Kelepasan

1611 Words
Gara-gara misi si Johan s****n, selama dua hari terakhir ini, Reyhan harus selalu datang ke sekolah lebih awal dari biasanya. Jadi, di sinilah ia sekarang. Keadaan sekolah yang masih terlalu sepi membuat Sella merengek diantar hingga kelas. Reyhan tidak protes, karena selain merasa jika ini memang salahnya, ia juga khawatir Adiknya sampai kenapa-kenapa. Bagaimanapun, tiap sekolah selalu punya misteri sendiri tentang bekas tanah sebelum bangunannya dibangun. “Kakak pergi dulu, ya. Kau tidak apa-apa, kan?” tanyanya memastikan. Sella mengangguk. “Hm. Beberapa temanku juga sudah datang, kok. Hati-hati, ya, Kak!” Selanjutnya, Reyhan langsung bergegas menuju mobilnya yang terparkir di depan gerbang sekolah. Langkahnya tampak santai, sembari senandung kecil dari bibirnya yang turut mengiringi. “Ternyata dugaanku benar, ya, Kak. Kau datang lebih awal dari biasa-biasanya.” Reyhan bahkan hampir saja terjatuh ke belakang saking kagetnya mendapati sosok Atha yang langsung menghadang. “Kau gila, ya?! Membuat kaget saja!” bentaknya meluapkan amarah. Setelah terkikik singkat, Atha langsung ikut berbalik dan mengejar langkah lebar Reyhan. “Aku hanya ingin bilang terima kasih karena sudah tidak melaporkanku ke polisi. Eum ... sekaligus juga bilang bahwa aku tidak jadi membencimu,” celotehnya dengan nada riang. Karena Reyhan tak menanggapi, maka Atha memutuskan untuk mencolek lengannya ragu-ragu. “Kak Rerey ...?!” panggilnya berbisik. “Jika boleh tahu ..., siapa yang selalu kauantarkan kemari? Apa ... adikmu? Sepupumu? Temanmu? Atau ... pacar- tidak. Kau terlalu galak untuk punya pacar. Pasti tidak akan ada yang sud-" “Diam, atau kuinjak mulutmu!” Reyhan sudah menatap Atha berapi-api, dengan telunjuknya yang sedikit lagi akan sampai mencolok mata Gadis itu. Dengan mata berkedip-kedip tak percaya, Atha sontak menahan napas. “Astaga?! s***s sekali!” teriaknya dramatis. “Aku bahkan jadi semakin yakin bahwa kau tidak bisa punya pacar gara-gara sikap galakmu-" “Jika kau masih saja bicara dan mengikutiku, maka ....” Reyhan mendorong kepala Atha dengan telunjuknya. “Kepala ini akan hancur gara-gara tinjuanku!” ancamnya penuh nada serius, sebelum akhirnya langsung berlalu melanjutkan langkah lagi. Meski bekas telunjuk Reyhan di keningnya masih sedikit terasa, Atha lebih memilih terkikik sembari memandangi punggung Pria itu yang kian menjauh. Dengan kaki yang berlari riang, ia mengejar langkah Reyhan  dengan deretan gigi kelincinya yang nampak. “Tapi dari yang k****a tadi ..., kau hanya berniat langsung pergi dan tidak mau mendengarku bicara la-" “Apa?!” Reyhan langsung menoleh dengan langkahnya yang ikut terhenti. “Hm. Kau lupa, ya, Kak, jika aku bisa membaca pikiran?” balas Atha dengan senyum mekar juga mata berkedip-kedip, seolah menjawab pertanyaan Reyhan yang tidak sampai terlontar. “Menjauh!” Reyhan mendorong wajah Atha ke belakang dengan telapak tangannya, kemudian, “Jangan sok imut!” lanjutnya sembari kembali berbalik dan menarik kenop pintu mobilnya cepat. Tapi, belum sempat terbuka sepenuhnya, Atha langsung datang menghalangi dengan tubuh mungilnya yang ia gunakan agar pintu mobil kembali tertutup. Reyhan semakin geram, terlebih setelah mendapati jika para pelajar mulai saling berdatangan dan menontoni mereka. Rasanya ... ia sangat ingin bertindak kasar dan membanting tubuh Gadis s****n di depannya itu ke atas aspal, tapi ..., bagaimana jika orang-orang sekitar malah langsung berdatangan kemudian dirinya akan dicaci habis-habisan?! “Jika dalam hitungan ke-3 kau tidak juga minggir, maka ....” Atha langsung menggeleng. “Aku tahu kau tidak akan bersikap kasar karena takut dengan orang-orang yang melihat. Iya, kan?” balasnya terkekeh manis. “Ya, ampun, Kak ...! Wajahmu memerah, hahahahahh!” Semua orang tentu akan bereaksi sama jika amarahnya sedang menggebu-gebu, dan ia tidak bisa leluasa untuk melampiaskan. Reyhan luar biasa kesal, terlebih setelah menyaksikan Gadis di depannya itu tertawa dengan santainya. Sementara Atha, ia semakin keasikan. Tawanya semakin besar terdengar, begitujuga dengan bibirnya yang semakin melengkung lebih lebar. ‘... senyumnya terlihat manis.” “APA?!” Kalimat yang sempat Atha baca dari mata Reyhan saat sedang asik tertawa tadi benar-benar membuatnya shock. Matanya melotot. Mulutnya membulat namun sedikit berbentuk lonjong. “Kau ... kau baru saja mengatakan senyumku manis, Ka- AW! PANTATKU, KAK REREEEYYYY!” Setelah mendorong Atha hingga terjatuh ke aspal, Reyhan langsung bergegas masuk ke mobilnya, kemudian menancap gas begitu saja. “s****n! Gadis s****n!” Bagaimana bisa ia sampai berpikir seperti tadi? Mengapa ia bisa lupa mengenai gadis gila s****n itu yang bisa membaca pikiran?! Dengan tergesa, Reyhan membuka laci dashboard mobilnya, guna memastikan bahwa ia menyimpan kacamata di dalam sana. “Ini. Benda ini. Aku akan mengenakannya setiap kali mengantar atau menjemput Sella.” “Gadis s****n itu harus dihindari. Aku bahkan belum pernah merasa sampai semalu ini sebelumnya.” “s****n!” ▪▪▪ “Ini sudah dua hari, tapi ..., misi kita bahkan belum menghasilkan apa-apa,” gumam Johan lesu. Kedua Pria yang turut mengiringi langkahnya langsung menoleh. “Ck! Kau ini! Baru juga dua hari, tapi semangatmu sudah surut duluan!” sahut Alan kesal. “Habisnya mau bagaimana lagi?! Aku bahkan tidak bisa terima jika Hale serius tidak merasakan apa-apa,” keluh Johan lagi. “Maksudku ..., jika bukan perasaan suka, setidaknya ia bisa merasa sedikit kehilangan, kan? Apalagi jika mengingat bagaimana aku hampir mengisi hari-harinya sebulan terakhir ini,” lanjutnya. “Ya karena semuanya butuh proses, Sayang ...! Ayolah! Jangan putus asa begitu! Aku dan Rey akan selalu mendukungmu, kok! Tapi ..., hanya selama kau masih bersedia menteraktir saj-" “Jangan bercanda, deh! Aku sedang tidak mood!” potong Johan kesal. “Ish! s****n ini! Masih mending, ya, aku dan Rey mau membantumu!” balas Alan tak kalah kesalnya. “Memangnya kalian harus apa?! Tugas babu pada Tuannya memang selalu begitu, buk-" “Coba lihat ke depan.” Reyhan menginterupsi. Alan dan Johan sontak menoleh ke depan, dan ..., yang benar saja. “Astaga, Johan?! Hale! Kita hampir berpapasan!” teriak Alan panik. Johan ikut panik juga. Bahkan, Pria itu langsung berdehem berkali-kali, sembari perasaan gugupnya yang juga berusaha ia netralkan. “R-Rey?! Cepat katakan sesuatu!” teriak Alan semakin panik. “Maksudku ... maksudku katakan sesuatu agar kita bisa terlihat sedang berbincang santai!” lanjutnya lagi. Reyhan menoleh dengan alis bertaut. “Katakan sesuatu? Sesuatu apa?” “Terser-tidak, tidak. Ceritakan saja tentang pertemuanmu dengan Atha yang terakhir kali! Ayo, cepat! Cepat, Bodoh! Kita hampir berpapasan!” “Atha? Atha siapa?!” tanya Reyhan lagi. “Ish! Atha, Rey! Gadis SMP yang bisa membaca pikiran itu!” Karena ikut panik, Reyhan langsung berdehem saja. Jadi itu namanya? Pertemuan terkahir? Berarti ... berarti yang tadi pagi, kan? “I-i-iya, iya,” balasnya gugup. “Aku tidak tahu mau bilang apa! Kau saja yang duluan!” lanjutnya. Akhirnya, Alan memutuskan untuk mengalah saja. “Astaga ... yang benar saja, Rey.” Reyhan menarik napas. “Aku serius. Meski setelah menghindar, aku tetap saja bertemu gadis itu. Makanya aku menggunakan kacamata saja, daripada harus membiarkannya membaca isi pikiranku. Itu sungguh hal paling sialan.” Setelah mendengar balasan Reyhan, Alan lantas mencolek p****t Johan dari belakang seolah menyuruh agar Pria itu juga ikut bicara. Johan mengangguk. “Kurasa Alan benar. Bertemu tanpa sengaja bisa menjadi penyebab kalian saling menyukai nantinya.” Demi cintanya pada ukuran b*a Halsey, Johan benar-benar gemas hendak memantulkan kepala Alan dan Reyhan ke lantai sampai pecah sekalian. Ia bisa melakukannya, astaga! Ia berhasil bersikap biasa-biasa saja secara natural! Setelah merasakan jemari Alan yang kembali meremas pantatnya dari belakang, Johan langsung mengangguk mengerti. Ia memberanikan diri untuk mulai menatap Gadis Pujaannya itu, kemudian ... kemudian melempar senyum tipis seperti ketika sedang menebar pesona bak biasanya! Sementara itu, Alan dan Reyhan langsung berusaha fokus membaca raut wajah Halsey. Tapi ... hanya datar. Tidak ada ekspresi sama sekali yang terpancar dari wajah yang seharusnya cantik saat tersenyum itu. “Apa sebaiknya kita langsung ke rooftop saja? Selanjutnya hanya ada jam Kimia.” Alan melanjutkan percakapan lagi. “Tidak. Ayo ke kantin dulu. Aku sedang lapar,” balas Johan cepat. Setelah mereka berpapasan secara sempurna dengan Halsey, ketiganya langsung berbalik bersamaan. Mulai mengikuti dari belakang, tentu saja dengan sembunyi-sembunyi juga jarak yang jauh mengantarai. Plak! “Cepat, berdoa dalam hati! Semoga saja acara menguntit kita kali ini bisa membuahkan hasil!” bisik Alan setelah tamparan singkat ia layangkan ke leher belakang Johan. “Aamiin, Ya Allah. Kabulkanlah doa dari hamba-hamba-Mu yang rajin menabung dosa ini. Aamiin.” Johan mengusapkan kedua telapak tangannya di wajah. Setelah tiba di taman, mereka lekas mencari tempat aman untuk bisa bersembunyi, tapi tetap bisa menjangkau Halsey dengan mata juga kuping. Johan berjongkok paling depan. Alan di tengah. Dan Reyhan paling belakang. Ketiganya langsung memandangi saksama tatkala Halsey sudah terduduk di bangku taman dan tidak langsung membuka buku rumus sialannya. “Apa mungkin Johan menjauh karena jawabanku hari itu?” Halsey tampak bergumam, dan itu sontak membuat Johan menahan napas sekaligus hasratnya untuk berteriak. “Alan ...?! Rey ...? Hale memikirkanku ...!” bisiknya penuh nada haru. “Dasar Pria bodoh! Memangnya siapa juga yang sudi bertunangan di usia muda?” Halsey kembali bergumam. “Iya, Sayang. Aku tidak percaya itu, kok. Ayo, ulangi lagi. Sebut aku bodoh lagi! Itu terdengar sangat manis, astaga! Aku rindu  sebutan sayang-mu it-" PLAK! “Diam, Bodoh ...!” bisik Alan berteriak. Sementara Reyhan, Pria itu langsung manggut-manggut. Setelah mendengar penuturan Halsey barusan, ia sudah bisa menyimpulkan bahwa Gadis itu juga menginginkan Johan. Karena jika tidak, ia tidak mungkin berkata seolah ia ingin Johan tahu kebenarannya agar Pria itu bisa berhenti bersikap asing, kan? Setelah Halsey sudah tampak sibuk dengan bukunya, Johan lekas berbalik dan menarik Alan juga Reyhan agar segera menjauh dari sana. “YA, AMPUN! AKU TIDAK BISA PERCAYA INI, ALAN, REY!” teriaknya histeris. “Setidaknya ... setidaknya aku sekarang tahu bahwa Hale sudah merindukanku! Yes!” Johan langsung merangkul Alan dan Reyhan bersemangat. “Ayo, Sayang-sayang-ku! Aku akan teraktir kalian sepuasnya! Whooooo!” ❀❀❀
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD