Dunia selalu berkutat tentang cinta, menggantung indah bagaikan mainan cantik di genggaman seorang bayi. Merambat semu melalui belaian jari kelingking yang tak berani bersuara. Mengubah akal menjadi sangka, mengubah nyata menjadi hanya, mengubah bahagia menjadi celaka. Mengubahmu, yang kini menatapku melalui bola matamu yang bercahaya, yang dulu pernah membuatku tersenyum geli akan tindakanmu. Mengubahmu menjadi seseorang yang tidak pernah kupikirkan akan menjadi sumber kebahagianku, menjadi pusatku, dan deras aliran darahku. Begitulah kau saat itu dan masih terlihat sama sekarang.
Sejak kapan kah rasa ini menemuiku, entah kenapa dan bagaimana, dunia selalu menemukanmu di sekitarku. Dunia selalu menempatkanmu dalam lingkaran di sekitarku tetapi bukan itu yang ingin kupertahankan. Dunia selalu melawanku, dan kamu hanya menatapku diam, dengan seribu rahasia dalam hidupmu yang tak pernah kau biarkan aku menyentuhnya. Dunia selalu berjalan dengan kepercayaan dirinya, membiarkan aku terdiam di tempat yang sama, dalam kesendirian yang mencekikku, tak memberiku ampun sedikitpun dan kau tetap terdiam disana. Kau dengan semua hal yang membuatku bertekuk lutut padamu - diam tak bergerak di sana. Kini aku merasa semua ini- ikatan ini terlalu ringan untuk kuraih.
Aku ingin kembali di tempat pertama kali aku merasakan sebuah kenyamanan dalam tetes hujan di luar kaca yang terlihat dingin mencekam. Aku ingin kembali pada saat dimana hatiku kosong. Aku ingin kembali, sungguh, perasaan ini tidak sedalam yang aku kira, dan sekarang aku hanya ingin kembali. Kenapa kau selalu tak mengijinkanku melewati bayanganmu? Aku yakin tidak membuat janji apapun mengenai hal ini, aku sudah lelah dan aku hanya ingin menemukan tempat yang dulu merasa nyaman. Tempat dimana aku bisa terdiam tanpa meneteskan air mata ketika mengingatmu.
Namun, aku sadar dunia yang aku hadapi sekarang telah berubah, dunia tenang dalam ingatanku telah lepas dari genggamanku. Duniaku bukan lagi milikku sepenuhnya, seseorang telah mengambilnya dan bodohnya, aku melepaskannya begitu saja. Bodohnya, aku tersenyum bahagia ketika kau mengulurkan tangan hangatmu selama ini.
Apakah aku harus memohon dan melepaskan air mataku lagi untukmu ? Apakah aku harus bertahan untukmu? Berilah aku petunjuk, karena organ tubuhku ini, yang sedang kupegang erat agar tak remuk ini, rasanya sakit sekali. Dan kini, aku merasakan serpihan kaca mengiris tanganku dengan garis halus seperti senyumnya yang terakhir kali aku ingat.
Tak kusangka ternyata aku bukanlah pemeran utama. Tentu saja aku tidak bisa meminta akhir yang bahagia dari-Nya, satu-satunya tempatku berharap.
****
Ruangan itu sudah berubah dari saat pertama kali Elle datang dengan boneka lusuh di pelukannya. Ruangan itu dulu tampak sangat besar, dingin, dan kosong. Bahkan ia bersumpah pernah melihat laba-laba kecil di sudut atasnya. Dinding putihnya sudah menghitam dan lusuh karena tidak dirawat. Hanya ada jam besar bewarna hitam dengan angka yang memudar di dalamnya. Waktu sudah berjalan sangat cepat, tiga belas tahun sudah berlalu. Ruangan itu kini telah menjadi kamar seorang perempuan berumur tujuh belas tahun yang memiliki banyak mimpi. Kamar itu sudah dipenuhi barang-barang berharga yang ia dapatkan sepanjang hidupnya. Tempat tidur berukuran sedang berada di tengah ruangan, menjadi tempat paling menyenangkan untuknya. Sebuah boneka sapi kecil menghiasi meja belajarnya, manis, bewarna merah muda dengan bintik-bintik abu-abu yang tipis. Itu adalah boneka kesayangannya yang diberikan oleh ayahnya dulu.
Namun, ada yang berbeda sekarang. Seorang laki-laki terbaring kaku di tempat tidurnya yang masih berantakan karena belum sempat ia bersihkan. Elle benar-benar bersumpah ia tidak mengenal laki-laki itu. Laki-laki yang kini berbaring di kamarnya dengan mata tertutup dan sedikit darah di keningnya.
Dengan kening berkerut, Elle memandang wajah laki-laki itu sekali lagi.
Beberapa debu hitam m*****i titik-titik wajah porselennya. Laki-laki itu merapatkan kelopak matanya dengan erat, seakan tidak mengijinkan Elle untuk melihatnya lebih dekat. Tiba-tiba getaran aneh merasuki kulit Elle ketika tangan putih kecil di samping kasurnya itu bergerak kecil seperti meminta pertolongan. Elle mendekatkan dirinya ketika melihat mata laki-laki itu perlahan-lahan terbuka. Menemukan sepasang mata emas dengan butiran cahaya mengkilap yang membuat Elle terdiam. Kenapa tatapan laki-laki itu membuatnya ragu? Kenapa iris laki-laki itu begitu tajam menembus serambi kulitnya ? Begitu tajam hingga membuat Elle hanya diam tak berkutik menatapnya dan tak bisa mengatur nafasnya sendiri hingga suara serak yang keluar dari bibir tipis itu menyadarkannya. Tatapan tajam laki-laki itu mulai melemah.
"Siapa kamu?"
Elle seketika menegakkan kepalanya. Tidak berniat menjawab dan hanya menatapnya dalam diam, memberi kesempatan laki-laki itu mengingat kembali apa yang terjadi hingga Elle tersentak ketika iris laki-laki itu menatapnya tajam sekali lagi. Membuatnya mundur, tak suka dengan tatapan laki-laki itu. Tak suka tatapan mata yang membuatnya lemas itu.
"Kamu sudah ingat?"