Hari ini Monika kembali masuk kantor setelah kemarin mengambil libur sehari yang Adam beri, total tiga hari Monika tidak masuk.
Tetapi Adam yang notabene baru sembuh dari sakit justru tidak libur sama sekali, Monika mengetahuinya dari Dimas saat menyuruhnya membuat kopi tadi. Dimas bilang kemarin Adam membuat teh sendiri ke pantry karena dirinya tidak ada. Dan Bosnya hari ini tengah melakukan meeting di luar kantor. Padahal Monika berharap bisa bertemu Adam hari ini, dia sudah membawa sejumlah uang yang akan dia cicil pada Adam.
"Kira-kira Pak Adam hari ini sempat kesini nggak ya Pak Dimas?" tanya Monika saat mengantarkan makan siang pesanan Dimas dan juga Naya yang tidak sempat turun karena banyaknya pekerjaan.
"Kenapa, lo kangen?" tanya Dimas sinis, yang di hadiahi sikutan Naya di sebelahnya. Naya tahu apa yang membuat rekan kerja sekaligus adik sepupunya itu berbicara sinis seperti itu, bukan salah Monika memang, lebih tepatnya Dimas kesal pada Adam yang sudah menggagalkan acara pedekatenya pada Monika dua bulan lalu. Dimas di panggil keruangan Bosnya hanya karena tidak sengaja mendengar Dimas hendak mengungkapkan perasaan pada Monika dan membawakan bunga. Saat Dimas keluar ruangan bercerita pada Naya, bahwa dirinya telah di ceramahi habis-habisan. Dan pada intinya, Dimas tidak boleh berpacaran dengan rekan kerja selantai termasuk Monika. Awalnya Naya sempat bingung dengan peraturan baru itu, tetapi setelah di perhatikan kemungkinan Bos besarnya itulah yang justru ada rasa dengan Monika. Pasalnya Naya pernah tak sengaja melihat Adam mencegat Radit, security di lantai mereka saat akan mengantar Monika pulang, dan segera Adam ambil alih. Hanya saja Naya tak pernah menceritakan hal ini pada Dimas, dia tidak ingin melihat baku hantam antar bos dan karyawan, terlebih mereka bertiga masihlah terikat hubungan saudara. Adam sudah terlalu baik padanya, memberikan dia pekerjaan saat dirinya di depak keluarganya sewaktu memutuskan bercerai dari laki-laki toxic yang di jodohkankan oleh keluarganya tiga tahun lalu.
"Nggak Pak, ada yang ingin saya sampaikan sama Pak Adam," jawab Monika.
"Nanti saya coba cari tahu ya Mon," ucap Naya.
"Terimakasih ya Mbak Nay."
*********
"Dam, duit seratus juta lo gue balikin ya?" ucap Kenan tiba-tiba saat mereka dalam perjalanan menuju kantor.
"Duit yang mana?" tanya Adam.
"Duit yang lo kasih buat gantiin Monika dulu, gue ganti dua kali lipat deh."
"Ngapain?"
"Ya mau gue pake lah, sayang duit gue udah banyak nggak buat di beliin apa-apa, mau cari yang kayak Monika lagi susah Dam," jawab Kenan tanpa beban.
"Anak yatim-piatu banyak yang butuh bantuan Ken, kalau lo udah kebanyakan uang buat sedekah ke mereka aja ," jawab Adam sambil menahan emosi.
"Gue penginnya Monika Dam, dia tambah cantik dan seksi aja, gimana nggak bikin jiwa petualang gue meronta-ronta. Apalagi ada jaminan dia masih pw Dam, kan gue bisa modus pacarin dia, berhubung dia masih jomblo kayaknya itu nggak bakalan sulit," ucap Kenan sengaja membakar hati Adam. Terbukti berhasil Kenan merasakan Adam semakin ngebut saat menyetir mobil. Kenan bukannya tidak tahu akan perasaan terpendam Adam, hanya saja Adam selalu mengelak padanya. Apalagi melihat kondisi Adam yang sudah lelah di tambah lagi tubuh yang kurang fit sehabis sakit, rela putar balik mobilnya saat sudah hampir sampai di apartemen karena mendapat telepon dari Naya, bahwa Monika masih menunggunya di kantor. Kurang bukti apalagi coba?
"Turun lo!"
"Kan belum sampai kantor Dam?"
"Tapi ini rumah lo, tempat yang tepat buat gue nganterin lo. Lagian kantor udah tutup, buat apa lo kesana?"
"Ketemu Monika lah, sama kayak lo," jawab Kenan tak kunjung turun dari mobil.
"Lo mau gue tambah jadi satu bulan tugas lo di Kalimantan Ken?" tanya Adam penuh ancaman.
"Oke, gue turun."
***
Adam telah sampai di kafe depan kantor tempat dia menyuruh Monika menunggunya. Dengan sekali lihat Adam langsung bisa menemukan Monika yang tengah duduk di kursi paling pojok kafe itu. Adam kemudian menghampirinya.
"Kamu sudah menunggu lama?" tanya Adam sambil mendudukan b****g di kursi kafe itu.
"Lumayan Pak," jawab Monika.
"Udah pesan makan?"
"Saya sudah makan sebelum kesini Pak."
Harga makanan pinggir jalan dan di kafe memiliki rentang harga yang cukup banyak, jadi untuk Monika sama sekali tidak worth it dengan gajinya, jadi dia hanya memesan minuman dengan harga menengah saat masuk kesini.
"Ada apa, kamu sampai ingin bertemu dengan saya? Ini sudah malam sudah waktunya kamu pulang dan istirahat Monika."
Monika lalu mengambil sesuatu di dalam tasnya, kemudian dia mengangsurkan amplop tebal berwarna cokelat itu pada Adam.
"Apa?" tanya Adam bingung.
"Uang buat cicil hutang saya, tolong jangan di tolak lagi ya Pak, baru tiga puluh juta memang tapi saya janji akan melunasinya pelan-pelan. Tapi.... untuk satu tahun ini mungkin saya belum bisa mengumpulkan uang lagi Pak, dua adik saya sama-sama akan melaksanakan ujian sekolah tahun ini, satu SMP dan satu lagi SMA. Butuh sedikit lebih banyak biaya," jelas Monika.
Adam tidak menjawab, dia hanya fokus mememperhatikan wajah lelah Monika, dia sama sekali tidak perduli dengan uang itu. Justru saat ini Kalkulator di otaknya langsung bekerja menghitung jumlah uang yang di berikan wanita itu padanya. Gaji pokok Monika di kantor hanyalah sebesar tiga setengah juta perbulan, Adam tahu Monika sering mendapat bayaran saat beberapa orang kantor memberinya uang bonus saat membantu atau menemani mereka lembur. Tapi paling banyak Monika hanya mendapatkan uang tambahan tidak lebih dari satu juta rupiah perbulan. Kalau Monika menyimpan uang untuknya rata-rata satu setengah juta perbulan, di tambah biaya kost sebesar tujuh ratus ribu rupiah sebulannya. Belum lagi uang yang wanita itu bilang di kirimkan untuk adik-adiknya. Makan apa wanita itu sepanjang satu bulan tiap harinya selama dua tahun ini? Adam mencoba menahan amarah yang ada di hatinya, positive thinking aja, mungkin kerja sampingan Monika adalah ngepet. Makanya masih bisa bertahan dengan uang yang sangat terbatas itu.
Sesungguhnya Adam sangat-sangatlah penasaran dengan kehidupan wanita itu sebelum bekerja di kantornya, atau lebih tepatnya sebelum bertemu dengan Kenan dua tahun lalu. Monika adalah orang yang sangat tertutup dengan kehidupan pribadinya selama bekerja di kantor. Dia bahkan tak pernah mengizinkan teman sekantor untuk berkunjung ke tempat kostnya, dia lebih memilih mentraktir temannya di Rumah Makan Padang favoritnya saat berulang tahun. Beruntung teman-teman kerjanya sangat pengertian dengan patungan membuat buket uang untuk Monika, jadi kalau di hitung-hitung Monika sama sekali tak mengeluarkan uang untuk membayar semua makanan itu, karena mereka bilang Monika lebih suka uang daripada hadiah lainnya, saat membantu lembur pun Monika menolak saat akan di traktir makan di restoran mewah, tetapi tak menolak jika di beri uang. Untuk yang tidak mengenal betul kehidupan super irit Monika mungkin mengira kalau dia wanita matre.Tapi jangan salah irit versi Monika bukanlah pelit dia hanya menekan pengeluaran-pengeluaran yang tidak terlalu penting. Oleh karena itu teman-teman Monika tidak pernah ada yang menjudge Monika buruk.
Saat Monika berulang tahun Adam juga memberi uang patungan yang sedikit lebih besar dari karyawan-karyawannya, karena tak mau membuat karyawan lain iri. Selebihnya dia berikan langsung ke rekening Monika sebagai hadiah ulang tahun wanita itu. Mungkin dari uang-uang itu jugalah Monika mengumpulkan untuk membayar hutang, yang seharusnya tidak perlu Monika tanggung. Adam berjanji uang yang Monika berikan padanya suatu hari nanti akan dia kembalikan pada Monika. Dengan caranya sendiri, saat waktunya sudah tepat.
Adam menghembuskan nafas lelah.
"Apa kamu masih punya uang?" tanya Adam kemudian.
"Maksud Bapak?" tanya Monika tak paham kemana arah pertanyaan Adam.
"Uang yang buat kehidupan kamu sehari-hari?"
"Masih Pak?"
Ya sudah.
Adam akhirnya mengalah dengan pemikirannya sendiri. Dan menerima uang dari Monika. Setelah ini dia akan mencari cara, supaya wanita lebih memperhatikan dirinya sendiri.