Ancaman Asegap!

1656 Words
Mansion yang begitu besar dan megah terasa begitu sepi. Ku masuk menelusuri taman indah yang di mana di tengah tengahnya ada air mancur. Lampu lampu malam yang berkerlap kerlip indah membuatku tersenyum dengan sesuatu yang turun dari kedua mataku. Kenapa aku harus bersedih kalau semuanya sudah aku miliki. Kenapa aku merasa sepi, bukankah selama ini aku juga memang sendirian? Aku tinggal di sebuah kosan kecil. Setiap pulang kerja, kalau Ervan dan Elana engggak mengajak ku pergi, maka aku akan berada di kosan menonton drama korea atau pun cina. Lalu kenapa kebiasaan itu enggak datang padaku lagi? Kenapa aku serakah sekali, ingin memiliki lelaki yang memang tidak mungkin aku gapai. kenapa aku enggak bersyukur saja dan menikmati uang ku. Aku bertemu kedua orang tuaku dan mengajak mereka belanja dan makan bersama. Ayahku akan senang sekali kalau aku datang ke rumah sakit, dan aku membelikan beliau banyak makanan dan juga baju baru. Apakah itu akan lebih terasa menyenangkan ketimbang aku hanya termenung di dalam istana ini. Segera aku berbalik dan aku menemukan Tristan. "Nona ini sudah malam. Apa nona enggak mau masuk kamar? Tuan akan sangat marah kalau tahu Nona belum tidur sampai jam segini." Siapa aku yang harus mau diatur oleh laki laki itu. Tugasku hanya perlu melayani kalau dia ada di rumah saja kan? "Tristan, aku mau ke rumah sakit." "Tapi ini sudah malam. Mungkin besok saja, nona." "Besok aku kan kerja." "kenapa nona enggak berhenti saja. Apa uang yang tuan berikan kurang?" "Aku enggak mau kesepian di sini. Kerja membuatku merasa sangat hidup." Tristan terlihat diam. "Ayo tristan." ajaku. "Baik, nona." Tristan pun mengiringku ke gerasi. Biasanya mang ujang yang akan mengantarkanku. namun karena ini sudah malam, maka Tristanlah yang harus mengantarku. "Apa tadi nona datang ke rumah tuan besar?" tanya Tristan. "iya. Kedua orang tuanya Tuan kah?" tanyaku. "Iya, itu rumah tuan besar. Tuan Reynan Adytia. Apa nona juga bertemu Tuan besar Erlangga?" "Erlangga?" "Iya, mereka adik kakak, tuan Reynan dan Tuan Erlangga. Mereka pengusaha pengusaha hebat, yang tetap eksis di usia lima puluh tahun." "Setelah Pak Wijaya meninggal. Tuan besar Reynan dan Tuan Besar Erlangga menjadi pemimpin dari perusahaan besar itu. Meski masing masing diantara mereka juga sebenarnya memiliki perusahaan sendiri. Keluarga mereka sangat harmonis dan manis. Nona harus tahu satu persatu keluarga mereka. karena nanti setiap malam minggu akan ada acara pertemuan yang sangat manis. Nona akan bertemu dengan putra putrinya Tuan besar Erlangga juga." "Aku pasti malu sekali, Tristan. mereka ini orang orang kaya semua." "Jangan Khawatir, putra putri Tuan besar Erlangga ini sangat baik semua. Nona pasti akan senang bertemu dengan mereka. Ini buku silsilah keluarga tua besar Erlangga." Dia atas dahsboard aku melihat buku yang di dalam nya adalah sebuah poto dan nama namanya. "Yang cantik itu Nona Delima, putri bungsunya Tuan besar Erlangga, dan yang tampan itu Tuan Bara, dia putra sulungnya Tuan besar Erlangga. " Mereka memang sangat manis. Mereka tampan dan cantik. Berarti aku memanggil paman Erlangga kah? ah, rasanya sungkan sekali. keluarga kaya raya itu sangat sopan dan baik. Sangat berbeda dengan kakak ku yang kadang memanggilku dengan sebutan hewan najis itu. Mungkin karena pergaulan kakak ku yang jelas berbeda dengan mereka. "Tuan Bara dan Nona Asyila kekasihnya sebentar lagi akan menikah. Usianya sudah hampir sama dengan Tuan Asegap. Biasa lah orang kaya memang selalu menikah di usia tua. Tapi Nona Delima sudah menikah. Namun beliau masih belum memiliki putra. Karena mungkin masih muda." Akhirnya kami sampai ke rumah sakit. "Tristan, aku rasa kamu enggak perlu nunggu aku. Aku menginap di kamar ibuku." kamarnya VVIV jadi aku rasa aku akan tidur dengan kasur lipat yang aku bawa. Aku memang sengaja membeli kasur lipat ukuran kecil, hanya untuku saja. Aku ingin menginap di rumah sakit menemani ibuku. "Baiklah, Nona. Tapi bagaimana kalau Tuan Asegap malam pulang?" "Dia tidak akan pulang." Untuk apa Asegap pulang? dia sudah berduaan dengan kekasihnya. Pasti nyaman dan hangat. "Baiklah, Nona." "Aku masuk dulu. selamat malam, tristan." Aku pun masuk. Malam malam ke rumah sakit, memang sangat dingin. Tapi di sini lebih menyenangkan ketimbang di mension. pasalnya di sini aku akan bertemu dengan ayah dan ibuku. Dan aku bisa mengobrol dengan Ayahku. Kami akan bermalam bersama seperti ketika aku kecil dulu. "Kamu ke sini?" Ayahku sepertinya terkejut dengan kehadiranku. "Ayah ko gitu? kan aku pengen ke sini juga?" rengeku. Ayahku memeluk ku dan menepuk pelan bahuku. "Ayah hanya takut, suami kamu melarangnya." kasihan sekali, Ayahku pasti sudah membayangkan seorang menantu yang ramah dan bersikap layaknya seorang menantu yang baik, dan akrab dengannya. Namun Asegap tentu saja tidak akan pernah melakukan itu. Asegap lebih menyukai pekerjaannya ketimbang duduk mengobrol dengan mertua miskin seperti Ayahku. Sabar ayah, ini hanya tiga tahun. Mungkin setelah ini, aku akan menemukan laki laki yang lebih bisa akrab dengan mu. Dan kita bisa hidup berdampingan dengan baik. Aku masuk dengan membawa makanan hangat. Ayahku sangat senang dan banyak bercerita. Ibuku masih saja koma. Namun aku sangat berharap kalau ibu bisa mendengarkan percakapan kami. Pagi hari, aku ke kantin rumah sakit, tentu saja setelah aku mencuci wajah ini. Ku lihat taman rumah sakit yang sejuk dan bersih sungguh membuatku sangat bahagia. Angin pagi yang masih segar, membuatku enggan pulang ke mansion. Aku tahu kalau di mansion lebih nyaman dan lebih tenang. Namun karena di sini ada ibuku, maka yang aku rasakan di sini lebih nyaman. "Kopi dua, dan roti bakar dua." Sedihnya kali ini aku hanya bisa memesan dua saja. Tapi mungkin nanti setelah ibu sadar, aku akan memesan tiga untuk beliau. Membawa ke ruang tunggu, aku dan Ayah makan di sana. "Kamu nyenyak tidur di sini?" tanya ayahku. "tentu saja." ujarku. Kusesap kopi ini dengan pelan pelan. Rasanya nikmat dan aku sungguh suka sekali dengan sensasinya. Rasa gurih dari s**u, rasa pahit dari kopi, dan manis dari gula merah, bersatu dalam rasa yang benar benar nikmat. "Memangnya kenapa aku enggak nyenyak?" "karena kamu mulai terbiasa tidur di tempat yang nyaman seperti di mansion mu." "Oh, ayolah ayah. Mansion itu bukan punyaku." meski Asegap bilang itu miliku, tapi tetap saja aku merasa kalau itu bukanlah miliku. "Tapi di dalam surat perjanjian itu, semuanya akan jadi milik kamu kan?" "Iya." "berbahagialah sayang. Kamu sudah memiliki segalanya dan itu adalah hadiah dari Tuhan karena kebaikan hatimu. " Iyakah selama ini aku baik? Dan aku mendapatkan semua ini. Aku harus bersyukur. Iya, aku mungkin selama ini terlalu serakah karena menginginkan hatinya Asegap sepenuhnya. Padahalkan kalau aku lebih fokus pada semua yang laki laki itu berikan saja, maka mungkin aku enggak perlu merasakan sakit hati. Hari ini aku harus kerja, jadi setelah aku dari rumah sakit, aku langsung menuju pabrik. "Syukurlah, kamu sudah datang." Ervan datang keruangan ku dengan terburu. Aku menatapnya dengan kedua mata membola. "kenapa emangnya? ada masalah?" "Hari ini, adalah hari terakhir Angelika shuting." "Terus?" "Begini, orang yang selalu melayaninya baru saja kecelakaan. Dan Angelika tidak mungkin membatalkan jadwalnya. jadi kami pihak HRD memutuskan untuk menggantikannya dengan kamu. Apa kamu bisa? pihak HRD akan memberikan kamu bonus. Ini hanya satu hari saja." "Lalu pekerjaan ku?" "Itu digantikan sementara saja. Hari ini saja." "Ok." "Sip. " Ervan menatapku. "Mmm rambutnya diikat biar aman kerjanya. Kamu bawa kunciran atau apa?" "Aku bawa ikat rambut." "Syukurlah." "Ok, waw. Anting kamu berlian kah?" Ah, aku lupa melepasnya. Kalung mu juga, aku serius tahu harganya. Itu sekitar setengah milyar. Ayolah Lili, kamu udah nyembunyiin sesuatu dariku." "Kamu ngaco ya! Masa kamu enggak bisa bedain mana yang asli dan mana yang imitasi." semoga saja sahabatku ini mempercayainya. "Oh, jadi itu imitasi? buat apa kamu memakai perhiasan imitasi?" kan ... laki laki ini memang selalu saja membuatku serba salah. Yang asli salah dan palsu pun dia masih ngoceh. memang sangat menyebalkan sekali. "Bukankah kamu bilang, kita ini terburu buru?" "Ah, iya. Aku lupa." Dia meraih pergelangan tangan ini. "Di sana Angelika sudah menunggu. Tugas kamu cuma buat mukanya angelika enggak berminyak. Dan rapikan baju dan rambutnya. Kamu tau kan takutnya ada debu atau rambutnya kusut. Lihat lisptik juga. Atau apalah yang lebih pantas untuk ia pakai selama iklan. Masa kamu enggak ngerti, kan kamu juga sekarang sering berhias kan?" "Hmm ..." Kami memasuki ruangan di mana Angelika berada. "Permisi! saya membawa teman saya, dan dia yang akan menggantikan asisten anda." Ervan membawa ku ke ruangan di mana ada Angelika dan ... iya, Asegap berada di sana. Dia menoleh padaku. Tidak! pada tangan ku yang Ervan genggam. Tatapannya bagaikan leser yang sudah siap untuk membakar tangan kami berdua. Aku memilih menunduk tanpa mau menarik tangan ini. "Oh, hay! saya angelika. Kamu ko cantik banget. Saya enggak yakin enggak insecure sama kamu. kenapa global mencari saya, kalau kamu bisa menggantikan saya?" Aku enggak tahu ini sindiran atau tulus. Namun ... senyumannya memang se indah itu. Senyuman seorang Angelika yang membuat seorang Asegap begitu tergila gila padanya. Sampai rela mengikutinya shuting meski laki laki itu jelas sangat sibuk. "terima kasih, apa yang harus saya lakukan?" "Oh, kamu lihat" dia memutar dirinya pelan di depan ku. "Bajuku, rambutku, dan riasan ku. Aku ingin tampil paripurna saat shuting nanti. Kamu bisa kan?" "Oh, tentu saja, nona. Tapi sejujurnya nona ini sudah sangat sempurna. Sampai semua lelaki tergila gila pada anda." ku lirik laki laki itu, dan dia ternyata masih saja menatapku dalam. Dasar buaya! dia masih saja berani menatapku ketika ada Angelika di sini. "Oh, tentu saja. Terima kasih sekali." Dia menatap Asegap. "sayang! bukankah gadis ini terlalu cantik? aku ingin sekali menjodohkan nya dengan pemilik agensiku. Kamu ingat kan marsel, dia sedang mencari seorang gadis. Dia ingin menikah katanya." Ku lihat wajahnya Asegap menegang dan terlihat tersenyum pada gadis itu kemudian mengusap wajahnya dengan lembut. "Ada baiknya kita enggak ikut campur dengan urusan orang lain, sayang. Karena kita enggak tahu apakah dia sudah memiliki pacara atau belum." Kembali dia menatap padaku tajam. Lalu ia meninggalkan kami berdua. Belum lima detik, aku merasakan ponselku bergetar di saku blezer ku. ' Asegap! Apa kamu ingin aku membunuh laki laki yang bernama Ervan itu? Tangan mu hanya miliku! Dan laki laki itu enggak berhak memegangnya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD