PART. 7 PENASARAN AWAL PERHATIAN

946 Words
Ini hari keempat, Priska datang membawakan sarapan untuk Bisma. Padahal hari ini adalah hari libur kerja. Priska naik ke lantai atas seperti sebelumnya, sedang Mala menuju ruang makan. Mala sudah selesai sarapan, tapi Priska belum turun juga. Mala memilih duduk di teras depan yang cukup luas, sambil menikmati gemericik air dari pancuran yang jatuh ke kolam ikan mini yang ada di samping teras. Mala sedang asik dengan ponselnya, ia sedang membaca berita dari media on line di dunia maya. Merasa lelah, duduk terlalu lama, Mala memilih untuk kembali ke kamarnya. Tiba di puncak tangga, tanpa sadar tatapannya dilayangkan ke pintu kamar Bisma. Pintu kamar itu tertutup rapat, rasa penasaran tiba-tiba hadir di dalam hatinya. Mala tahu, kalau Priska memang sudah biasa ke luar masuk kamar Bisma, tapi setahunya tidak pernah dalam waktu selama ini. 'Laki-laki dan perempuan dewasa, berada dalam satu ruangan yang sama dalan waktu yang lama, apa yang mereka lakukan kalau bukan...huuuhh apa peduliku, terserah mereka mau apa, bukan urusanku!' Mala cepat menuju kamarnya. Ia tidak tahu, kalau Priska, dan Bisma sedang membahas urusan pekerjaan. Bisma sudah menganggap Priska seperti adiknya sendiri, begitupun Priska juga menganggap Bisma sebagai kakaknya. Lagipula Priska sudah memutuskan untuk tidak akan menikah lagi, karena rasa cinta pada mendiang suaminya. Fokusnya adalah bekerja untuk menafkahi kedua buah hatinya. Cukup lama Mala berada di dalam kamar, sambil membaca majalah di tangannya. Rasa penasarannya pada apa yang dilakukan Priska, dan Bisma, membuatnya ke luar dari kamar. Satu tahun tinggal di rumah yang sama dengan Bisma, tidak bisa membuatnya mengenal Bisma dengan dekat. Ia juga tidak pernah mencoba mencari tahu secara mendalam, seperti apa sebenarnya seorang Bisma, mantan calon mertuanya Tepat saat Mala ke luar dari kamar, Bisma, dan Priska juga ke luar dari kamar Bisma. Mala mematung di depan pintu kamarnya, Priska tersenyum kepadanya, sedang Bisma terlihat acuh tak acuh saja. "Mala, aku mau pulang, titip calon mertuamu ini ya. Dia sedang susah makan, katanya kurang enak badan," ujar Priska dengan nada bercanda. Mala hanya menjawab dengan senyum dan anggukan kepalanya. "Aku pulang ya," pamit Priska pada Mala. "Silahkan, Tante." Mala menganggukan kepala. Bisma mengantar Priska, mereka berjalan beriringan menuruni tangga, terdengar suara mereka entah membicarakan apa, Mala tidak jelas mendengarnya. Setelah keduanya mencapai dasar tangga, Mala juga turun ke lantai bawah, ia ingin ke dapur, mencari sesuatu yang mungkin saja bisa dimakannya, sebelum makan siang tiba. Mala ke luar dari dapur, dengan sepiring bolu di tangannya. Ia bertemu Bisma di dasar tangga. "Bagaimana kuliahmu?" Tanya Bisma yang berjalan satu anak tangga di depan Mala. "Baik" "Kalau perlu sesuatu katakan saja pada Bik Anin, kalau kamu merasa berat mengatakannya padaku. Apapun yang kamu inginkan, karena aku tidak mau anakku jadi ngeces karena keinginannya tidak terpenuhi" ujar Bisma sembari menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap Mala. "Aku tahu!" Sahut Mala ketus, lalu ia mendahului langkah Bisma menaiki tangga. Terlalu tergesa dalam melangkah, membuat Mala terantuk sisi anak tangga, dan membuatnya terduduk karena merasa kesakitan. Parahnya sakitnya bukan cuma di kakinya, tapi seperti menjalar sampai ke perutnya. Mala terduduk sambil memegangi ujung jari-jari kakinya. Bisma duduk satu tangga di bawah Mala, diraihnya kaki Mala, diletakan disalah satu pahanya. "Hati-hati Mala, kamu tidak perlu lari, karena aku cukup tahu diri untuk tidak mengejarmu" ujar Bisma tajam. Bisma mengusap jari kaki Mala. Tanpa sadar tangan Mala bertumpu di atas punggung Bisma. Ia berseru kesakitan saat Bisma menarik bergantian jari-jari kakinya. "Sakit!" Seru Mala sambil memukul punggung Bisma. Bisma melepaskan kaki Mala. Lalu berdiri di hadapan Mala. "Bisa jalan tidak?" "Bisa!" Jawab Mala ketus, Mala berusaha bangkit dari duduknya. Meski kakinya sakit, ia tidak mau memperlihatkannya di hadapan Bisma. Ia menaiki tangga dengan langkah dimantap-mantapkan, padahal wajahnya meringis menahan rasa sakit. Apa yang baru saja terjadi membuat Bisma berpikir untuk memindahkan kamar Mala ke lantai bawah. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Mala, dan kandungannya, karena harus naik turun tangga setiap hari. *** Siang ini Mala baru pulang kuliah, sebelum pulang tadi ia mampir ke mini market, untuk membeli cemilan, dan juga membeli buah-buahan. Ia tahu napsu makannya bertambah karena ada seseorang yang menumpang hidup di tubuhnya. Meski ia membenci si penumpang hidup, tapi ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja, atas dasar rasa kemanusiaan. "Non Mala sudah pulang," sapa Bik Anin. "Iya, Bik." "Kamar Non Mala sudah dipindahkan ke lantai bawah" "Haah, kenapa?" Mala menatap Bik Anin dengan kerut dalam di keningnya. "Tuan bilang, berbahaya bagi Non turun naik tangga dalam keadaan hamil. Katanya kemaren kaki Non terantuk tangga, sampai Non kesakitan" jawab Bik Anin. "Oh, kamarku yang mana, Bik?" "Mari Non, Bibik antar." "Terimakasih, Bik." Mala mengikuti langkah Bik Anin menuju kamar barunya. Ia memasuki kamar yang tidak jauh dengan ruang tengah. "Silahkan, Non" Bik Anin membuka pintu kamar. Mala berdiri di ambang pintu. Kamar yang sama besar dengan kamarnya yang berada di lantai atas. Warna dindingnya juga sama, biru muda. "Non ingin makan siang?" "Tidak usah, Bik, tadi aku sudah makan di kantin kampus." "Baik, Non, kalau begitu selamat istirahat, Non." "Oh ya, Bik, bisa tolong masukan kulkas buah-buahannya." Mala menyerahkan plastik berisi buah pada Bibik. "Baik, Non" "Terimakasih, Bik" "Saya permisi, Non" "Silahkan, Bik" Bik Anin ke luar dari kamar tidur Mala yang baru. Mala duduk di tepi ranjang. 'Aku rasa, apa yang dilakukan Tuan besar Bisma dengan memindahkan aku ke lantai bawah, bukan hanya karena dia mencemaskan anaknya yang aku kandung, tapi juga biar dia merasa bebas sering-sering berduan dengan Tante Priska. Eeh, apa perduliku dengan hal itu. Itu bukan urusanku, terserah dia ingin membawa wanita mana masuk ke dalam kamarnya. Kasihan juga Bagas, dan anak yang aku kandung ini. Memiliki ayah seperti Tuan Bisma. Semoga saja Bagas tidak seperti ayahnya.' BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD