Part 8

1852 Words
*****         " Brak…….."     Seketika ruang rapat  lantai tujuh Gunadhya Grup terasa amat mencekam. Tidak ada yang berani bersuara. Terlihat seorang pria berdiri mengenakan jas hitam, pria itu menundukan kepalanya dengan khusuk. Bukan, bukan  karena menikmati suasana yang diciptakan oleh pemimpin perusahaan tempatnya bekerja, namun karena ketakutannya yang amat sangat. Ia menatap proposal miliknya yang tergeletak di lantai seperti sampah yang tak berharga saja sudah membuatnya malu, apalagi dengan kemarahan Sang Danendra.     "Apa kalian berniat mencoreng nama baik Gunadhya?"  Tatapan tajam  Danen mengeluarkan panah yang siap membunuh siapa saja  yang berada dalam ruangan rapat tersebut. Danen tak akan main-main dengan orang yang tidak konsisten dalam pekerjaannya. Ia selalu memberikan yang terbaik untuk orang orang yang bekerja dengannya. Fasilitas dan gaji yang diberikan Gunadhya tak main-main. Dan sebagai balasannya Danen hanya ingin semua hal dikerjakan dengan sempurna. Tidak boleh ada kecacatan dalam proyeknya. Karena uang yang ia keluarkan untuk memanjakan pegawainya juga tak main main.  " Jam tujuh harus sudah sempurna dan berada di meja saya."       Danen  keluar ruangan rapat dengan pintu yang dibanting nya. Bagaimana bisa proposal untuk proyek sebesar itu sangat berantakan. Ini pertama kalinya Danen membaca proposal seberantakan itu. Sangat mengecewakan mengingat kredibilitas perusahaannya yang sangat tinggi.    Danen memasuki ruangan kerjanya dengan Bram yang masih setia mengikutinya dari belakang. Hingga sampai ia duduk pada kursi kebesarannya. “ Apakah Aludra sudah datang ke mansion?” “Sudah, Tuan.”  Danen membuka komputer berlayar dua puluh tujuh inch dengan  logo apel di gigit yang terletak dengan sempurna di atas mejanya. Mengakses CCTV pada mansion miliknya. Dan ia langsung dapat  melihat Aludra yang sedang bejalan di lorong mansion miliknya yang mengarah pada kamar yang Danen sediakan untuk Aludra pada sayap barat mansionnya. Tempat yang dikhususkan untuk dirinya sendiri. Danen dapat melihat tatapan kagum yang keluar dari manik mata hitam legam Aludra saat perempuan itu sibuk menatap interior pada setiap sudut yang Aludra lewati. Interior yang selalu terlihat begitu mewah dan indah dalam waktu yang bersamaan setiap saat.  “ Katakan pada pelayan yang bersama Dokter Aludra bahwa ketika jam lima nanti ia akan mulai di perkenal kan pada hewan yang harus di rawatnya.”  Bram hanya menganggukan kepalanya dengan tangan yang mengeluarkan handphone miliknya untuk melaksanakan perintah Tuannya.   “Kau bisa kembali ke pekerjaanmu setelah itu, Bram.”    Bram mengangguk sebelum menunduk hormat pada Tuannya dan menghilang dalam pandangan Danen setelah itu. Bram memang bisa diandalkan dalam segala hal yang Danen butuhkan. Pernah Danen menawarkan Bram untuk mengelolah perusahaan milik Danen. Namun dengan cepat Bram menolaknya. Ia tak pernah tertarik dengan harta melimpah. Karena bagi Bram memiliki keluarga walaupun hanya dengan Danen merupakan yang sangat ia syukuri. Mungkin karena Bram melalui masa kecilnya di dalam kerasnya jalanan  ibu kota. Bahkan ia menemukan Bram yang saat itu masih berusia lima belas tahun dengan keadaan mengenaskan, jauh dari kata baik. Semua badannya penuh luka dengan darah yang menghiasi semua sudut wajahnya karena dikeroyok oleh beberapa orang jalanan. Entah apa yang akan terjadi pada Bram jika saja saat itu ia bersikap jahat dengan tidak menolongnya. Mungkin ia yang akan menyesal karena tidak dipertemukan dengan Bram.  Danen berdecak ketika matanya tidak sengaja melirik komputer mahalnya dan menangkap kegiatan Aludra yang masih saja menatap kagum pada interior mansion nya. Aludra bersikap seolah perempuan itu tidak pernah menatap barang-barang mahal. Dan itu membuatnya berdecih, tidak mungkin perempuan itu tidak pernah melihatnya mengingat seberapa banyak harta yang direnggut paksa oleh Candra tanpa tahu malu. ****     Mobil Danen memasuki halaman mansionnya saat jam sudah menunjukan pukul empat sore. Jam yang sangat sore untuk Danen keluar dari kantornya. Sedangkan Bram masih di kantor untuk melanjutkan pekerjaan Danen. Danen menghentikan langkahnya ketika melihat kelinci abu abu jenis Giant Flemish  berada di taman depan mansionnya. Kelinci abu abu itu meloncat-loncat menuju arah Danen ketika menyadari kedatangan pemilik mansion yang ia tempati sekarang. “ Mr. Grey.” Danen mengangkat kelinci besar itu dan membawanya masuk kedalam mansion. “ Bagaimana bisa kau berkeliaran di sini, Mr. Grey? Apa kau tak takut dengan  Roxy? Ia mungkin akan cemburu melihat kau ada pada gendonganku sekarang.”   Bibir pria berusia tiga puluh tahun itu tersenyum senang dengan tangan yang terus membelai bulu- bulu halus hewan pemakan wortel itu. Sedangkan Mr. Grey yang diajak bicara hanya diam tenang  karena nyaman berada pada gendongan Danen. Saat Danen melewati ruang tengah pada mansion miliknya, ia melihat Aludra yang sedang duduk di karpet dengan Roxy yang  meletakan kepalanya pada paha Aludra.   Oh…. ternyata ini alasan Mr. Grey berada di luar. Karena pemilik nya sedang memanjakan saingan barunya. Dan sejak kapan Roxy bisa semanja itu selain kepada dirinya? “ Roxy!!” Anjing itu seketika mengangkat kepalanya dari paha Aludra dan berlari ke arahnya. Memutari Danen dengan suara yang menggema seolah protes karena majikannya menggendong Mr Grey. Sedangkan Aludra hanya terdiam menyaksikan hal tersebut. “ No no no Roxy, kau harus berdamai dengan temanmu. Ia akan tinggal di sini mulai hari ini. Kau faham!” Roxy menjawab dengan rengekan andalannya.   Aludra berjalan mendekati Danen, ia mengulurkan tangannya. Meminta Mr. Grey yang berada dalam gendongan Danen. “ Bersiaplah, setengah jam lagi dokter akan saya ajak berkenalan dengan anak asuh saya.” Aludra menganggukan kepala.  Setengah jam kemudian, dengan memakai kaos berwarna hitam dan celana santai pendek Danen mengajak  Aludra memasuki  kawasan hutan buatan miliknya.  Danen menaiki Black sedangkan Aludra menggunakan sepeda kayuh milik salah satu pembantu Danen. Perempuan itu menolak menunggangi Black dengannya, bahkan ketika ia tawari dengan kuda lain peliharaannya perempuan itu tetap menolak. Karena tidak bisa menunggangi katanya. Entahlah perempuan memang serumit itu. Lebih suka memilih hal yang ribet daripada sesuatu yang jelas mudanya.   Ketika memasuki kandang beruang milik Danen, Aludra terlihat mengagumi tempat itu. Walaupun dari awal masuk hutan Danen sudah melihat senyum Aludra yang terus menerus terbit karena ketenangan yang diberikan hutan tersebut.  Danen membawa Aludra menuju kandang  Felix terlebih dahulu. Ia turun dari punggung Black lalu mendekati pintu kandang. Aludra mengikuti di belakangnya dan keraguan langsung terlihat di mimik wajah perempuan tersebut. “ Tenang saja. Ia tak akan melukai mu selagi dokter selalu berada di dekat  saya.” Aludra hanya diam dan mengikuti kemauan Danen.  “Felix, perkenalkan ini Dokter Aludra yang akan merawatmu Dia  yang akan menggantikan Dokter Faris. Jadi jangan melukainya. Faham?” Aungan Felix membuat Aludra tanpa sadar memegang kaos Danen dan meremasnya kencang. “ Jangan pernah membelakangi macan ataupun harimau, Dokter. Mereka masih memiliki insting hewan liar dan mereka masih sangat tajam walaupun di pelihara dari kecil. Anda membutuhkan pendekatan setidaknya satu bulan untuk membuat mereka terbiasa dengan kedatangan anda.”  Danen duduk di samping Felix ketika hewan buas itu merebahkan badannya. “ Coba lah dengan mengusap punggungnya.” Aludra terdiam kaku.  “ Tidak apa, selagi ada aku bayi kecilku ini tak akan melukaimu.”  Dengan keraguan yang terlihat jelas, Aludra mengulurkan tangannya pada punggung macan kumbang hitam itu. Tangannya terlihat bergetar saat mengulurkan tangan dengan perlahan.  Melihat tangan Aludra   yang bergetar, Danen sangat  ingin tertawa terbahak-bahak , namun ia tahan.  Karena tak sabar dengan keleletan Aludra, Danen pun menarik tangan dokter muda tersebut dan mengarahkannya pada punggung Felix.  Danen dapat merasakan jika Aludra terkesiap saat tangannya sudah mulai menyentuh punggung Felix. Dan ia pun hanya tersenyum tipis. “Rileks, Dokter. Mereka bisa, merasakan ketakutan mangsanya. Semakin mangsanya terlihat lemah maka semakin mereka ingin menyerang."    Sudah lebih dari tiga jam Danen dan Aludra mengelilingi hutan buatan milik Danen untuk bertemu anak-anak pria tersebut. Danen  sebenarnya  tak ingin berpisah dengan Zeus. Mungkin jika tidak sedang bersama Aludra, ia akan berada di kandang Zeus sampai hewan tersebut tidur. Namun suara dari  perut Aludra membuat nya sadar, sudah saatnya kembali ke mansion untuk istirahat.     Tepat pukul delapan malam, Aludra, Danen dan juga Bram  sibuk menyantap makan malam mereka yang terlambat. Danen memahami bahwa Aludra masih memberikan jarak  padanya. Namun seorang Danendra Gunadhya tak akan menyerah begitu saja. Pintu kesempatan sudah terbuka dan Danen tak akan menyia-nyiakannya. Hanya terdengar kesunyian pada meja makan tersebut. Dan sayangnya kesunyian itu tak bertahan lama ketika suara deringan handphone milik Aludra berbunyi. ‘ Jivar❤ ’  Bram dan Danen saling pandang ketika mata mereka melihat nama yang tertera pada layar handphone Aludra. Aludra segera berdiri dari duduknya dan pergi menjauhi Danen dan Bram tanpa berkata apa-apa  untuk mengangkat telpon dari kekasih hatinya tersebut.   Tak berselang lama setelah kepergian Aludra, seorang pengawal Danen datang dengan seseorang yang berada pada pundaknya. Orang yang berada pada pundaknya itu terlihat tak sadarkan diri dan memakai seragam perawat untuk klinik Dokter Faris. Pengawal itu sedikit membungkuk hormat dengan sedikit kesusahan karena berat pada pundaknya. “ Bicara lah.” “ Lapor tuan, dia adalah orang yang membocorkan pada Satya bahwa Zeus akan datang kemarin. Dia juga orang yang membantu Satya untuk memindahkan Zeus pada kendaraan lainnya.”  “ Bawa dia ke tempat biasa dan aku mau semua data dirinya dalam waktu sesingkat nya.”  Pria tersebut menundukan kepalanya. Tanda untuk berpamitan dan berjalan meninggalkan ruang makan yang kembali hening. “ Maaf tuan, Nona Aludra keluar dari mansion lima belas menit yang lalu.” Danen mengerutkan dahinya mendengar laporan dari pengawalnya yang menjaga gerbang masuk mansionnya. Untuk apa gadis itu pergi se malam ini? Apa  lagi jalan menuju mansion Danen sangat lah sepi. Serta membutuhkan waktu sepuluh menit untuk perjalanan dari mansion Danen menuju jalan raya dengan mobil miliknya. “ Apakah dia jalan kaki?” “ Tidak, Tuan. Ia meminjam sepeda milik Salsa anak Bi Fina” Danen hanya memberikan anggukan kepala dan segera pergi dari ruang makan, meninggalkan Dokter Faris yang hanya terdiam menyimak. Danen berjalan pergi untuk mengambil kunci mobil miliknya, lalu melajukan mobilnya pergi keluar mansion mewahnya. Namun baru berjarak lima meter ia pergi meninggalkan gerbang mansion, tiba-tiba sebuah amunisi mengenai kaca mobil miliknya. “ Sial!!” Danen  mempercepat laju mobilnya. Sebuah mobil hitam terlihat mengikutinya dari belakang.  Dan amunisi masih terus menerus mengenai mobilnya. Danen memutar mobilnya dengan cepat, memposisikan mobilnya untuk berlawan arah dengan mobil yang mengikutinya. Ia mengunjak pedal gas lebih dalam dan menambah kecepatan mobil hingga menabrak mobil hitam tersebut. Tanpa diketahui musuh, Danen melompat dari mobilnya sebelum  menabrak mobil hitam tersebut. Melihat ada dua  orang yang berada dalam mobil masih sadar, Danen mengeluarkan pistol miliknya dan menembakan tepat di lengan dan d**a kedua orang tersebut. Namun Danen tahu peluru yang ia tembakan tak mengenai jantung keduanya. Karena Danen tahu, kegagalan misi mereka menyatakan bahwa nyawa mereka lah yang akan menjadi ganjarannya. Danen mengambil handphone miliknya. Menekan  nomor satu pada panggilan cepatnya untuk Bram. “  Bram....” “ Saya sedang menuju tempat  anda, Tuan.” Kalimat yang Bram ucapkan bertepatan dengan terlihatnya sebuah sorot lampu dan  suara motor sport Bram yang sudah sangat Danen hafal.  Saat Danen akan menaiki motor Bram, suara tembakan terdengar dari arah dua mobil yang bertabrakan tersebut. Danen sudah menebak hal tersebut, karena orang bayaran yang gagal akan lebih memilih bunuh diri daripada mati dengan cara disiksa. Toh, mereka juga akan sama-sama mati dan hanya cara kematiannya saja yang membedakan.  Tidak akan ada yang tahu kematian orang-orang yang bekerja di bidang tersebut.  Dan kejadian malam hari ini sepertinya bukanlah sebuah ketidak sengajaan.  Apakah Aludra mulai bekerja sama dengan ayahnya? Danen tak akan membiarkan itu. Semua orang yang berkaitan dengan kematian kedua orangtuanya harus mendapat ganjaran yang setimpal atas perbuatan yang mereka lakukan. *******   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD