Bus sudah berhenti membuat Mayang segera melangkah keluar. Dia tidak tahu kalau Daniel, lelaki yang duduk di sebelahnya juga ikut turun. Baginya saat kendaraan berhenti menurunkan penumpang maka segala obrolan maupun pembicaraan yang terjadi sebelumnya sudah selesai.
Mayang melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya saat dia berjalan cepat menuju toilet. Tujuannya hanya satu yaitu untuk merapikan diri dan membuat wajahnya tidak lagi terlihat baru bangun tidur dengan sedikit riasan hingga wajahnya sudah terlihat lebih berseri dari sebelumnya.
“Ternyata kau sangat menarik setelah berdandan seperti wanita yang lainnya," terdengar suara berisi pujian dari arah samping Mayang membuatnya terkejut.
“Aku minta maaf kalau suaraku sudah membuatmu terkejut,” kata Daniel buru-buru dengan rasa bersalah.
Mayang menatap Daniel dengan mata menyipit, "Apa yang kau lakukan di depan toilet wanita? Apakah kau mempunyai maksud lain?”
Mendengar tuduhan Mayang, mata Daniel bersinar tajam. "Maksud lain apa? Aku hanya ingin memberikan ini padamu. Aku menemukan ini di jok kursi tempat kau duduk tadi,” beritahu Daniel sambil menyerahkan buku agenda yang terkunci pada Mayang.
"Oh, bagaimana aku bisa lupa dengan buku aku sendiri. Terima kasih. Maaf ya aku tadi sudah menuduhmu”
Mayang merasa bersalah karena sudah menuduh Daniel sementara pria itu bermaksud baik padanya. Tapi…ada yang salah. Bukankah tadi Daniel sedang terburu-buru tapi mengapa sekarang pria itu malah berdiri di depannya. Sama sekali tidak terlihat kalau dia dikejar waktu karena pesawatnya akan berangkat. Atau…dia sudah terlambat?
“Hey kenapa melamun. Aku tahu kok kalau kau tidak bermaksud menuduhku,” kata Daniel tertawa.
“Siapa bilang aku melamun. Aku hanya berpikir apa yang kau lakukan di sini sementara kau harus bergegas.”
“Tidak jadi. Temanku kasih kabar kalau pesawatku delay 1 jam jadi aku masih ada waktu untuk memberikan ini padamu,” jawab Daniel.
“Oh. Sekali lagi terima kasih sudah mau repot memberikan ini padaku,” sahut Mayang dengan menunjukkan agendanya.
“Sama-sama. Boleh aku bertanya, kenapa kau berada di sini sementara bagian kedatangan berada di sebelah sana?” tanya Daniel menunjuk arah yang berbeda.
Suara tawa Mayang terdengar sebelum menjawab pertanyaan Daniel. Tidak terpikir olehnya Daniel akan bertanya sesuatu yang menurut sebagian orang mungkin tidak ada bedanya.
"Aku pernah mengalami antri ketika masuk ke toilet kedatangan walaupun hanya sekali, tetapi itu sudah cukup bagiku untuk menjadi pengingat bahwa aku tidak boleh melakukan kesalahan yang sama lagi. Terutama kalau aku dalam keadaan terdesak."
"Menarik dan tidak terpikir olehku. Jadi kau berinisiatif untuk sesuatu yang sering diabaikan atau tidak begitu dianggap penting."
"Aku minta maaf tidak bisa menemanimu di sini karena aku harus menemui tamuku. Sekali lagi terima kasih sudah membawakan ini untukku.”
"Sama-sama, senang bisa membantumu."
Setelah mengucapkan salam perpisahan Mayang berjalan lebih cepat menuju bagian kedatangan karena ia tidak mau terlambat apalagi mengecewakan tamunya.
Mayang menarik nafas begitu ia sampai dan melihat jamnya untuk memastikan bahwa tamu yang akan datang belum tiba.
Mata Mayang menjelajah untuk memastikan apakah sopir perusahaan sudah tiba atau belum kemudian dari arah kanan ia melihat Ali berjalan menuju tempat dia sedang berdiri.
“Tamunya belum datang Bu?"
“Belum, makanya saya lagi perhatiin penumpang yang melewati pintu keluar itu," jawab Mayang mencoba mencari wajah tamunya. Dan senyumnya terlihat saat dia melihat sosok wanita yang tetap cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.
“Bu Lily…apa kabar,” sapa Mayang pada seorang wanita yang selalu baik dan perhatian padanya.
“Kabar aku baik dan kau sendiri makin terlihat cantik saja,” jawab Lily memuji Mayang.
“Ibu bisa saja. Tapi harus saya katakan Aamiin karena ucapan ibu adalah doa bagi saya,” jawab Mayang membuat Lily tertawa.
“Kau selalu bisa membalas kata-kataku. Hmm…Mayang, apa kita langsung ke work shop atau kau akan mengantarku ke pameran?” tanya Luly saat mereka berjalan menuju mobil yang sudah di parkir Ali tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri.
"Bagaimana kalau kita ke work shop lebih dulu. Seperti yang saya sampaikan pada ibu kalau kami mempunyai design baru dan sebagai klien special, baru ibu yang saya tawarkan karena ibu adalah costumer dengan omzet paling besar,” jawab Mayang.
“Kau selalu bisa merayuku Mayang. Tapi memang aku sudah jatuh hati pada design yang kau tawarkan hingga aku tidak sabar untuk melihatnya langsung.”
“Tentu saja saya sangat gembira karena ibu langsung meresponnya sehingga saya tidak perlu menawarkan pada pemilik showroom yang ada di daerah lain,” jawab Mayang tersenyum gembira.
Lilyana Hariyanto adalah salah seorang pemilik hotel dan juga Mall yang berasal dari salah satu kota yang berada di Indonesia bagian timur selain itu dia juga menjadi salah satu klien tetap produk furniture perusahaan Dorama Furniture tempat Mayang bekerja.
Hubungan Lily dengan Dorama berjalan dengan baik karena Lily selalu memenuhi kewajibannya dalam hal p********n sehingga Dorama selalu berusaha memberikan pelayanan yang baik dan semua itu dilakukan melalui kegesitan Mayang dalam bekerja.
Mayang tidak pernah mengecewakan kliennya dan ia selalu berusaha mencari solusi ketika menghadapi ekspedisi atau jasa pengiriman yang menggunakan container tiba-tiba terjadi kendala.
Mayang selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik meskipun om nya terkadang masih marah padanya. Apalagi setelah mendengar kalimat menghasut yang disampaikan Hana pada Om nya.
“Mayang, kemarin saya telepon kamu di kantor katanya sedang keluar. Aku berharap kau bisa menghubungi kembali karena aku sudah menitip pesan sama Hanna. Kau tahu, aku sampai malam masih menunggu kau menelepon balik.”
"Saya minta maaf Bu, kemarin saya memang berada di pameran dan lupa mengaktifkan ponsel saya. Sekali lagi saya mohon maaf karena tidak buru-buru menjawabnya. Saya benar-benar menyesal.”
Dalam hatinya Mayang kembali menyalahkan Hanna maupun Stella yang tidak bersedia menyampaikan pesan dari Lily untuknya.
Ia tidak mengerti apa tujuan Stela dan Hanna yang sebenarnya. Bukankah semua itu bisa merugikan perusahaan, apalagi kalau ada pesanan khusus? Saat ini Mayang hanya bisa mengikuti karena waktunya lebih banyak di luar.
"Saya tidak mengira kalau kau juga ikut serta mengawasi pameran. Apakah tidak ada orang lain lagi? Maksud saya yang bisa membantu pekerjaanmu."
"Kami bekerja bersama dan mempunyai tugas masing-masing. Selama saya masih bisa mengatasi, tidak masalah buat saya Bu. Dan saya bersyukur saya masih bisa bekerja dengan baik."
"Yang penting kau selalu menjaga kesehatan jangan sampai tenagamu dimanfaatkan orang lain.”
“Tentu Bu, terima kasih sudah mengingatkan. Saya pasti akan menjaga kesehatan dengan baik. Work shopnya masih jauh tidak?”
“Sebentar lagi kita sampai,” jawab Mayang dengan senyuman yang tidak pernah meninggalkan bibirnya.
Mayang dan Lily segera keluar dari dalam mobil dan Stela datang untuk menyambut kedatangannya.
"Selamat datang di workshop kami Bu Lily, saya harap ibu tidak terlalu lama menunggu," sapa Stella ramah.
"Terima kasih Kak Mayang sudah bersedia menemui Bu Lily di bandara dan menemaninya kesini," kata Stella dengan senyum manisnya sementara Mayang mengerutkan kening.
Apa maksud Stela, apakah dirinya sama sekali tidak dianggap sementara tamu yang baru datang adalah kliennya.
“Mari Bu, saya akan mengenalkan produk baru kami. Saat ini workshop kami sudah mengeluarkan produk baru dan ibu beruntung karena mendapatkan kesempatan pertama untuk membelinya dan menjadikan barang andalan di showroom ibu," ucap Stella menyela posisi Mayang yang lebih tinggi darinya.
"Maaf Bu Stella, saya tidak mengerti masalah pengaturan disini, tapi saya sudah sekian lama menjadi customer Mayang. Jadi saya minta maaf kalau saya ingin Mayang yang memberi penjelasan pada saya. Bagaimana pun Mayang yang sudah mengundang saya ke sini," tegur Lily tajam.
Lily terlihat tidak menyukai sikap Stela yang menurutnya tidak pantas, apalagi ditujukan pada senior sekaligus atasannya sendiri.
“Sebenarnya antara saya maupun Kak Mayang memiliki tanggung jawab yang sama untuk memasarkan produk kami, saya yang bertugas di workshop sedangkan Kak Mayang bertugas di luar. Saya harap ibu tidak keberatan," kata Stella bersikap keras hati membuat Mayang tidak nyaman.
"Maaf Bu Lily, silahkan ibu lihat-lihat dulu mana produk baru kami yang bisa membuat ibu tertarik dan kami akan memberikan penjelasan dengan detail apa keistimewaan nya," saran Mayang dengan ramah.
“Mungkin saya termasuk costumer yang sulit Bu Stella apalagi kalau ada yang tidak saya sukai. Bagi saya tanggung jawab dan pelayanan adalah yang terpenting,” jawab Lily.
“Mari Bu….” Ajak Mayang pada tamunya.
Walaupun dalam hatinya Mayang jengkel pada Stella tetapi tidak mungkin baginya untuk menegur Stella langsung dan meninggalkan tamunya meskipun keinginan tersebut begitu dalam.
Mayang menemani Lily melihat produk andalan mereka sembari memberikan penjelasan lebih detail tentang kelebihan dan kekurangan tersebut bila di jual di showroom milik Lily. Dia harus menjelaskan karena sebagai produsen, Mayang tidak mau membuat costumernya kecewa. Sudah membeli dengan harga mahal ternyata tidak di minati.
“Kenapa kau bilang produk ini kurang diminati?” tanya Lily ingin tahu.
“Saya melihat lingkungan tempat showroom ibu berada memiliki ruangan yang besar dan produk seperti ini seperti telur di dalam lemari…begitu kecil hingga tidak terlihat. Saran saya, ibu bisa memesan 1 set saja, sebagai contoh dan ibu bisa memberikan pelayanan pada pembeli kalau model seperti ini bisa di pesan dengan ukuran khusus,” kata Mayang memberikan penjelasan.
“Jadi model ini bisa di pesan khusus?”
“Bisa Bu. Ibu tinggal berikan saja ukurannya pada kami,” jawab Mayang yakin.
“Saya suka dengan penjelasanmu. Boleh saya ke toilet dulu? Saya tadi tidak sempat ketika di bandara tadi.”
“Silahkan Bu, saya akan menunjukkan pada ibu.”
Mayang mengantar Lili ke toilet lalu dia menarik Stella yang sejak tadi mengikuti dan menyela setiap kalimatnya.
“Apa-apaan kau, apa kau tidak tahu apa resikonya kalau Bu Lily tersinggung dan menolak mengambil barang pada kita lagi!” tegur Mayang.
“Mayang, aku tahu apa yang terbaik untuk memasarkan produk perusahaan kita. Asal kau tahu aku lebih mempunyai wewenang pada perusahaan ini dibandingkan dirimu karena aku adalah keponakan Om Allen langsung sementara kamu hanyalah keponakan dari isterinya," balas Stella tajam.
Senyum sinis membayang di bibir Mayang, “Aku tidak mengira kamu memposisikan dirimu sebagai keponakan bukannya sebagai pegawai. Buktikan kalau dirimu mampu bekerja dan mencari costumer baru bilang kau lebih berhak," balas Mayang tajam.
Mayang sangat jengkel dengan sikap Stella, tetapi dia tidak bisa membiarkan Lily melihatnya saat dia kembali menemui tamunya.
“Bagaimana Bu, apakah sudah ada yang mengena di hati?” tanya Mayang sementara salah seorang karyawan mengingutinya dengan membawa minuman lalu Mayang memberikannya pada Lily.
“Terima kasih.”
“Ada beberapa barang yang saya sukai. Apakah ini 1 set dengan barang yang lainnya?”
“Benar Bu, sofa ini termasuk bagian dari tempat tidur bertiang, sofa santai, meja rias dan meja telepon dan kami menawarkan untuk kamar di hotel ibu. Saya yakin tamu yang akan datang menginap pasti menyukainya. Apalagi hotel ibu sudah terkenal dengan pelayanannya yang sangat memuaskan.”
“Kau memang selalu pintar membujuk Mayang.”
“Saya pasti semakin pintar kalau ibu menjadikan furniture Dorama sebagai furniture yang di pakai di resort yang sedang dibangun. Dengan furniture yang memiliki kesamaan dari ruang tamu, ruang makan sampai kamar tidur, bahkan ada mini bar nya. Jadi saya memberikan rekomendasi bahwa ini sangat cocok dan pas untuk resort mewah yang sedang ibu bangun."
Lily memandang Mayang tidak percaya. Bagaimana bisa wanita di depannya bisa memberikan keyakinan dengan informasi yang dimilikinya. Apakah ada yang tidak diketahui Mayang. Dia yakin sebelum bicara pada klien Mayang sudah mempersiapkan semuanya.
“Saya tidak mengira kau sudah mengetahui apa yang saya lakukan di daerah."
“Saya minta maaf sudah membuat ibu tidak nyaman, percayalah saya bukan petugas pajak,” jawab Mayang membuat Lily tertawa.