Part 07 - Dibentak

1049 Words
Varisa menatap pada Govinno yang menyuapi Gaby makan. Dia menatap pada gadis itu yang terus saja menangis. Di samping Govinno ada Mona yang tidak pernah meninggalkan Govinno. Wanita itu sampai mengginap di sini malam tadi. Yang membuat Varisa kesal adalah. Mona yang mengginap di kamar Govinno. Seharusnya dia yang ada di kamar pria itu, bukannya Mona. Tapi apa harus dia lakukan. Dia tidak boleh gegabah. Tidak boleh terlihat semua yang ganjal di rumah ini adalah dia melakukannya. Varisa memakai lipsticknya lalu dia menyimpan kembali lipstick itu. Varisa berjalan menuju tempat Govinno, menatap pada pria itu dengan melihatkan senyumannya pada Govinno. “Tuanku.” Ucap Varisa lembut. Ketiga orang itu melihat pada Varisa yang membawa obat. “Tuan harus terapi berjalan hari ini. Dan sebelum itu minum dulu obatnya,” ucap Varisa memberikan obat yang ada di tangannya pada Govinno. Govinno mengangguk lalu mengambil obat yang ada di tangan Varisa dan langsung meminum obat itu, membuat Varisa yang melihat Govinno meminum obat yang diberikannya dengan senyuman senang. Varisa menatap pada dua wanita yang melihat padanya dengan tatapan tidak suka. Mona melihat Varisa sekarang seperti orang yang akan dihajar oleh wanita itu. Varisa tidak peduli wanita itu mau melihat dirinya seperti apa. lagian yang dia pedulikan sekarang hanya Govinno. Varisa tidak mau Govinno terus saja duduk di sini bersama dengan Gaby dan Mona. Semakin membuat Govinno nanti dekat dengan Mona sialan itu. Varisa tersenyum tipis ketika Govinno yang menyuruh Varisa mendorong kursi rodanya dan menuju ke ruangan tempat biasa Govinno melakukan terapi. “Tuanku, anda mau sesuatu sebelum terapi?” tanya Varisa lembut. Tangan Varisa mengusap lengan Govinno. Matanya tertuju pada Govinno. “Tidak ada.” Jawab Govinno yang menatap ke depan, tidak melihat pada Varisa. Varisa yang mendengar apa yang dikatakan oleh Govinno mengangguk. Dengan perlahan Varisa mulai membantu Govinno untuk berdiri, dia menatap pada Govinno yang dibantu oleh perawat dan dokter untuk mulai terapi. Mata Varisa menatap fokus pada Govinno yang meringis kesakitan dengan langkah yang dicoba olehnya. Varisa ingin menangis rasanya melihat Govinno yang menangis, dia tidak tega melihat Govinno yang seperti ini. Varisa melihat Govinno yang duduk dengan keringat yang memenuhi badan Govinno. Varisa berjalan mendekat Govinno yang akan membawa air untuk Govinno. Namun secara tidak sengaja Varisa terjatuh dan menumpahkan seluruh air itu pada Govinno. Mana yang ditumpahkan oleh Varisa adalah jus jeruk. “SIALAN! KAU PANDAI BEKERJA TIDAK? MATAMU DITARUH DIMANA?” bentakan yang dilayangkan oleh Govinno pada Varisa membuat Varisa terkejut mendengarnya, dia menatap pada Govinno yang menatap tajam dan dingin padanya. “Kau lihat, baju badan saya terasa lengket dan baju saya warna kuning! Memang pelayan sialan!” ucap Govinno. Varisa mendengar itu menunduk dan mau menangis sekarang mendengar apa yang dikatakan oleh Govinno pada dirinya. Varisa tidak sengaja. “Maafkan saya Tuan. Saya tidak sengaja. Saya tidak pernah akan menyakiti anda. Tadi saya merasakan tali di kaki saya dan akhirnya saya terjatuh dan menumpahkan semua itu. Saya tidak sengaja Tuan. Sekali lagi maafkan saya.” Ucap Varisa menunduk meminta maaf pada Govinno yang masih menatap tajam pada dirinya. Varisa tidak sengaja menumpahkan minuman itu. “Kau hanya bisa menangis. Bawa aku ke kamar sekarang. Aku tidak nyaman dengan lengket di tubuhku!” ucap Govinno menyuruh Varisa untuk membawa dirinya ke kamar. Varisa mengangguk membantu Govinno duduk di kursi roda. Lalu mendorong kursi roda Govinno menuju ke kamar pria itu itu. Varisa langsung masuk ke dalam kamar mandi. Membantu pria itu untuk membuka bajunya saja, setelahnya Varisa keluar dari dalam kamar mandi. Varisa masih menangis. Dirinya dibentak oleh Govinno. Ya Tuhan … sakit sekali mendengarnya. Varisa meremas dadanya, tidak kuat mendengar dan membayangkan bagaimana nada bicara Govinno padanya meninggi. Selama ini Govinno memang bersikap dingin padanya. Tetapi Govinno tidak pernah membentak Varisa seperti tadi. Varisa menatap pada ponselnya yang berbunyi. Varisa mengangkat sambungan telepon dan membesarkan suara ponselnya. “Mama! Mama sudah makan! Bagaimana kabar Mama?” Rasa tenang dirasakan oleh Varisa ketika mendengar suara putranya yang menanyakan tentang dirinya. Varisa tersenyum mendengar pertanyaan putranya itu pada dirinya. Varisa menghapus air matanya dan berdeham pelan. “Mama baik-baik saja sayang. Galen apa kabar Nak? Galen tidak nakal sama Mbah, ‘kan?” tanya Varisa. “Kabar Galen baik Ma. Mbah sangat baik dan kemarin Galen dibelikan mie ayam sama Mbah.” Jawab Galen. Hal itu membuat Varisa tertawa kecil mendengar apa yang dikatakan boleh anaknya. Varisa mulai merasa tenang dan tidak menangis lagi. Memang pengaruh anaknya sangat kuat sekali untuk dirinya. Dia selalu memikirkan tentang anaknya yang ada di kampung. Dia mau secepatnya menyelesaikan yang di sini dan kembali ke kampung bersama dengan anaknya. “Wah! Pasti enak ya Galen! Mama rindu sama Galen. Maafin Mama ya sayang. Akhir pekan ini Mama belum bisa pulang. Tapi Mama kirim HP baru untuk Galen. Biar kita video call semakin jernih. Hp Galen yang ini, kata Mbah udah mulai rusak ya Nak?” tanya Varisa lembut. Hp Galen yang dipakai oleh anaknya sekarang, adalah Hp Varisa dulunya. Dan itu sudah sangat butut sekali. Wajar saja sudah rusak. Varisa akan membelikan anaknya Hp baru. Biar anaknya tidak marah saat mau menelepon dirinya malah harus menunggu dulu lima menit baru bisa ditekan Hpnya. “Makasih Mamanya Galen. Galen sayang sama Mama. Mama sehat-sehat di sana. Jangan nangis lagi Mama. Galen tahu Mama nangis, dari suara Mama. Galen selalu sayang dan doakan Mama.” Ucap Galen kembali membuat Varisa menangis mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Varisa menghapus air matanya. “Terima kasih putra Mama. Mama sayang sama Galen. Sebentar lagi ya sayang. Hanya sebentar lagi, Galen sabar sayang. Semuanya akan seperti apa yang kita harapkan.” Ucap Varisa setelahnya mematikan sembungan telepon itu. Varisa memeluk teleponnya ketika mencari foto yang selalu membuat dia menangis. “Kenapa seperti ini? Mama sayang Galen. Mama akan berjuang untuk Galen sayang. Hanya sebentar lagi sayang,” ucap Varisa menghapus air matanya. Govinno menatap Varisa yang menangis dan mendengar semua ucapan Varisa dan anak wanita itu. kenapa tiba-tiba hatinya terasa pedih. Govinno menggeleng pelan, dan dia menatap pada mawar hitam di dalam kamarnya. Govinno terpaku pada mawar itu. “Kau jangan hanya bisa menangis. Cepat bantu aku untuk berbaring.” Varisa terkejut mendengar suara Govinno, setelahnya dia mengangguk. Dan membantu Govinno untuk berbaring di atas ranjang. Varisa tersenyum pada pria itu. Dan dia menghapus air matanya kembali. Sakit rasanya kau bentak…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD