis, itu benar. " " Udahlah Bel jangan ngomongin gituan, yang lain dong. "Siska merasa muak jika harus memikirkan hubungannya dengan Niko yang sama-sama tak direstui oleh orang tua. " Bella? "panggil seorang wanita paruh baya dari arah dapur dengan suaranya yang kencang. " Mamah lo Bel! "Siska reflek memukul bahu Bella. Bella yang mengerti pun langsung beranjak berdiri dan berteriak," napa mah? " Gadis itu juga berjalan menghampiri mamahnya yang berada di dapur. " Ini mamah minta tolong ke kamu. "mamahnya memberikan sebuah kotak makan berukuran sedang padanya. " Apa ini? "tanya Bella yang penasaran dan kedua tangannya merasakan hangat saat membawa kotak bekal itu. " ini untuk Noel, kamu antar ya ke rumahnya. Tadi ibunya nelpon mamah kalau Noel ingin rawon dan berhubung tadi mamah masak rawon yaudah mamah kasihkan juga ke Noel. "Btw, memang Ifa dan Lovina--mama Bella berteman dekat sejak satu perumahan. " Oh gitu, yaudah Bella anterin ke Noel dulu ya mah. " " Iya."Mamahnya tersenyum menatap wajah girang Bella saat akan bertemu Noel. Bella pun mengambil ponselnya yang di taruh di atas meja di ruang keluarga. Terlihat wajah bingung Siska saat melihat dirinya yang tengah senyum-senyum sendiri. "Lo ngapain dah senyum-senyum gak jelas kayak gitu? "tanya Siska pada Bella. " Eh gak gapapa kok. "Bella meraih ponselnya dan dimasukkan ke saku celananya. " lo mau kemana? " " Ke rumah Noel nganterin makanan, mau ikut? " "Lama gak?" "Oh kalau itu sih gak tau gue. "Bella menggaruk tekuknya yang tak terasa gatal. " Yaudah deh, gue tungguin di rumah lo aja. " " Oke. "Bella pun pergi berlalu. Sembari menunggu Bella pulang ke rumah, Siska menyalakan televisi Bella dan menontonnya. Sesekali kedua matanya melirik ponselnya dan menghelas napasnya pelan. " Gue paling gak suka kalau kak Niko udah mulai kuliah lagi pasti deh sibuk dianya lalu bakal sulit dihubungin. "gumam Siska. Sudah hampir 30 menit lamanya Siska menunggu Bella pulang tapi kenyataannya temannya itu sampai saat ini belum juga pulang. " Bella kok lama sih. "Siska menggerutu kesal lalu ia beranjak berdiri dari duduknya. Siska pun berjalan keluar dari ruang keluarga rumah Bella. Ia sempat berpapasan dengan mamahnya Bella yang ternyata sedang sibuk dengan pekerjaan kantor tapi dikerjakan di ruang tamu. Siska pun akhirnya memutuskan untuk menyusul Bella. Sebelum masuk ke dalam rumah Noel, Siska sempat menatap rumah Noel dari depan. Perasaan devaju saat ia pernah ke rumah ini bahkan sampai menginap satu malam di sini. Rumah Noel sangat megah, gerbang rumah itu menjulang tinggi hampir menutupi lantai dua dan untungnya gerbang rumah Noel terbuka jadi ia tak perlu menekan tombol bel yang letaknya di samping gerbang itu. Saat masuk ia juga melihat pintu rumah Noel terbuka membuat dirinya pun langsung masuk begitu saja tak peduli jika ia dikira maling yang penting ia tak berniat berbuat seperti itu. "Bella? "panggil Siska sambil menatap sekeliling rumah megah ini. Ia memanggil Bella berulang kali dengan suara yang keras hingga membuat seorang pembantu menghampirinya. " Lhoh Non Siska? " " Eh bibi. "Siska merasa kaget saat seseorang tiba-tiba datang dari arah belakang. " Cari non Bella ya? "tanya pemhantu itu pada Siska. " Iya bi, Bellanya ada di mana? " " Oh non Bella lagi main sama Nafa di kamarnya Noel non. " " Dimana sih kamarnya Noel? " " Mari saya antar, nanti kalau bibi kasih tau malah nyasar non Siskanya. " Siska pun mengangguk saja dan mengikuti langkah kaki pembantu itu dari belakang. Sesekali mata Siska menelisik setiap sudut rumah ini yang sampai membuatnya terkagum-kagum padahal bukan pertama kalinya ia ke rumah ini. Mungkin karena ia baru tau bagian rumah Noel yang belum ia tampaki. "Ini non, masuk aja. "pembantu itu membukakan pintu kamar Noel. Siska tersentak kaget karena saking asyiknya melihat-lihat interior rumah ini sampai ia melupakan sesuatu. " Eh iya bi, makasih. " " Sama-sama non. " Siska pun masuk ke dalam kamar Noel, ia membuka mulutnya lebar tak menyangka jika kamar Noel sangat luas bahkan seperti bukan disebut kamar. Ia akui kamarnya tak seluas kamar Noel, terlalu lama melihat sekitar dalam kamar Noel hingga ia dibuat sadar oleh suara seseorang dari belakang. "Gak sopan ya dateng ke kamar orang? "suara bass dari belakang itu membuat Siska reflek membalikkan badannya dan hampir saja ia jatuh terjungkal ke belakang karena tak sengaja menginjak sesuatu benda yang berada di atas lantai. Noel reflek menarik pinggang Siska saat gadis itu terpeleset. Dua orang itu sempat saling bertatap muka yang cukup lama sampai suara seseorang membuat keduanya saling menjauh. "Siska."Bella merasa perih hatinya menatap Noel yang tengah memeluk pinggang Siska namun rasa perih itu ia berusaha menutupi dengan mencoba tersenyum. "Bella. "jantung Siska berdegup tak karuan saat kejadian tadi, ia dipeluk oleh Noel. Astaga demi apa?! " Eh tadi gue chat lo kalau gue lama soalnya nemenin Nafa main di rumah. "Bella mencoba mencairkan suasana canggung sekarang. Noel berlalu pergi meninggalkan mereka. " Aduh gue lupa bilangin lo kalau hp gue disita sama bokap jadi gue pake hp cadangan dan itu hp baru. " " Hadeh. " " Emang kenapa sama Nafa sampai lo nemenin segala? " " Gue tadi di suruh Noel nemenin adiknya bentar soalnya Noel lagi ngerjain tugas. " " Emang lo udah akrab banget ya di sini sampai lo main ke kamarnya Noel? "entah apa yang membuat Siska tiba-tiba menanyakan itu sebab harinya terasa ganjal kalau ia harus berdiam saja. " Udah dekat dari smp Sis dan gue pun pernah menginap di sini karena bonyok gue dulu sering keluar kota. " " Oh gitu. " " Keluar yuk, gak enak aja kalau di sini terus. " ... " Capek mainnya? "tanya Devan yang saat ini ia tengah mengajak Fio bermain di timezone. " Belum. "balas Fio sambil cengengesan, gadis itu pun berlari menuju mainan yang lain setelah bermain basket. Devan tersenyum geli melihat tingkah Fio yang seperti anak kecil. Setelah beberapa menit kemudian, Fio pun merasa lelah dan berakhir duduk di salah satu tempat duduk yang digunakan untuk pengunjung duduk di area ini. "Ini di minum! "Devan memberikan botol mineral pada Fio yang langsung diminum oleh Fio. " Minumanya pelan-pelan nanti tersedak lhoh. "Devan membantu memegangi botol mineral yang tengah diminum oleh Fio. " Hmm sampai habis gini. "Devan pun membuang botol plastik itu ke tong sampah yang letaknya berada tak jauh darinya. Devan merogoh saku celananya yang kebetulan ia membawa tisu dalam kondisi masih tersegel. Devan membuka bungkus tisu itu lalu mengambil selembar tisuu dan mengusap peluh keringat yang berada di wajah Fio. Fio kaget akan hal itu tapi mengerti apa yang dilakukan Devan kepadanya, ia pun diam dan menatap Devan yang wajahnya terlalu dekat dengannya bahkan ia merasakan bau napas Devan yang sepertinya cowok itu habis memakan permen mint yang segar. "Kurang kerjaan banget sih lo. "ejek Fio yang tengah bercanda. " Sudah diam aja, btw kamu cantik hari ini. "Devan mengedipkan sebelah matanya membuat Fio tertawa dan menepuk pipi Devan gemas. " Terserah lo bilang apa deh. " " Kasar banget deh. "Devan sudah mengetahui kebiasaan Fio yang suka mukul orang kalau sedang ketawa. Setelah selesai Devan mengusap keringat diwajahnya, ia pun langsung membuka tas mininya yang selalu ia bawa kemana-mana yang hanya berisikan dompet dan ponselnya. Ia merogoh ponselnya tapi saat ia membuka layar ponselnya terdapat sebuah pesan dari seseorang. Dokter Fadli Fi Om bertemu temanmu yang pernah kamu bawa ke klinik om, temanmu itu habis kecelakaan dan sekarang om lagi ngobatin dia. Setelah membaca itu Fio langsung berdiri hingga membuat Devan kebingungan menatapnya. "Mau kemana Fi? " "Ikut gue! " ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD