Bab 8 Deal! ART Sementara

1150 Words
Selena hanya bisa meringis. Dia tidak tahu apa-apa tentang bos muda. Bahkan bertemu langsung dengannya baru hari ini. Sepertinya pria dingin itu cukup populer di kalangan karyawan pabrik. Mungkin karena dia sangat tampan dan kebetulan selain putra konglomerat, juga pengacara terkenal? Ah! Selena tidak tertarik dengan semua itu. Sekarang dia hanya pusing memikirkan nasib dirinya dan gajinya selama setengah bulan ke depan. Nilai gaji yang dipotong itu sangat besar untuk ukurannya. Uang sebesar itu akan sangat berguna untuk menopang kehidupannya. Tapi mau bagaimana lagi? Selena melanjutkan pekerjaannya memeriksa laporan pengawasan dan mengoreksi beberapa kekeliruan. Dia baru berhenti setelah dentang bel tanda istirahat makan siang terdengar. Sebenarnya dia sudah kehilangan selera makan, tetapi teman-teman terus memaksanya untuk makan siang, demi kesehatannya. “Skors itu bukan kiamat, Len. Hanya dua minggu saja dan setelah itu kamu akan kembali beraktivitas seperti biasa lagi sebagai bos kami. Ayo semangat!” Selena mengikuti teman-temannya menuju kantin. Sepanjang waktu mereka menikmati makan siang, Selena memikirkan tawaran bosnya. Apakah sebaiknya dia terima saja? Toh dia juga sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah sejak jaman sekolah dulu. Selena bisa masak, cuci dan beres-beres rumah. Sepertinya menjadi Asisten Rumah Tangga tidak terlalu menakutkan seperti yang dia bayangkan. Selena mulai merasa dilematis. Tadinya dia sudah bulat akan menolak tawaran bos dingin itu, tapi dia juga tidak bisa membiarkan dua minggu dalam hidupnya berlalu begitu saja, dan malahan awal bulan depan dia hanya menerima separuh dari gaji bulanannya. Dengan menjalani skors, dia juga kehilangan kesempatan mendapatkan bonus selama waktu itu. Kerugiannya benar-benar setinggi gunung Klabat. Sungguh Selena tidak rela. Tapi menjadi ART? Selena membayangkan bagaimana repotnya. Dia harus mengerjakan semua pekerjaan di rumah bosnya dan lalu bagaimana dengan tanggung jawabnya di rumahnya sendiri? Dia ingat putrinya yang baru berusia empat tahun dan pengasuhnya, bagaimana dengan mereka jika dia menjadi ART? Selena tidak mau kehidupan pribadinya terganggu karena dia memilih tawaran bosnya. Tapi si bos berjanji akan memberikan bonus yang besar kalau dia berhasil melaksanakan tugasnya. Itu cukup menggiurkan. Mungkin dirinya perlu meminta penjelasan pada bos muda sebelum memutuskan. Ya, Selena rasa itu yang terbaik. Dia tidak akan serta merta menolak tawaran bosnya, tetapi dia akan bertanya terlebih dahulu mengenai detail pekerjaan itu. Toh sang bos sudah berbaik hati memberinya tugas lain sehingga dia bisa tetap memiliki penghasilan. Dan apa katanya tadi? Sebagai permohonan maaf? Ya! Setidaknya dia bisa menghargainya. Apalagi sikap si bos yang dingin dan temperamental mulai berubah terhadapnya. Mungkin karena rasa bersalah atas kejadian itu. Jadi apa salahnya dia mencoba menerima tawaran itu? “Ayo, Len. Habiskan makananmu, itu belum juga separuh kamu makan.” Shinta mencolek lengan Selena. Selena mengangguk kecil dan berusaha menghabiskan makanannya. Dia termasuk tipe orang yang sayang membuang makanan, jadi apapun yang telah dia masukkan di piring harus dia habiskan. Selesai makan mereka masih punya waktu setengah jam untuk istirahat. Namun Selena memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. Masih ada beberapa hal yang harus dia pastikan selesai dengan baik sebelum menjalani masa skors. Hingga jam pulang Selena serius menangani semua yang menjadi tanggung jawabnya dan menarik napas lega ketika semuanya bisa selesai tepat waktu. Sebelum pulang Selena kembali menemui bos muda di kantornya. Beberapa orang pegawai berpapasan dengannya dan bertanya, Selena membalasnya dengan senyum sambil berjalan terus menuju ke gedung berlantai tiga itu. Suasana kantor masih cukup ramai, Selena langsung naik lift yang membawanya ke ruangan bos besar. Selena mengetuk beberapa kali sebelum memutar handel pintu dan melangkah masuk. “Selamat sore, Pak. Saya Selena, yang tadi…” “Jadi bagaimana keputusanmu?” Selena auto gagal fokus mendengar suara bosnya begitu lembut. Selena menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan bosnya. “Maaf, Pak. Jam kerjanya seperti apa? Masalahnya anak saya masih kecil, jadi saya tidak bisa 1x24 jam berada di rumah bapak. Kalau…” Bosnya menyela cepat. “Kamu tidak perlu tinggal di rumah saya. Kamu akan bekerja sesuai jam kerja kamu di sini.” “Kalau begitu saya bersedia, Pak.” Selena menjawab cepat. Dia lega ternyata jam kerjanya tidak menyulitkan dirinya. “Oke. Jadi kita deal, ya? Saya akan memberikan gaji sesuai dengan gajimu di sini dan seperti janji saya tadi, kalau hasil kerjamu bagus, saya akan memberimu bonus yang cukup besar.” “Baik. Terima kasih, Pak.” Selena membungkuk di depan pria itu. “Sekarang kamu ikut saya, biar besok kamu bisa datang tepat waktu karena sudah mengetahui alamatnya, tidak lagi buang-buang waktu mencari-cari. Sekalian saya juga akan menjelaskan tugas-tugas kamu.” “Sekarang, Pak?” “Ya sekarang! Kamu maunya tahun depan?” Sepasang mata pria itu menyorot tajam pada Selena. Selena buru-buru menunduk. “Tidak, Pak.” “Ya sudah. Ayok.” Pria itu bangkit dari kursinya dan melangkah keluar melewati Selena. Tubuhnya tinggi dan tegap. Selena merasakan auranya yang tegas dan mengintimidasi. Dia bergegas mengikuti bos mudanya yang sudah melangkah acuh tak acuh menuju lift. Seorang direksi perusahaan yang juga sedang berjalan keluar memberinya salam tapi hanya dibalas dengan anggukan. Pria setengah baya itu lalu menatap Selena penuh tanya. “Kamu terbiasa berjalan seperti siput begitu?” Suara dingin bos muda membuat Selena kaget lalu buru-buru menyusulnya. Sikap Selena itu membuat tatapan direktur manufaktur yang sejak tadi mememperhatikan mereka berubah keheranan. Tapi Selena tidak peduli. Dia berdiri di belakang bosnya yang sedang menunggu lift. Begitu pintu lift terbuka Selena mengikuti bos muda masuk dan berdiri dengan jarak agak jauh dari pria itu. Tidak ada yang berbicara. Saat lift sampai di basement dan pintunya terbuka, bos Selena cepat berjalan keluar. Langkahnya lebar, membuat Selena berusaha menyusulnya dengan setengah berlari. Mereka tiba di areal parkir khusus kendaraan VVIP. Selena berdiri mematung, meredakan napasnya yang memburu. Matanya memperhatikan bosnya yang saat itu sedang membuka pintu mobil BMW putih yang terlihat sangat mewah dan elegan. Selena tahu itu salah satu mobil mahal yang tidak banyak orang memilikinya. "Sampai kapan kamu tetap berdiri di situ? Ayo naik! Saya buru-buru, sebentar masih ada acara yang harus saya hadiri." Selena tergagap mendengar suara dingin tak sabaran bosnya. Pria itu sudah duduk di belakang kemudi dan sudah mengenakan seat belt. Sepasang matanya yang tajam menatap Selena melalui kaca spion. "Oh, maaf, Pak. Saya dengan sepeda motor saja. Nanti saya mengikuti di belakang mobil bapak." "Eh, kamu terlalu banyak bicara. Cepat naik! Saya tidak mau acara saya terganggu karena terlalu lama mengurusi masalah ART ini." Selena melihat pintu sebelah kursi penumpang didorong terbuka. Akhirnya Selena mendekat dan naik ke mobil tanpa bicara lagi. Setelah menutup pintu dia memasang sabuk pengaman dan duduk diam sambil memandang lurus ke depan. Mobil pun bergerak keluar area parkir dan menyusuri jalan raya dengan arah berlawanan dari arah ke rumah Selena. "Nanti saya antar kamu kembali ke pabrik untuk mengambil sepeda motormu." Pria yang asyik memutar kemudi itu berbicara setelah beberapa saat mobil meluncur dan keterdiaman masih melingkupi mereka. Selena hanya mengangguk tanpa berbicara. Rasanya sangat canggung duduk dalam mobil yang sama dengan bosnya, apa lagi mereka memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan. Selena menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD