"Kau ...."
Suara Joyce tercekat di tenggorokan saat mendengar pernyataan Luke, tak kuasa melanjutkan perkataannya.
Luke mendekatinya dan meraih jemarinya, "Maaf karena aku tetap melakukannya. Aku sungguh tidak bisa menahannya. Tadi malam kau sungguh ...."
"Stop it!" seru Joyce sengaja menghentikan kalimat sang bodyguard sambil mengacungkan jari telunjuknya pada pria itu.
Mendengar kelanjutan perkataan Luke hanya akan membuatnya bertambah malu. Bahkan, wajahnya pun kini tengah memerah.
"Aku harap kau mengerti, tadi malam aku melakukannya hanya karena aku sedang mabuk. Bagiku kejadian semalam hanyalah sebuah kesalahan," jawab Joyce yang langsung masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya dengan segera.
Wanita itu bersandar di balik pintu seraya memegangi dadanya yang terasa bergemuruh.
"Kenapa jantungku berdebar seperti ini?" gumamnya pelan. Namun, masih bisa terdengar oleh Luke yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya. Membuat pria itu tersenyum mendengarnya.
***
Keesokan paginya, saat Joyce terbangun dari tidurnya. Wanita itu langsung bergegas membersihkan tubuhnya, karena sang ibu yang terus menghubunginya.
Ia baru teringat jika dirinya harus segera menjelaskan tentang hubungannya yang sudah berakhir dengan Aaron, sebelum pria itu lebih dulu menemui ibunya.
"Kau akan pergi ke mana? Bukankah kemarin kau bilang hari ini hanya ada pemotretan nanti sore?" tanya Luke saat melihat Joyce yang nampak tergesa-gesa.
"Aku ingin ke rumah mommy-ku!" jawab Joyce ketus. Berusaha untuk menghindari pria itu.
Luke mencekal pergelangan tangannya dan menariknya, membawa Joyce ke meja makan.
"Hei, lepaskan tanganku!" Joyce berusaha memberontak. Namun, Luke tak menggubrisnya, tetap berjalan menuju ruang makan.
Lantas pria itu menarik kursi untuk Joyce duduk.
"Isi perutmu terlebih dahulu. Kau membutuhkan energi lebih untuk menangis," tuturnya lembut.
Joyce mendengus kesal, "Siapa juga yang ingin menangis!" jawabnya ketus. "Berani sekali dia mengaturku," gerutunya dalam batin sambil menyunggingkan sebelah bibir atasnya.
Luke mengulas senyumnya, "Maaf jika kau berpikir aku mengaturmu," tuturnya lagi.
Joyce mengernyitkan dahinya menatap curiga pada pria itu. "Bagaimana bisa dia tahu isi kepalaku? Apa dia memiliki kelebihan atau semacamnya yang bisa membaca pikiran orang lain?" gerutunya lagi, masih dalam batinnya.
"Kau pikir kemarin kekasihmu itu akan tinggal diam setelah kau menolaknya dengan keras? Apa lagi kau menciumku di hadapannya. Aku yakin, b*jingan itu pasti sudah menceritakan semuanya lebih dulu pada mommy-mu," sambung Luke seraya menuangkan segelas smoothies untuk Joyce.
Joyce tertegun, "Benar juga apa yang dikatakannya," batinnya lagi.
"Makanlah yang banyak, agar kau memiliki energi untuk menjelaskan semuanya pada mommy-mu," lanjut Luke tersenyum sambil menatapnya lekat.
Joyce menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, lalu mulai menyuapkan sandwich yang telah dibuatkan Luke ke dalam mulutnya.
"Ngomong-ngomong ... kau sepertinya pintar sekali memasak. Apa kau pernah bekerja menjadi koki sebelumnya?" tanya Joyce seraya mengunyah makanannya.
Pria itu terkekeh, "Tidak! Aku hanya terbiasa hidup sendiri saja," jawab Luke.
"Oh," jawab Joyce singkat.
Melihat saus yang berantakan di sudut bibir Joyce, Luke menyekanya lembut dengan ibu jarinya, membuat Joyce kesulitan menelan makanannya, dan cegukan.
Wanita itu mencoba menepuk-nepuk pelan dadanya agar cegukannya mereda. Namun, karena mendapat tatapan dari bodyguard barunya itu, justru membuat cegukannya semakin kencang hingga menghasilkan bunyi seperti mainan bayi.
Luke tersenyum, lalu menuangkan air putih ke dalam gelas kosong, dan memberikannya pada Joyce. "Minumlah," titahnya.
Tanpa menjawab, Joyce merampas gelas itu, dan menenggaknya hingga habis.
"Sudah lebih baik?" tanya Luke usai melihat Joyce mengabiskan minumnya. Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.
Joyce kembali berdiri dan menyambar tas tangan edisi terbatas dari brand kelas dunia miliknya.
"Joyce, habiskan dulu sandwich nya," titah Luke. "Aku akan mengantarmu ke rumah mommy-mu," tegasnya.
"Tidak perlu, aku bisa menyetir sendiri!" jawab Joyce.
"Aku tidak akan membiarkanmu menyetir sendiri," balas Luke.
Wanita itu kembali mendengus kesal, "Hei! Kenapa kau jadi suka sekali mengaturku?" omelnya.
"Karena sejak kemarin malam, kau milikku!" jawab Luke tanpa keraguan.
Joyce berdecih, "Milikmu? Atas dasar apa kau mengatakan aku milikmu, huh?"
"Atas dasar suka sama suka," balas Luke tersenyum.
Joyce kembali menyunggingkan bibir atasnya.
"Percaya diri sekali kau! Sejak kapan aku mengatakan jika aku menyukaimu!" omelnya.
"Sejak kau menciumku," jawab Luke lagi menggoda Joyce sambil memakai masker hitam, juga topi baseball hitam untuk menutupi wajahnya.
"Mengapa kau selalu memakai masker dan topi itu? Kau seperti sedang bersembunyi dari seseorang," tanya Joyce, lalu tiba-tiba membelalakkan matanya. "Kau bukan buronan polisi, 'kan?"
Luke terkekeh, "Tentu saja bukan."
"Lalu, mengapa kau memakai itu?" tanya Joyce dengan tatapan penuh kecurigaan.
"Eummm ... aku banyak hutang dan belum bisa membayarnya. Maka dari itu aku menyembunyikan identitasku," jelas Luke berbohong.
"Memangnya berapa banyak hutangmu? Biar aku lunasi saja! Jika kau terus berpenampilan seperti ini, orang-orang akan mengira kau seorang penguntit, bukan bodyguard!" omel Joyce lagi.
"Tidak perlu. Hutangku terlalu banyak," tolak Luke.
"Seberapa banyak?" cecar Joyce.
"Lima juta Euro!" jawab Luke asal.
"What's?" pekik Joyce yang tak menyangka jika bodyguard barunya memiliki hutang yang begitu banyak. "Untuk apa kau berhutang sebanyak itu, Bryan?" tanyanya.
"Eummm ... untuk ... untuk biaya perawatan ayahku sebelum meninggal," bohong Luke lagi.
Joyce menghela napas panjangnya mendengar hal itu, "Maaf, aku ...."
"Tidak perlu meminta maaf. Itu sudah lama berlalu," jawab Luke, kemudian menggenggam jemari Joyce, dan membawanya keluar dari apartemen.
Joyce mengikuti langkah Luke sambil terus menatap tangan yang digenggam pemilik mata elang dengan manik mata berwarna cokelat itu. Ia merasa heran pada dirinya sendiri. Mengapa dirinya merasa sangat nyaman saat tangannya digenggam seperti itu.
Saat di dalam lift, barulah ia sadar, dan melepaskan tangannya dari genggaman Luke.
"Jangan menyentuhku sembarangan di depan umum. Aku tidak ingin ada gosip aneh yang menyebar," tegasnya.
"Oh, apa itu artinya, jika kita sedang berdua seperti ini tidak masalah jika kita seperti ini?" Luke mendekatkan wajahnya pada Joyce, lalu menurunkan maskernya sampai ke dagu, hendak menyatukan bibir mereka. Namun, dengan cepat Joyce menutup mulut pria itu dengan telapak tangannya.
Luke tersenyum dan mengecup telapak tangan Joyce, yang berhasil membuat Joyce menjadi salah tingkah dan melepaskan tangannya.
***
Mereka pun tiba di kediaman orang tua Joyce setelah menempuh perjalanan satu jam lamanya.
Ketika mobilnya baru saja masuk ke pelataran rumah kaca itu, ternyata ada mobil Aaron yang terparkir di sana. Sama persis seperti dugaan Luke tadi.
"F*ck!" umpat Joyce dengan napasnya yang memburu karena emosi yang bergejolak dalam hatinya.
Wanita itu turun dari mobil miliknya itu sambil membanting pintunya, dan bergegas masuk ke dalam rumah orang tuanya yang kini hanya ditinggali oleh sang mommy. Karena ayahnya telah meninggal tiga tahun yang lalu, saat karir Joyce baru saja meroket.
Luke pun mengikuti Joyce dengan berjalan di belakangnya.
Ketika membuka pintu, ada Aaron dan sang mommy yang bernama Helena itu tengah berbincang.
Melihat kedatangan Joyce, Helena memasang raut wajah tak ramah pada putri sulungnya itu.
"Untuk apa kau datang ke sini? Hubungan kita sudah berakhir, Aaron!" teriak Joyce dengan tatapan penuh kebencian.
"Joyce!" Helena menyentaknya.
"Mengapa kau seperti ini pada Aaron? Dia itu calon suamimu! Hari pernikahan kalian sudah dekat, kau tidak boleh seenaknya mengakhiri hubungan kalian seperti ini," omel Helena pada sang putri.
Air mata Joyce mengalir seketika mendengar sang mommy yang terlihat lebih memihak pada Aaron. "Mom! Dia berselingkuh dengan Allen dan aku melihatnya dengan mataku sendiri! Bagaimana mungkin aku bisa melanjutkan rencana pernikahan dengan b*jingan ini, Mom?"
"Aaron sudah mengatakan semuanya pada mommy. Dia sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi," tutur Helena.
"Lalu, Mommy percaya?"
"Tentu saja! Dia jauh lebih baik untuk menjadi menantuku dibandingkan dengan bodyguard barumu itu!"
Joyce kembali menatap Aaron dengan tatapan membunuh, kemudian tersenyum smirk.
Pasti Aaron telah mengatakan tentang kemarin dirinya mencium bodyguard barunya.
"Kau memang sungguh berbakat mencuci otak orang lain!" ucapnya pada tunangannya itu.
"Joyce!" tegur Helena.
"Mommy angkat saja dia sekalian jadi anak angkat jika Mommy lebih percaya padanya! Aku tidak sudi menikah dengan b*jingan sepertinya!" tutur Joyce dengan penuh amarah dan tatapan penuh kekecewaan pada ibu kandungnya itu.
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di sebelah pipi Joyce.