Bab 10. Godaan.

1026 Words
Pukul 11 malam, Jack memarkir truknya di depan pintu rumah peternakan miliknya. Terlihat dari luar keadaan di dalam rumah tampak sangat sepi, membuat ia mengernyitkan keningnya. Berpikir di mana istri yang telah ia nikahi itu? Mengapa wanita itu tidak menyambutnya ketika mendengar suara truknya? Dengan pakaian yang ia kenakan ketika ia meninggalkan rumah peternakan siang tadi, dengan pakaian itulah ia kembali malam ini setelah menggantinya terlebih dahulu di mansion miliknya. Lalu mengambil truknya yang sengaja ia parkir di sana, mengacuhkan tatapan para pelayan mansionnya yang menatapnya dengan wajah bingung. "Ivy?" Tokk!! Tokk!! Jack mengetuk pintu rumah, namun sama sekali tidak ada jawaban. Hingga setelah beberapa kali mengetuk, kesabarannya pun mulai menghilang. Dakk!! Dakk!! "Ivy Miller, jangan katakan kau tidak ada di rumah!" kini ia mulai menggedor pintu kayu itu dengan emosi. Tak lama berselang, suara langkah kaki yang seolah diseret di lantai samar-samar mulai terdengar. Mendengar suara itu, Jack pun berdecak sebal. Lihat saja! Ia pasti akan menghukum istrinya itu yang telah membiarkan ia kedinginan di luar. Krieett!! Saat sebuah wajah mungil muncul dari balik pintu, Jack langsung mendorong pintu dengan keras. Membuat sang istri yang sedang menahan pintu dengan salah satu tangannya dan wajah yang setengah mengantuk, ikut terdorong mengikuti arah gerakan pintu. Bersamaan pintu menabrak dinding di belakangnya, Ivy yang reflek melepaskan pegangannya pada daun pintu justru jatuh terduduk di lantai yang dingin. "Sssh...!" desis tertahan terlepas dari mulutnya yang mungil. Tapi Jack mengacuhkannya begitu saja, terus melangkahkan kakinya melewati Ivy. "Kau terlalu lama membuka pintunya, Ivy. Tahukah kau kalau di luar sana sangat dingin?!" Ivy mencembungkan pipinya, "Jika tahu di luar sangat dingin, lalu mengapa setengah hari ini kamu terus menyiksaku dengan memintaku melakukan banyak pekerjaan di luar rumah?" gumamnya pelan, sambil mengusap bokongnya yang terasa sakit. "Apa katamu?!" "Ah, ti-tidak, tidak!" Ivy dengan cepat melambaikan kedua tangannya saat Jack berbalik, melemparkan tatapannya yang tajam ke arah dirinya. "Aku... Tadi sudah tertidur. Jadi aku tidak mendengar suara ketukan di pintu," cicitnya, memberi alasan. "Cih. Kau benar-benar sangat malas, Ivy." Ivy hanya diam, dan perlahan-lahan mengangkat tubuhnya dari atas lantai. Kemudian menutup pintu rumah, sebelum angin musim dingin membekukan kursi kayu yang akan ia pergunakan sebagai tempat tidurnya. "Maaf, tadi aku sudah menunggumu. Tapi udara sangat dingin. Jadi aku ketiduran." Sesalnya, seiring ia membalikkan tubuhnya ke arah Jack. Namun suaminya itu telah melangkah ke arah kamar, dan segera menutup pintu kamar tanpa mempersilakannya untuk masuk ke sana. "Huft!" Ivy menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lagipula, ia juga sudah terbiasa diperlakukan seperti ini. Dan juga, bukankah kemarin Jack telah melakukan hal yang sama padanya? Bahkan setelah tadi pagi suaminya itu mengetahui kalau ia telah melewati malam yang dingin di kursi panjang ruang tamu— Jack tetap mengacuhkannya. Sama sekali tidak mengajaknya untuk pindah ke dalam kamar. 'Ini lebih baik, Ivy. Setidaknya kau tidak perlu melayani pria itu, karena bisa saja 'kan dia akan bertingkah seperti Bastian setelah kau melayaninya?' Bisik hatinya, dan Ivy mengangguk setuju. Kemudian kembali merebahkan tubuhnya pada kursi kayu. Sejujurnya, ia juga tidak membutuhkan kamar mandi yang terdapat di dalam kamar Jack. Karena rumah peternakan Jack memiliki dua kamar mandi yang dilengkapi dengan wc mungil. Satu berada di dalam kamar Jack, dan ia sudah melihatnya kemarin ketika ia harus berganti pakaian dengan dress pengantin. Dan satu kamar mandi lagi terdapat di area dapur. Walau tidak sebesar kamar mandi yang terdapat di dalam kamar Jack. Namun semua yang ia butuhkan sudah tersedia di sana, sepertinya Jack memang sengaja mempersiapkan kamar mandi itu untuk dirinya. "Apa yang aku pikirkan." Ivy menepuk keningnya, lalu membungkus tubuh rampingnya dengan selimut miliknya. Namun baru saja ia ingin kembali melanjutkan tidurnya, tiba-tiba... Kriett...! "Hei, sampai kapan kau akan tidur di sana?!" Teguran bernada dingin itu sukses membuat Ivy sontak membuka matanya. "Ivy Miller, aku sedang bertanya padamu. Sampai kapan kau ingin tidur di sana?!" Suara Jack kembali terdengar, mengalahkan dinginnya hembusan angin di luar sana. Di saat yang sama, membuat perasaan cemas mulai menghinggapi hati Ivy. 'Apakah... Apakah sekarang aku harus melayaninya?' Takk!! Takk!! Ivy reflek menahan nafas kala langkah kaki Jack terdengar semakin dekat ke arah kursi yang sedang ia tempati. Ia bahkan tercekat saat tangan Jack tiba-tiba menarik selimut yang ia pergunakan untuk membalut tubuhnya. "Haruskah aku menggendong mu, Ivy? Apa itu yang kau inginkan?!" Glukk!! Dengan susah payah Ivy memaksa menelan ludah yang seolah tersangkut di batang tenggorokannya. "Ivy?" "A-aku akan pergi sendiri," Ivy bangun dengan cepat. Reaksinya itu hampir membuat Jack terkena serangan jantung. Bagaimana tidak? Baru beberapa detik tadi istrinya ini masih tiduran dengan nyaman di atas kursi ruang tamunya. Dan dalam hitungan detik, wanita itu telah berdiri di atas kursi, di depan wajahnya. Bahkan d**a Ivy yang membusung hampir menyentuh ujung hidungnya. Menyadari hal itu, Jack spontan meneguk salivanya. Glukk!! Well, ia juga pria normal. Dan meski ia tidak ingin mengakuinya, namun tubuh dan wajah Ivy sangat sesuai dengan type yang ia sukai. Type? Ia langsung menggelengkan kepalanya dengan keras. Sejak kapan ia memiliki type tersendiri untuk menggambarkan sosok wanita yang ia sukai? Tidak, sebab ia hanya tertarik pada Sally. Sementara Ivy, wanita ini hanya objek balas dendamnya. "Bawa semua barang-barang mu ke kamar, Ivy Miller. Karena mulai malam ini, di sanalah kau akan tidur." Titah Jack. Setelahnya, ia memijat puncak hidungnya. Mencoba mengalihkan perhatiannya dari tubuh Ivy yang saat ini sedang mengenakan hodie dan juga celana panjang berbahan katun. Walau begitu, lekuk tubuh Ivy justru tampak menggoda baginya. Dua kaki Ivy yang ramping dan panjang serta pinggang yang kecil. Tampak seksi dalam balutan celana yang Ivy kenakan. Lalu tubuhnya yang ramping dengan 2 lemon membusung, mengeras karena udara dingin— Kini kedua lemon kembar itu tercetak di atas hodie longgar sedikit menggantung yang melekat di tubuh istrinya itu. 'Fiuh!! Bisakah aku bertahan dari wanita ini?' rutuk Jack dalam hati. Kemudian melemparkan pandangannya pada Ivy yang tengah membungkuk mengambil semua barang yang akan dibawa istrinya itu ke dalam kamar. Membuat tatapannya jatuh pada b****g Ivy yang masih tampak keras. Glukk!! Sekali lagi ia meneguk ludah ketika melihat b****g itu yang berhasil membuat wajahnya sontak memanas. 'Aargh!!' erangnya dalam hati, karena sesuatu yang berada di bawah sana— Kini juga ikut tergoda. 'Ivy Miller, apa kau sengaja melakukan hal ini padaku?' sungut hatinya gemas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD