Lulun samak datang ke acara pernikahan Candra dan Wulan

1058 Words
Sekitar pukul delapan malam Lulun samak itu berpamitan dengan keluarga mempelai beserta dengan Wulan dan juga Candra. Lulun samak itu tak henti-hentinya menatap Candra yang membuat Wulan seakan tak nyaman dengan tatapan Lulun samak itu terhadap laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya itu. Bahkan disaat kepulangannya, pak Cokro pun mengantar Lulun samak itu sampai ke parkiran mobilnya. “Terima kasih nyonya Kartika,” ucap pak Cokro kepada wanita cantik itu. Tampak Lulun samak itu masuk kedalam kursi penumpang dan mobil itu berjalan. Pak Cokro melihat sang supir dengan wajahnya yang tampak pucat dan pandangannya kosong. Saat akan masuk kedalam rumah, langkah pak Cokro dihentikan oleh penjaga yang juga penasaran dengan kehadiran wanita itu. “Pak..., Tadi saya mengajak laki-laki itu berbincang, tapi supir wanita itu wajahnya tampak pucat dan dia tidak menjawab pertanyaan kami.” Ucap penjaga itu. “ahh sudah lah..., Lebih baik kalian tetap jaga saja disini!” ucap pak Cokro lalu pergi meninggalkan mereka. Kedua penjaga itu pun agak takut dengan supir nyonya Kartika yang mengantarnya pergi ke acara pernikahan putri pak Cokro. Walau supir berwajah pucat itu menyetir mobil merah yang sangat mewah, tapi tak terlihat diwajahnya setitik kebahagiaan. Wajah supir itu terlihat pucat dan tatapannya kosong. Penjaga yang mengajaknya bersalaman pun tangannya tak disambut oleh pria pucat itu. Memang tampak menakutkan seperti mayat hidup. Memang laki-laki yang menjadi supir itu adalah salah satu orang yang pernah tenggelam didanau di masa lalu. Pak Cokro mengenalnya, namun pak Cokro diam. Sementara kedua penjaga itu tak ada yang mengenalinya karena kedua penjaga itu datang bersama dengan WO yang sudah disewa oleh Wulan. Laki-laki yang menjadi jelmaan Lulun samak itu sudah meninggal sekitar dua puluh tahun yang lalu akibat ditumbalkan oleh pak Cokro. Pak Cokro yang sudah kembali ke pelaminan itu melihat wajah Bu Sekar yang tampak tidak enak. Bu Sekar menyimpan pikiran negatif yang ditujukan untuk suaminya itu. Di hari pernikahan Wulan, hati Bu Sekar seperti teriris ketika melihat keakraban antara suami dan juga wanita yang mengaku namanya sebagai Kartika. “Ibu..., Ada apa denganmu?” bisik pak Cokro yang sedang berdiri disamping sang istri. Bu Sekar tidak menjawab dan tidak menghiraukan pak Cokro dan malah berbincang dengan tamu yang ada didepannya. Seketika pak Cokro sadar bahwa istrinya sedang marah kepadanya. Pak Cokro pun langsung turun dari panggung dan duduk di antara tamu-tamu lainnya. Pak Cokro berbincang bersama dengan para koleganya. Beberapa ucapan selamat atas pak Cokro dilayangkan kepada beliau. “oh iya pak Cokro, laki-laki beruntung yang menjadi menantumu itu siapa? Dia anak perusahaan mana?” tanya salah seorang pria setengah baya. Pria ini juga merupakan teman bisnis pak Cokro. “Oh..., Menantuku itu bukan anak seorang yang mempunyai perusahaan, tapi dia sedang merintis karirnya didesa ini.” Ucap pak Cokro lalu pergi meninggalkan mereka. Pak Cokro merasa tidak nyaman dengan Pertanyaan salah satu koleganya itu. Pukul sembilan malam, acara hari pertama pernikahan Wulan dan Candra telah selesai. Kini Wulan dan Candra pun bisa tidur berdua dengan label halal pada hubungan mereka. Namun malam itu mereka tidak langsung melakukan malam pertama. Keduanya memang sepakat akan hal itu. Candra juga merasa sangat lelah karena tamu pak Cokro yang datang ke acara pernikahannya. Setelah mandi dan mengganti pakaian, Wulan dan Candra pun langsung tidur berdua hingga terlelap. Kamar pengantin yang sudah dihias dengan indah itu membuat mereka bisa tidur dengan nyenyak. Wulan pun tidur dalam pelukan Candra, begitupun dengan Candra yang tidur sambil memeluk istrinya baru saja dinikahinya. Sementara itu, pak Cokro dan Bu Sekar membuka isi amplop dari teman-teman yang sudah diundangnya. Hari ini memang dikhususkan untuk tamu teman pak Cokro dan Bu Sekar. Untuk besok ada sedikit teman pak Cokro dan juga teman kuliah Wulan dan juga Candra. Tentunya hal itu membuat Candra dan Wulan tampak lelah. “Bapak..., Kita buka amplopnya sekarang ya...,” ucap Bu Sekar. “Ibu sudah tidak marah lagi?” tanya pak Cokro menggoda istrinya. “bapak ini!” jawab Bu Sekar sambil matanya yang melerok seram. Pak Cokro lalu tersenyum sambil mencium kening istrinya. “bu..., Putra putri kita pasti sudah melakukannya.” Ucap pak Cokro menggoda Bu Sekar. “Ya kan memang sudah sewajarnya, mereka kan sudah menikah dan sudah sah. Apa bapak tidak ingin punya cucu?” tanya Bu Sekar. “Ya mau..., Bapak ini kan masih kuat, masih bisa lah kalau untuk mengajak cucu bermain.” Ucap pak Cokro sambil menarik turunkan keningnya. Pak Cokro dan Bu Sekar masih sibuk dengan amplop-amplop itu. Bu Sekar juga terlihat penasaran dengan amplop yang diberi oleh nyonya Kartika. Bu Sekar memegang salah satu amplop pemberian nyonya Kartika. Terlihat sangat tipis dan Bu Sekar lalu membukanya, “pak.. , ini amplop dari siapa? Kenapa sangat tipis?” tanya Bu Sekar kepada suaminya. Bu Sekar merasa dipermainkan oleh amplop itu. “Ya buka saja Bu...,” ucap pak Cokro. Bu Sekar lalu membuka amplop itu dan berisi cek kosong dan dibelakangnya cek itu ada selembar kertas kecil bertuliskan, “kau boleh menulis berapa jumlah uang yang kau mau, ambilah uang itu ke bank. Kartika.” Itulah isi tulisan itu. Bu Sekar yang membaca tulisan itu pun tampak kaget, “bapak..., Sebenarnya siapa sih Kartika itu? Kenapa dia menyumbang dengan cek kosong?” tanya Bu Sekar heran. “Itu artinya kita disuruh menulis berapa uang yang kita harapkan Bu. Nyonya Kartika itu orang yang sangat kaya, bahkan beliau yang membantu bapak dalam mengelola bisnis bapak.” Ucap pak Cokro. “Bapak tidak main-main dengan wanita muda itu kan?” tanya Bu Sekar menatap tajam suaminya. “ibu ini kenapa? Ibu tidak perlu berpikir macam-macam mengenai bapak, bapak ini tidak pernah main serong dengan wanita lain!” ucap pak Cokro berbicara dengan nada yang agak meninggi. Bu Sekar lalu mengambil bolpoin dan langsung menulis angka satu milyar pada cek itu. Bu Sekar ingin tahu bahwa apakah wanita mampu membayar uang sebanyak itu. Pak Cokro pun membiarkan istrinya itu karena tak ingin berdebat lagi. Melihat tulisan uang satu milyar tentunya membuat pak Cokro berfikir lagi, “siapa yang akan menjadi tumbal selanjutnya?” tanya pak Cokro dalam hatinya. Pak Cokro tahu tentunya uang satu milyar tak akan diberikan secara gratis, sudah pasti Lulun samak itu meminta tumbal atau meminta jiwa seseorang untuk dijadikan tumbalnya. Hal itu membuat pak Cokro sedikit berkeringat malam itu. Pak Cokro lalu mengajak istrinya untuk menata uang-uang itu dan menyimpannya di brangkas yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD