Bab 5. Terungkapnya Kehamilan yang di Rahasiakan

1038 Words
Maura yang begitu penasaran dengan bayangan tersebut terus berjalan menyusuri setiap sudut rumah. Hingga langkahnya tiba-tiba terhenti saat ia melihat lampu di sebuah ruangan yang berada di lantai bawah menyala. "Lampu ruangan itu menyala, apa jangan-jangan di dalam ada orang." Perlahan ia mulai berjalan ke arah ruangan itu. Ada rasa takut dan khawatir dalam hatinya. Namun, sebisa mungkin ia tepis demi mengetahui siapa pemilik bayangan tersebut. "Dewa." Matanya membulat sempurna saat melihat sosok Dewa sudah duduk di sebuah kursi kerja. Pria itu terlihat menutup wajah dengan menggunakan kedua tangannya. Dewa yang mendengar suara Maura segera menoleh ke arah gadis itu. Tatapan mata yang tajam kini terlihat jelas di mata Dewa. Maura kini hanya bisa berdiri terpaku sambil sesekali menelan slavinanya sendiri. Sementara Dewa yang sejak tadi duduk, kini sudah berdiri dan mulai berjalan ke arahnya. "Siapa Ayah dari anak itu." Tanya Dewa yang sudah berdiri di hadapan Maura terus menatapnya dengan tajam. "Apa maksudmu? A-aku nggak tahu maksud ucapanmu." Maura terdengar gugup mendengar pertanyaan pria yang baru saja menjadi suaminya. Kakinya kini mulai gemetar karena rasa takut yang ada di dalam hatinya. Dewa yang sudah tidak dapat menahan emosinya langsung memegang tangan gadis itu dengan erat. Sambil mendekatkan wajahnya ke arah Maura. "Cepat katakan siapa Ayah dari anak yang ada di dalam kandunganmu." "Aduh! Lepaskan. Sakit tau, kamu apa-apaan sih. Lagi pula siapapun Ayah anak ini nggak ada urusannya sama kamu." Maura langsung menarik tangannya dengan keras. Wajah Dewa malam ini benar-benar menakutkan, bahkan bisa dibilang lebih menyeramkan dari hantu. "Bukan urusanku kamu bilang! Apa kamu lupa kalau kamu itu istriku? Jadi ini alasannya kenapa Tuan Darma memintaku menikahimu, hanya untuk menutupi aib yang kamu bawa. Kalian pikir aku ini boneka yang bisa kalian permainkan dengan seenaknya!" teriak Dewa yang berdiri tepat di hadapan Maura. Gadis itu kini benar-benar terlihat begitu ketakutan. Dalam hati Maura terus menyalahkan Marko atas apa yang ia alami saat ini. "A-aku nggak bermaksud seperti itu, kamu salah paham." "Kamu kemasi barang-barangmu, besok pagi aku akan mengantarmu pulang ke rumah orang tuamu." Dewa langsung memotong ucapan Maura. Ia juga segera meninggalkan ruangan itu tanpa mempedulikan Maura yang mulai meneteskan air mata. *** Pagi hari, setelah membersihkan tubuhnya. Dewa segera keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ke meja makan. Terlihat Maura sudah duduk mematung sambil menunduk. "Cepat habiskan makananmu, setelah itu aku akan mengantarmu pulang ke rumah orang tuamu." Dewa yang baru saja tiba langsung duduk di hadapan Maura. Ia sama sekali tidak memperdulikan perasaan gadis itu. Bahkan pria bertubuh kekar itu langsung mengambil makanan dan meletakkan pada piringnya. "A-apa enggak bisa kamu menunggu sampai anak ini lahir, aku yakin Papa juga pasti akan meminta hal itu padamu." Gadis itu kini mulai terlihat ketakutan. "Aku nggak bisa mengakui anak yang bukan darah dagingku. Sudah lebih baik cepat kamu makan dan kita segera berangkat ke rumah orang tuamu." Dewa menjawab tanpa melihat ke arah Maura yang masih menatapnya. Mata gadis itu tidak dapat berbohong, ia sangat berharap jika Dewa mau merubah keputusannya. Satu jam berlalu, setelah menyelesaikan sarapannya. Dewa segera meminta sang istri untuk masuk ke dalam kamar dan mengambil tasnya. Sementara itu ia langsung berjalan ke arah ruang tamu. "Apa nggak bisa kita bicarakan semua ini dengan baik-baik." Lagi-lagi Maura kembali mencoba untuk membujuk Dewa agar mau membatalkan keputusannya. "Cepat ambil kopermu, aku tunggu di ruang tamu." Pria itu langsung berdiri dan merapikan jasnya. Bahkan seperti biasa ia terlihat tampan dengan kacamata hitam yang biasa digunakannya. Dasar pria keras kepala, ia benar-benar tidak mau mendengar ucapan ku sama sekali." Gadis itu bergumam dalam hati sambil terlihat memonyongkan bibirnya. Maura yang tidak punya pilihan lain langsung berjalan ke arah kamarnya. Sesampainya di dalam kamar, gadis itu mulai mengambil koper yang ada di atas lemari. Dan langsung memasukkan pakaiannya. "Ini semua gara-gara Marko. Jika saja b******n itu enggak melarikan diri hidupku pasti nggak akan seperti ini, dasar laki-laki b******k! Awas saja kalau suatu saat aku bertemu dengannya aku pastikan hidupnya berantakan." Maura terus mengumpat sambil memasukkan pakaiannya ke dalam tas koper. Saat ini ia benar-benar marah terhadap Marko yang sudah membawa hidupnya dalam sebuah kehancuran. Bahkan karena tindakan Marko ia terpaksa harus menikah dengan sopir miskin itu. Setelah memastikan semua pakaiannya masuk ke dalam koper. Maura segera berjalan menemui Dewa yang sudah menunggunya di ruang tamu. Dari kejauhan pria itu sedang menikmati sebatang rokok di tangannya. "Aku sudah selesai." Maura kini sudah berdiri di hadapan Dewa. Pria itu hanya melirik sekilas ke arah sang istri, dan langsung mematikan rokok yang ada di tangannya. Ia juga segera menggunakan kaca matanya kembali, dan segera berjalan ke luar rumah. Dengan diikuti Maura yang berjalan di belakangnya sambil menarik tas koper miliknya. Baru saja mereka membuka pintu mobil yang terparkir di halaman rumah. Tiba-tiba sebuah mobil mewah masuk ke halaman rumah tersebut. Melihat kedatangan mobil itu, Dewa langsung melepaskan kaca mata yang ia gunakan. Tidak berapa lama, seorang wanita dan pria paruh baya turun dari mobil. Sambil tersenyum bahagia mereka mulai berjalan menghampiri Dewa dan Maura. Mama, Papa,” batin Dewa. "Cepat kamu masuk ke dalam." Perintah Dewa tanpa menoleh ke arah Maura yang berdiri di dekatnya. "Tapi … ." "Aku bilang cepat masuk ke dalam kamar, dan jangan keluar sebelum aku perintahkan!" bentak Dewa sambil menoleh ke arah Maura. Sambil memonyongkan bibirnya Maura segera meninggalkan tempat itu dan masuk ke dalam rumah. "Dasar pria aneh. Seenaknya saja dia memerintahku, emang dia pikir siapa bisa memerintah putri majikannya." Gerutu Maura sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Namun, kali ini ia tidak menuruti perintah Dewa. Maura yang penasaran dengan kedatangan dua orang itu memutuskan untuk bersembunyi di balik pintu. Ia berharap bisa mendengar semua pembicaraan Dewa dengan tamunya. Dua orang itu terlihat begitu modis dengan pakaian yang mereka gunakan. Bahkan jika dilihat dari penampilannya, serta mobil yang mereka gunakan. Kedua orang itu jauh lebih kaya dari keluarga Maura. Dewa yang kini sudah berdiri di hadapan kedua tamunya langsung mencium pipi wanita yang ada di hadapannya. Senyum bahagia terlihat jelas di wajah wanita itu saat melihat Dewa. Ia juga terlihat memperhatikan tubuh pria itu dengan sangat bangga. “Bagaimana kabarmu?” tanya wanita itu sambil memegang pipi Dewa dengan lembut. "Sebenarnya siapa sih mereka? Kenapa Sopir miskin itu terlihat panik saat mereka datang, dan langsung menyuruhku masuk." Maura terlihat memperhatikan mereka dari kejauhan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD