7.DIA

1770 Words
Usai makan malam, Verlin berdiam diri duduk di balkon kamar. Entah, pemandangan langit malam ini tampak lebih indah. Membuat hati sedikit tenang di tengah resah yang Verlin rasakan. Pandangan Verlin tak sengaja melihat mobil yang terparkir di depan rumah. Setelah dia ingat-ingat, mobil yang sama sering nampak parkir di depan. Mobil siapa itu ? dan apa tujuannya ? Verlin tersentak kaget ketika tiba-tiba Kak Rendi duduk di sebelahnya. “Kak Rendi ?” kagetnya “Sedang apa Ver ? Kakak mengganggumu ?” “Hanya mencari udara segar. Kakak sendirian ?” “Iya. Mengantar makanan untuk Papa. Tadi Rosa mencoba resep baru dan Papa ingin mencobanya.” “Begitu rupanya. Eh, Kak itu mobil siapa sih ?” menunjuk mobil yang terparkir di depan rumah “Tidak tau. Kenapa ?” “Aneh aja. Beberapa hari ini parkir di sana terus ?” "Jangan dipikirkan. Mungkin tamu dari tetangga depan atau kendaraan online ?” “Kendaraan online ? Tidak mungkin kak.” “Kenapa tidak mungkin ? Sekarang kan banyak sekali kendaraan online yang mencari penumpang dan mangkal di perumahan, ” jawab Rendi santai “Kak, bukan begitu. Masalahnya siapa yang memakai mobil Mercy seri terbaru begitu untuk jadi kendaraan online ?” “Tidak ada yang tidak mungkin. Tidak usah dipikirkan, bukan urusan kita juga.” “Iya sih, tapi takutnya orang jahat lagi mengintai kak,” sahutku “Berdoa saja tidak ada apa-apa. Jangan terlalu negative thinking. Ngomong-ngomong bagaimana kamu dan Kafian, sudah bertemu ?” “Belum kak. Kenapa ?” “Hubungi dia, Ver. Asal kamu tau beberapa kali Kafian menanyakan kamu apakah masih ingat dengan dia tau tidak. Kakak sudah memberikan kontak mu padanya, tapi dia menolak. Dia bilang agar kamu yang mengingatnya juga dan tidak hanya Kafian. Dia takut kamu lupa sama dia dan akan mengganggu waktumu kalau menghubungimu duluan.” “Dia masih ingat aku kak ? serius ?” “Jelas masih. Kamu kira dia sudah melupakanmu ?” tanya Kak Rendi yang ku jawab anggukan pelan “Hubungi dia. Bicaralah sebagai orang yang saling mengenal jangan sungkan.” “Tapi kak, aku juga takut mengganggu waktunya.” “Tidak akan. Percaya sama kakak,” ucap Kak Rendi sambil bangkit “Kemana kak ?” “Pulang. Mau apalagi ?” “Okelah. Salam buat Kak Rosa dan Sharla.” “Mainlah ke rumah sabtu nanti. Rosa akan masak banyak untuk percobaan menu restoran yang baru. Datanglah, temani Sharla dan cicipi masakan kakakmu.” “Siap bos. Boleh bawa teman ?” “Siapa ?” “Dinda atau Vino, itu juga kalau mereka ada waktu.” “Silahkan, asal tidak merepotkan mereka. Kakak pulang dulu. Ingat pesan kakak.” Rendi berlalu keluar dari kamar. Verlin mulai membuka ponsel dan memandang nomor seseorang yang beberapa hari lalu di simpan. Saat menengok ke arah mobil Mercy yang terparkir tadi, tampak Rendy menghampiri mobil tersebut. Kemudian tak berapa lama mobil itu melaju, begitu juga mobil Rendi. Ah, mungkin benar itu hanya taksi online. Kembali menimbang, dengan ragu Verlin memencet tombol hijau. Sekali panggilan tak terjawab, hingga ketiga kalinya tak ada jawaban. Dia sudah menyerah, lalu meletakkan ponsel di meja. Tak berapa lama, ponsel itu berdering. Pesan rupanya. Kak Kafian Maaf, saya sedang menyetir. Akan saya hubungi nanti Verlin Baik. Maaf mengganggu. Jika sibuk tidak perlu telpon balik Saya Verlin, adiknya Kak Rendi Maaf mengganggu Kak Kafian Kak Kafian Tak apa, tidak sibuk. Hanya saja masih di jalan. Tidak baik bukan mengangkat telpon sambil nyetir.. Ah, iya Lili. Aku sudah tau ini kamu Lili, nama panggilannya saat kecil dari Kafian. Karena menurutnya, Verlin terlalu ribet dan sangat menyukai white lily maka Kafian memanggilnya Lili. Begitu juga dengan Verlin, menyebut nama Kafian terlalu panjang. Akhirnya Kak Kaf adalah nama yang simple yang selalu terucap. Dia masih ingat itu, Kafian idak lupa nama kecilnya. Akankah dia ingat janji itu ? Kak Kafian Calling “Assalamualaikum...” salamnya “Waalaikum salam...” jawab suara di seberang sana. Hanya hening tak ada lagi yang bersuara. Bingung. Verlin terdiam karena bingung apa yang harus dia katakan. Suara ini, ia seperti pernah mendengarnya. Sepertinya Verlin kenal dengan suara ini sebelumnya. “Halo, Lili... masih disana ?” “Ah... iya kak, masih. Apa aku mengganggu Kak Kafian ? tanya Verlin ragu, hanya terdengar suara terkekeh pelan diujung sana “Kak...?” “Sudah aku katakan, kamu tidak mengganggu. Justru aku menunggu kabar mu.” “Kenapa ?” “Kenapa apanya Li ?” “Kenapa menunggu kabar ku ?” “Karena aku rindu.” Tak mampu berkata-kata, Verlin membisu, tak tau juga harus membalas apa. Rindu ? Kafian merindukannya ? “Lili, kamu diam lagi ? Apa aku ada salah ?” “Tidak. Tentu tidak.” “Kenapa tidak menjawab ? Apa kamu tidak merindukanku juga ?” “Bukan begitu Kak, aku hanya kaget. Jelas aku juga rindu kakak. Puluhan tahun tidak bertemu.” “Oh ya. Baguslah kalau kamu juga rindu.” “Kakak baru pulang kerja ?” “Tidak. Hanya dari suatu tempat.” “Kak Kaf, apa kabar ?” “Baik. Tapi mungkin tak sebaik kabarmu. Dan tak sebahagia kamu.” “Maksud Kakak ?” “Oh tidak. Lupakan saja. Li, ini sudah malam apa kamu tidak akan tidur ? apa besok kamu tidak ada kegiatan.” “Aku besok masih harus kuliah kak.” “Kalau begitu istirahatlah. Ini sudah terlalu malam, kita bisa sambung lagi bicaranya besok.” “Emm.... selamat malam Kak. Selamat istirahat.” “Tentu, selamat malam juga gadis kecil. Good night.” Verlin mematikan sambungan telpon. Rasanya aneh, seperti sudah sering bertemu meski nyatanya mereka lama tak berkomunikasi. Kafian, dia masih seperti yang dulu. Hanya Verlin yang sudah berubah. ** “Sharlaa.....” teriak Verlin memanggil Sharla di ruang bermain. Ya, hari ini seperti janjinya pada Rendi, dia berkunjung ke rumah Rendi. Kak Rosa bilang Sharla sedang bermain, sedangkan Kak Rendi di taman belakang bersama temannya. Entah siapa, dia hanya menghampiri Sharla usai Kak Rosa kembali ke dapur. “Aunty....” pekik Sharla “Keponakan Aunty yang cantik sedang main apa ?” “Sedang menyusun puzzle Aunty. Habisnya bosan tidak ada teman.” “Kenapa tidak main bersama Papa ?” “Papa sibuk, tadi ada Om baik datang.” “Om baik ? siapa ?” “Teman Papa. Aunty belum kenal ?” tanya Sharla polos yang hanya ia jawab dengan gelengan “Ayo Aunty kita menyusul Papa dan Om. Biar Aunty kenal,” ajak Sharla “Apa kita tidak akan mengganggu Papa ?” “Tidak, Om pasti senang bertemu Aunty.” “Senang ? Apa Om itu kenal dengan Aunty ?” tanya Verlin penasaran, Sharla mengangguk mantap sebagai jawaban “Kemarin, Om menanyakan Aunty terus. Papa dan Mama juga sering menceritakan Aunty," Verlin kaget dengan jawaban Sharla. Siapa dia, kenapa mengenalnya? “Ayo Aunty...” ajak Sharla menarik tangannya menuju taman belakang. Tampak dua pria sedang bersantai di Gazebo, di pinggir kolam. Yang satu Kak Rendi, dan satunya lagi.... seperti pernah melihat punggung tegap itu. “Papa...” teriak Sharla Kedua pria itu menengok. Kak Rendi menyambut Sharla dengan tersenyum. Dan satu lagi, dia..... wajahnya tampak kaget dan ada binar cerah di sana. Pria itu, beberapa kali mereka bertemu dan dia menolong Verlin. Arga. “Sayang, jangan lari. Nanti jatuh,” ujar Rendi dan Sharla hanya tertawa naik ke pangkuan Kak Rendi “Kamu ? Arga ?” tanya Verlin dan menatapnya “Arga ? Ah, sepertinya kalian perlu bicara berdua. Aku tinggal dulu ya Ver, Kaf ?” sahut Rendi sambil membawa Sharla dalam gendongan berjalan menuju pintu rumah “Kaf...?” lirih Verlin “Duduklah dulu...” perintah Kafian sambil menepuk tempat di sebelahnya “Kamu mengenal Kak Rendi ? Kamu sebenarnya siapa ?” tanya Verlin bingung “Jangan kaget begitu, Li. Aku memang mengenal Rendi. Sangat mengenalnya.” “Li...? Kamu memanggilku apa ?” “Lili. Bukankah begitu aku selalu memanggilmu sejak dulu,” jawabnya tenang, Verlin menatapnya dari samping dengan kaget “Namaku Kafian Arganta Permana kalau kamu lupa Verlin Mayza Adyatma,” ucapnya membuat Verlin melongo “Kak Kaf...?” “Iya. Ini aku, Li.” “Kenapa waktu itu bilang kamu Arga ? kenapa tidak bilang kalau kamu Kak Kafian ?” “Karena itu memang namaku.” “Tapi, maksudku kenapa tidak bilang kalau kamu Kak Kafian yang aku kenal ?” “Kenyataanya kamu sudah tidak mengenaliku lagi, Li. Kamu melupakanku, ” ujar Kafian tampak kecewa “Tapi, tak apa. Aku mengerti. Aku senang setelah puluhan tahun tidak bertemu dan akhirnya bisa melihatmu lagi. Kamu juga tampak baik-baik saja,” sambung Kafian Rasa bersalah yang Verlin rasakan karena sempat melupakan Kafian. Tak dapat menjawab apapun yang terlontar dari bibir Kafian, Verlin memilih mengalihkan pandangan. “Verlin, Kafian kita makan dulu. Dilanjut nanti ngobrolnya,” teriak Rosa memecah keheningan diantara mereka “Ayo, Kak Kaf. Kita sudah ditunggu,” Verlin bangkit, Kafian hanya mengekor di belakang. Sampai di meja makan tampak Papa dan Mama Verlin juga yang sudah datang. Mereka memang akan datang bersama tadi, tapi mendadak Papa harus singgah ke suatu tempat. Jadi Verlin lebih dulu sampai. “Kafian, ayo sini. Kita cicipi masakan terbaru Rosa,” ajak Papa menyambut Kafian “Iya, Kaf. Sini, makan yang banyak,” lanjut mama “Iya, Om Tante.” “Kamu ini, sudah dibilang jangan memanggil begitu lagi. Panggil mama dan papa. Kamu bukan orang lain yang harus memanggil Om dan Tante,” omel Mama yang dibalas dengan anggukan Kafian Verlin hanya terpana mendengarkan ucapan mama. Maksud mama apa ? bahkan Vino pacarnya saja, mama tidak pernah menyuruh memanggil begitu. “Jadi kapan kamu akan ke rumah kami, Kaf ?” ujar papa “Secepatnya, Om,” jawab Kak Kafian “Kafian, panggil Papa,” perintah mama garang “Iyaa.. tan..eh Ma. Kafian secepatnya mengajak mami ke rumah mama dan papa.” “Bagus kalau begitu. Kalian sudah bertemu, dan Papa harap kalian juga sudah bicara. Niat baik harus segera dilaksanakan.” “Iya, Pa.” “Bagaimana menurutmu, Ver ?” tanya Mama lagi “Bagaimana apa, Ma ?” “Itu soal kedatangan Kafian dan keluarganya ke rumah ?” sahut Kak Rendi gemas “Oh, datang saja. Bukannya sudah biasa saling mengunjungi. Apa masih perlu pendapat Verlin ?” “Memang tidak perlu pendapatmu, karena Mama sudah tau kamu setuju bahkan sejak berumur 7 tahun.” jawab mama seketika membuat Verlin menghentikan kunyahannya. Dia mendongak menatap Kafian yang sedang memperhatikannya juga. Ternyata semua orang di meja makan sedang memperhatikan Verlin. Kenapa mereka?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD