Dengan langkah terseok aku menghampiri tubuh ibu yang sudah terbaring kaku di atas brankar, membuka kain yang menutupi tubuhnya, menatap wajah cantik mertua yang terlihat seperti orang sedang tertidur. "Ya Allah, Bu. Kenapa Ibu tega ninggalin Mayla sendirian, Bu?" Mengusap pipinya yang sudah sedingin es. Lekas kuseka air mata, mencium kening ibu karena besok aku tidak mungkin lagi bisa melakukan hal itu. "Ada apa, May. Ibu kenapa?" tanya Mas Ibnu yang baru saja datang sambil berlari ke arah kami berdua. Aku hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Mas Ibnu. Laki-laki bertubuh tinggi besar itu menangis tersedu, sambil memeluk jenazah Ibu dan berkali-kali mengucap maaf. Ekor mataku melirik Lusi yang terus saja duduk mematung di pojokan ruangan, sambil memainkan kuku-ku