Bab 3. Menikah Paksa.

1113 Words
“Tuan, bagaimana mungkin kita bisa menikah? Aku tidak mengenalmu sama sekali.” “Kau tidak dalam posisi untuk menawar!” Suara pria itu terdengar sangat dingin, membuat seisi kamar seolah ikut membeku. Ivy bahkan sengaja memeluk kedua lututnya yang ia tekuk tadi ketika ia beringsut mundur hanya agar tubuhnya menjadi sedikit lebih hangat. Dan, di dalam kamar itu, bongkahan es raksasa yang bak kulkas 12 pintu kini sedang menatap tajam padanya. Membuat tubuhnya semakin menggigil tanpa bisa ditahan. "Cepat ganti pakaianmu! Lalu ikut denganku untuk menikah di gereja!” Jacob kembali memberi perintah yang sama sekali tak bisa dibantah Ivy. "Tuan, Anda jangan bercanda! Untuk apa aku harus menikah dengan Anda hanya demi menebus kesalahan yang tidak aku lakukan." Ivy coba membela diri. Menolak secara halus perintah pria itu. "Apa kamu tuli, Ivy Miller?!" Jacob lagi-lagi mendengus, kemudian menyugar rambutnya dengan gusar. Rambut yang tebal dan berwarna hitam kelam, terlihat sangat kontras dengan netra biru milik pria itu. "Ta-tapi, kenapa aku harus menikah dengan anda? Bu-kankah sudah kukatakan kalau aku bukan orang yang menabrak tunangan Anda?" "Aku tidak peduli! Sekarang, Ivy Miller." Jacob melangkah mendekati ke tepi ranjang, lalu membungkuk di hadapan Ivy. Menatap dalam iris mata wanita itu hingga membuat Ivy hampir kesulitan bernapas. "Jangan membantahku karena aku bisa melakukan apa pun padamu!" ancam Jacob terdengar bukan main-main. Bahkan ancaman itu sampai mengingatkan Ivy akan kenangan buruknya bersama Bastian. Kegetiran hidup yang ingin ia jauhi. Namun, sekarang justru kembali menjeratnya. “Ya, Tuhan. Apakah aku dikutuk? Kenapa aku selalu dipertemukan dengan pria yang hanya bisa menyakitiku?” lirih Ivy dalam hati. Merasa hidupnya begitu pedih dan sulit untuk dijalani. Rencananya untuk membuka lembaran hidup yang baru tanpa suaminya kini sirna karena ternyata ia dipertemukan lagi dengan sosok yang tak kalah kejam seperti Bastian–pria yang sudah dianggapnya sebagai mantan suami. *** Meski sempat bersikeras menolak. Namun pada akhirnya, Ivy tetap harus menjalani pernikahan dengan Jacob. Di dalam gereja, untuk pertama kalinya Ivy menerima kecupan dari seorang pria selain Bastian, tepat setelah pernikahannya diresmikan oleh seorang pastor. Air mata Ivy pun luruh membasahi pipi di saat Jacob melepaskan pagutan dari bibir merahnya. Dari semua tamu yang hadir, tak ada satu pun yang Ivy kenal. Bahkan keluarga Jacob pun tidak menghadiri pernikahannya. Pria itu seakan tidak ingin menjelaskan apa pun padanya. "Tersenyumlah, Ivy! Tolong jangan membuatku malu," cetus Jacob dengan suara pelan. Ivy mengangguk, persis seperti yang pernah ia lakukan terhadap Bastian. Hanya bisa patuh dan coba menyunggingkan seulas senyum di bibirnya yang kebas. "Mulai hari ini, kau akan tinggal bersamaku!" Ucapan Jacob berikutnya, terdengar seperti sebuah perintah yang tidak boleh dibantah bagi Ivy. Hingga ia hanya bisa menjerit di dalam hati. "Apakah semua pria memang selalu seperti ini?" keluhnya sembari melirik wajah dingin Jack yang sedang bersalaman dengan seorang pria. Satu jam kemudian, Ivy dibawa kembali ke rumah peternakan milik Jacob. Beberapa penduduk sekitar datang untuk merayakan pernikahannya, pernikahan yang sangat sederhana. Berbeda dengan pernikahannya dulu bersama Bastian. Dulu, pernikahannya sangatlah megah. Bastian seolah ingin mengundang semua kaum borjuis yang ada di kota. Puluhan botol wine dihidangkan, ballroom hotel berubah menjadi tempat untuk mempertontonkan kekayaan pria itu dan busana-busana elegan melekat di setiap tubuh para tamu. Namun kini, Ivy melirik dress yang ia kenakan. Hanyalah sebuah dress sederhana berwarna jamrud berbahan satin jauh dari kata mewah. Selain itu, cincin yang Jacob berikan juga hanya sebuah cincin emas yang sangat kecil, tanpa ada mata berlian. "Hidupmu sangat menyedihkan, Ivy." Ivy tersenyum lirih menatap cincin di tangannya. Tatkala ia mengangkat wajahnya, ia melihat Jacob telah berada cukup jauh darinya sedang berbicara serius dengan seorang pria berpakaian rapi. Pria yang bersama Jacob itu, tidak seperti penduduk tinggal di sekitar. "Siapa dia? Mengapa Jack bisa mengenalnya?" gumamnya, merasa bingung karena wajah pria itu klimis dan sangat terawat. Namun, sebenarnya wajah Jacob juga tidak tampak seperti pemilik peternakan kuda. Demi apa pun! Jacob sangatlah tampan. Dua rahang sempurna yang tampak baru habis dicukur, membingkai sisi bawah wajah suaminya itu. Dagu pria itu memiliki belahan di tengahnya, hidungnya bahkan tinggi dan ramping. Dan, kelopak matanya yang lebar ditumbuhi bulu mata yang lentik dan panjang. Ivy menyadarinya kala Jacob menatapnya dari dekat satu jam sebelum pria itu menyeretnya ke gereja. Lalu bibir itu, yang telah menciumnya di gereja tadi, sangat merah dan seksi. Tidak tebal dan kasar seperti bibir penduduk pinggiran kota. "Please! Apa yang sedang kupikirkan?" erang Ivy, di saat batinnya dipenuhi wajah Jacob. Baik, ia memang tidak bisa mengingkari bahwa pria adalah mahakarya Tuhan yang sangat indah. Pria yang baru menikahinya itu bahkan tampak seperti seorang konglomerat sejati. Hanya pakaiannya saja yang menyadarkan Ivy tentang status suaminya yang hanya seorang pemilik peternakan kuda di area pinggiran kota. “Siapa sebenarnya pria itu? Apa benar dia hanya pemilik peternakan ini?” gumam Ivy masih terus memandangi wajah Jacob. Pria yang dikenalnya sebagai Jack karena Jacob sengaja menutupi identitas aslinya. Beberapa jam kemudian, di saat semua tamu undangan sudah mulai pergi, Jacob terdengar memanggilnya. Pria itu mendekat. Membuat detak jantung Ivy kian tak beraturan. "Sekarang gantilah pakaianmu itu! Sudah saatnya kamu membereskan kekacauan ini," perintahnya pada Ivy setiba di hadapan wanita yang baru dinikahinya itu. Jacob tampak menunjuk semua yang berantakan di atas meja. Karena ini bukan pertama kalinya bagi Ivy menghadapi pria seperti Jacob, ia pun enggan berdebat dan lebih memilih untuk masuk ke dalam rumah peternakan yang mulai hari ini akan menjadi tempat tinggalnya. Setibanya di dalam, Ivy segera masuk ke dalam kamar. Namun, saat ia membuka lemari baju, wanita itu tidak menemukan satu pun pakaian wanita selain dress yang ia kenakan di tubuhnya dan juga satu stel pakaian yang telah ia pakai sewaktu dirinya diculik. Pakaian itu saat ini telah teronggok di dalam sebuah bak dari jerami, tempat di mana Jack menumpuk semua pakaian kotornya. "Mmm ... bagaimana ini?" gumamnya cemas, sambil memperhatikan kemeja-kemeja Jacob yang tergantung di dalam lemari. Awalnya, ia ingin menggunakan salah satu dari kemeja-kemeja itu. Akan tetapi, ia terlalu takut untuk melakukannya. Ivy tidak mau kalau Jacob nantinya akan marah padanya seperti Bastian yang tidak suka jika barang-barang miliknya sampai disentuh Ivy. Akhirnya, karena tidak tahu harus mengenakan apa, Ivy pun kembali keluar dengan masih mengenakan dress pernikahannya. Ivy sontak membeku kala ia menemukan Jacob menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Kenapa kau masih belum mengganti pakaianmu?!" Suara Jacob terdengar sangat dingin menyapa indera pendengaran Ivy, sekaligus mengingatkan pada Bastian setiap kali mantan suaminya itu bicara padanya. "Itu ... a-ku, aku tidak menemukan pakaian lain selain baju yang aku pakai sekarang," cicitnya gugup. Rasa takut kian membesar saat Jacob terlihat melangkah semakin mendekatinya. Entah apa yang akan dilakukan pria itu. Namun, itu sukses membuat tubuh Ivy gemetar. Ivy terlihat hanya menutup mata. Pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jacob padanya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD