Author Pov
"Bisa nggak kamu mendengar omonganku sebagai gadis yang sudah dewasa? Aku tidak suka diganggu! Kamu sudah sangat terlalu ...annoying banget tahu nggak sih? Ini terakhir aku bicara tegas sama kamu, semoga kamu nggak budeg!" ucap Dana terdengar agak kejam lalu hendak berlalu pergi.
"Aku cuma mau dekat mas Dana." Ana masih menjawab sambil melihat lawan bicaranya yang mulai meninggalkannya.
"Dan satu lagi, jangan panggil aku 'mas', cause I'm not your mas!" Terlihat wajah geram Dana saat membalikkan badan dengan jari menunjuk kearah Ana.
"Emang salah aku apa sampe mas Dana segitu marahnya?" tanya Ana masih tetap ngeyel memanggil Dana dengan sebutan mas.
"Karena aku tidak mau jadi bulan - bulanan anak kelas dua belas hanya karena sikap konyol yang kamu lakukan ke aku, aku nggak minta kamu membawa makanan apapun untuk aku, bahkan hadiah - hadiah yang nggak jelas itu yang semuanya berakhir ke tempat sampah! ... just stop sebelum rasa marah aku ini berubah jadi benci ngelihat kamu!"
"Udah mas jangan keterlaluan." pinta Erin mendengar sahabatnya dibentak oleh kakak sepupunya itu.
"Yuk Na ... kita pergi aja." ajak Erin yang tidak tega melihat Ana diperlakukan kasar secara verbal oleh Dana.
"Bilangin sama temen kamu itu, jangan pernah ngeliatin mukanya lagi didekat kelasku ataupun di halaman depan sekolah, mas udah mulai eneg lihat tingkah lakunya yang norak itu!" tegas Dana ke Erin.
Ana tidak menangis, gadis tegar bermental pejuang itu hanya memandang kepergian Dana dengan mata yang menatap tajam. Perih mungkin iya, tapi pantang untuk menangis, kan dia lagi berjuang.
"Udah gue bilang Na ... udaaah dong, mas Dana itu nggak suka dideketin cewek. Lo keras kepala banget sih ... jadi gini nih ... nggak sengsara apa hati lo dihina - hina begini?" Wajah Erina memelas, Ana yang disakiti tapi dia yang sedih.
"Mas Dana cuma belum kenal aku lebih jauh rin ... bantu aku ya." pinta Ana ke Erina entah sudah untuk yang keberapa kali.
"Sampai kapan lo mau begini terus?"
"Sampai dia punya pacar, baru aku mundur."
"Astaga Ana ... walau Mas Dana sepupu gue, tapi gue nggak bisa berbuat apa - apa. Dia orangnya keras banget, kalo dia bilang nggak ya nggak. Dan yang gue tahu dia nggak pernah lirik cewek."
"Dia laki - laki normal kan? Apa nanti aku tanya sama dia deh dia normal atau nggak, kalo kenyataannya dia nggak suka cewek aku juga nyerah, soalnya kan dia nggak pernah bilang kalo dia nggak suka sama aku, dia cuma bilang nggak suka dipermalukan depan teman - temannya, oke lah ... lain kali aku kalo mau ngasih dia coklat atau makanan lainnya, aku bakal anterin ke rumahnya aja."
Erina widyasari sahabat dekat Ana hanya bisa memijat keningnya melihat semangat Ana yang tidak pernah pudar dari dua tahun yang lalu. Dia khawatir rasa suka Ana berpotensi mempermalukan dirinya sendiri, mulai dari chat tidak pernah dibalas, pemberian yang selalu dibuang sampai puncaknya tadi... ucapan pedas Dana di depannya yang berstatus sahabat Ana sekaligus adik sepupu Dana.
Erina tidak tahu apakah nanti Dana juga akan tega mempermalukan Ana di hadapan teman - temannya yang sering melontarkan komentar lucu kalo melihat Ana menghampiri kelas XII IPA 2. Rasanya satu sekolah juga tahu kalo Ana mengejar cinta Dana dan tidak pernah digubris malah dipandang sinis sang Pria.
Oh Ana sahabatku... apakah lo perlu di sembur dan dimandikan tujuh macam bunga dulu baru nyadar? Begitu yang ada dalam pikiran Erina.
Ana dan Erina kembali ke kelas setelah kejadian didekat ruang multimedia. Tadinya Erina minta ditemani oleh Ana ke perpustakaan di lantai 2 karena Ary memilih ke kantin, tapi karena Ana melihat Dana datang dari arah ruang multimedia, Ana urung ikut Erina naik tangga ke atas, dia malah menyapa Dana. Saat itu Erina yang sudah naik 3 anak tangga mendengar panggilan Ana ke Dana, makanya dia pun turun lagi dan menjadi saksi tunggal percakapan yang mengenaskan tadi. Untung saja sedang jam kosong kelas Ana dan Erina, jadi anak - anak kelas lain sedang belajar dan teman sekelas mereka juga sedang tidak berkeliaran disekitar perpustakaan dan ruang multi media yang memang agak jauh dari kelas X IPA1, jadi tidak ada yang melihat kejadian memalukan buat Ana tadi.
"Dari mana sih lo berdua?" tanya Ary penasaran karena dari tadi mencari kedua sahabatnya.
"Uji nyali." jawab Erina yang disambut kekehan Ana.
"Ke tempat mbah Boyong?" Ary masih penasaran malah membuat kini Erina yang ngakak.
"Kalo ke mbah Boy mah bukan uji nyali, tapi cari tempat buat ngelmuuu ...kita kudu berempat sama si Dudi juga."
"Trus kemana barusan?"
" Ke perpus niatnya... eh pas mau naik tangga kakak sepupu tampan gue keluar dari ruang multi dan langsung aja temen gue yang cantik jelita merasa jodohnya datang... ternyata oh ternyata...bukannya senyum manis yang didapat malah makian dan ancaman bonusnya."
"Mas Dana?"
"Siapa lagi?"
"Dan lo nggak bisa berbuat apa-apa Rin?"
"Gue tuh cuma bisa mengingatkan temen gue kalo mas gue yang perlu dimandiin kembang sekebon sama mbah Boyong itu akan tetap sebagai patung selamat datang bundaran Senayan...diam...dingin dan membawa sebaskom api yang siap membakar Ana."
"Ck..ck..ck Naaa...Na. Insap napa Na...Nggak cukup lihat dia main buang aja barang pemberian lo? Kalo nggak ingat malu pengen aja gue pungut coklat mahal yang lo kasih ke dia di tong sampah depan IPA dua itu." ucap Ary masih membayangkan kejadian minggu lalu dan minggu sebelumnya dan minggu sebelumnya lagi alias setiap minggu.
"Tadinya syarat yang aku pake jadi acuan untuk mundur adalah ... dia punya pacar, selagi dia belum punya pacar aku tetap akan mengejarnya, o ya satu tambahan lagi ... kecuali dia bukan laki - laki normal alis sekong, itu aku nyerah!"
"Njiirr..emang mau lo cobain dulu?" Ary terkejut.
"Ih...dosa tauuuk. Aku mau tanyain langsung ke mas Dana nanti."
"Jangan gila lo Na... mampus nanti lo diamuk mas Dana."
"Kenapa ngamuk? Kan dia tinggal jawab aja. Aku penasaran soalnya...tampang cakep, bawaan keren, pinter... masak nggak ngelirik cewek, dikasih perhatian malah marah, aneh kan?"
"Lo nggak bisa bantuin Ana cari tau Rin? Gue ngeri nih bocah nekad nggak bisa dibilangin soalnya." Ary mulai khawatir.
"Ya coba nanti gue cari tahu dari mamanya. Mas Dana itu susah juga ditanyain, kalo di rumah gue biasanya cuma ngobrol sama bokap, ngomong sama gue aja kalo ada perlu doang .... kasih gue waktu sebulan."
"Tuh Na... jangan tanya apa-apa ke mas Dana, Erin minta waktu sebulan cari tahu."ucap Ary.
"Kelamaan... masak mau nanya dia normal atau nggak aja nunggu sebulan.." jawab Ana santai.
"Siapa juga yang mau nanyain dia normal atau nggak, bisa dihajar gue sama mas Dana. Gue cuma mau cari tahu, dia punya pacar atau nggak. Pokoknya satu bulan, jangan sampe lo ngomong ke mas Dana, gue ngeri bukannya dijawab malah diamuk ntar Na, udah cukup yang tadi!" tegas Erina yang ditanggapi Ana dengan senyuman.
"Senyum lo mengerikan tau gak!" Tambah Erina lagi yang sangat khawatir dengan tindakan tak terduga dari Ana.
Terdengar bel tanda pergantian pelajaran, Jamkos mereka pun berakhir dan berganti dengan pelajaran PJOK. Hari ini mereka akan melakukan praktek basket setelah melewari teorinya minggu lalu. Untuk yang satu ini Ana memang jagonya dari smp, selain postur tinggi, skill basketnya pun mumpuni karena mulai dari papanya hingga keponakannya yang masih tk pun hobby basket. Hanya saja dia tidak mau ikut klub seperti kedua kakaknya ataupun serius main basket, cukup jadi hobby saja katanya. Tapi pak Imron guru PJOK tetap memasukkan Ana sebagai calon pemain inti di sekolah mereka dan akan dilatih untuk ikut berbagai turnamen, awalnya Ana menolak tapi tiba - tiba berubah pikiran ... dan tahu kenapa sekarang Ana mau ikut? Ya karena ternyata Dana masih tergabung dalam tim basket cowok walau sudah kelas XII dan hanya selama semester ganjil saja. Siapa tahu dapat spoiler latbar... begitu pikir Ana.
"Semangat banget Na..." komentar Erin ketika mereka sedang berganti baju olahraga.
"Biasanya jam istirahat nanti mas Dana kan ke lapangan basket, lumayan melepas rindu."
"Melepas rindu minta dimaki lagi? Belum juga satu jam yang lalu, nggak merana ya hati lo?"
"Nggak doong, dia cinta sebenarnya sama aku, tapi biasalah ... mungkin malu mengakuinya " jawab Ana santai.
"Sakjiw parah lo Na." Hanya itu yang bisa diucapkan Erina.