Laut Tenang yang Menghanyutkan

1273 Words
“Manusia tempatnya egois. Maka, jangan meminta hal lebih dari manusia itu sekalipun manusia itu adalah orang terdekatmu.” *** “Apa!? Menikah???” “Iya. Menikah.” “Wah, Bunda sama Ayah sudah mulai minta yang aneh-aneh lagi sama Jasmine. Setelah Bunda sama Ayah minta Jasmine untuk sekolah di sekolah kejuruan yang Jasmine tidak suka, dan Jasmine nurut. Sekarang, Bunda sama Ayah minta Jasmine untuk menikah? Aku tidak mau! Titik.” “Jasmine?” “Bunda harus mengerti aku dong. Aku ini masih remaja dan aku masih ingin bebas melakukan apapun tanpa ada batasan dari siapapun.” “Ini alasan mengapa Bunda menikahkan kamu sedini mungkin. Karena zaman sudah tidak lagi sebaik dulu. Zaman sekarang mengerikan, apalagi di masa usia kamu. Kalau tidak pintar menjaga diri, maka kamu akan terjerumus pada hal-hal negatif.” “Bunda parno deh. Aku kan masih bisa menjaga diri aku sendiri.” “Tidak.” “A-apa? Tidak?” “Intinya adalah sebesar apapun penolakan kamu untuk menikah, Ayah dan Bunda akan tetap menikahkan kamu dalam waktu dekat.” “Bunda, Ayah... Jasmine kan baru kelas sebelas. Masa iya sudah disuruh menikah? Sama laki-laki yang tidak Jasmine kenal lagi. Mustahil dong kalau pernikahan itu akan berhasil.” “Kata siapa kamu akan dinikahkan sama laki-laki yang tidak kamu kenal. Orang kamu kenal sekali kok sama laki-laki itu.” “Oh ya? Siapa?” “Bang Al.” “What!!??? Bang-Al????” “Iya. Bang Al. Sagara Al Barra.” Bunda lebih memperjelas nama calon suami untuk putrinya itu agar putrinya tidak salah memikirkan orangnya. “Sudahlah, Jasmine. Kamu terima saja pernikahan ini. Toh, tidak akan merugikan kamu juga.” Ucap Ayah, yang akhirnya membuka suara dengan kalimatnya yang santai seperti biasanya. “Tidak merugikan bagaimana? Sudah jelas kalau pernikahan ini menyangkut masa depan aku. Kalau aku harus menikah sama laki-laki yang tidak aku cintai, maka masa depan aku akan suram!” “Suram? Dari segi apa kamu bisa berpikir seperti itu? Sudah jelas kalau Bang Al itu satu-satunya laki-laki yang paling dekat dengan kamu selama ini, hampir 10 tahun lamanya. Kok bisa-bisanya kamu mengatakan kalau masa depan kamu akan suram jika menikah dengannya nanti!?” “Masalahnya aku tidak punya perasaan cinta secuil pun sama Bang Al selama ini. Aku hanya menganggap dia sebagai kakak laki-laki aku saja, mengingat aku ini tidak punya saudara sekandung laki-laki.” “Kalau begitu— menurut.” Tegas Bunda. “Me-menurut?” “Iya. Jarak usia kalian yang terlampau cukup jauh akan memudahkan kalian untuk membina rumah tangga yang baik. Selain itu, kamu juga akan mendapatkan penjagaan yang baik pula dari Al.” “Bunda?” “Al laki-laki yang baik dan dia sopan sama kamu. Dia menjaga kamu selama ini dan juga mampu membimbing kamu. Kalau bukan atas campur tangan dari Al, mungkin Bunda akan kesulitan untuk meminta kamu mengenakan pakaian yang lebih tertutup.” “Semua itu Bang Al lakukan bukan atas dasar niatnya sendiri, melainkan atas dasar perintah Bunda.” “Atas keinginan Al sendiri!” Jasmine langsung terdiam mematung begitu Bunda menghentaknya kembali dengan pembelaan Al, selama beberapa saat. Perkataan Bunda yang begitu detail menjelaskan tentang Al, membuatnya cukup geram. Jasmine pun tidak mau tinggal diam. Saat itu juga, Jasmine berpamitan pada Ayah dan Bundanya untuk pergi menemui Al. Ajakan pertemuan pun langsung Al terima. Mereka bertemu di Taman dekat rumah Al dan suasana panas di bawah teriknya sinar matahari di siang hari membuat perasaan Jasmine semakin mudah memuncak. “Bang Al, apa benar yang dikatakan Ayah dan Bunda kalau kita akan dijodohkan?” “Iya.” Al menjawab dengan senyuman hangat. “Kok Bang Al mau sih terima perjodohan aneh itu? Kita kan tidak saling mencintai.” “Kenapa tidak? Bukannya pernikahan tidak harus diawali dengan cinta?” “Ma-maksud Bang Al!?” Jasmine jelas heran dengan maksud perkataan Al. “Aneh banget sih Bang Al. Kalau memang pernikahan tidak dilandasi dengan cinta, setidaknya melakukan pernikahan pun tetap harus ada alasannya. Bang Al punya alasannya?” “Untuk sekarang belum. Tapi, menikah dengan Jasmine tidak menjadi masalah buat Abang, mengingat usia Abang yang hampir kepala tiga.” “Bang Al, Jasmine serius loh membahas ini.” “Bang Al juga serius, Jasmine.” “Kalau begitu Bang Al harus bekerjasama dengan aku untuk membatalkan pernikahan kita yang— yang tidak masuk akal ini.” Saking syoknya, Jasmine sampai kesulitan untuk berkata-kata. “Masuk akal kok pernikahan kita ini dan yang pasti Abang punya satu alasan mengapa Abang mau menikahi Jasmine.” “Loh? Barusan Bang Al mengatakan kalau Bang Al tidak punya alasannya.” “Setelah kamu bicara seperti itu, Bang Al langsung memikirkannya dengan cepat. Ternyata, ada satu alasan kuat yang Abang pikirkan, mengapa Abang mau dan harus menikah dengan kamu secepat ini.” “A-apa itu alasannya?” ** Satu bulan kemudian... “Saya terima nikah dan kawinnya Jasmine Queenbee binti Fendi Darmawan dengan mas kawin yang tersebut tunai.” “Sah?” “Sah!” Alhamdulillah... ** Al membuka pintu kamar Jasmine yang berada di lantai dua. Dia langsung mendapati istri kecilnya itu terduduk diam di samping ranjang sambil memeluk kedua lututnya dan menunduk. Perlahan dia berjalan mendekati Jasmine usai mengunci pintu kamar tersebut. Lalu, dia menurunkan tubuhnya di samping Jasmine dan duduk bersama. “Aaahhh, leganya. Akhirnya acara pernikahan kita berjalan dengan lancar.” Ucap Al berseru. Mendengar kalimat itu membuat Jasmine menaikkan wajahnya dan melirik kecil ke arah Al. “Apa Bang Al tidak salah bicara?” “Maksud kamu?” “Pernikahan kita ini kan bukan sungguh-sungguh pernikahan.” “Bukan sungguh-sungguh bagaimana? Sudah jelas kita menikah secara resmi dan sah di mata agama, meskipun pernikahan kita belum didaftarkan di catatan sipil. Tapi, kita tetap sepasang suami istri yang sah.” “Memang benar yang Bang Al katakan tentang pernikahan kita, tapi...” Jasmine menahan kalimatnya cukup lama. Dia menatap sejenak Al beberapa detik saja dengan penuh tatapan kekecewaan. “Aku tidak akan pernah mau mendaftarkan pernikahan kita di catatan sipil sampai kapanpun, karena aku— ingin bercerai dengan Bang Al setelah aku lulus dari SMA nanti.” Deg! Perkataan Jasmine sangat mengejutkan Al. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Jasmine akan melakukan ini padanya. Padahal, hubungannya dengan Jasmine selama ini sangat dekat. Ibarat botol dan tutupnya yang saling melengkapi satu sama lain, seperti itulah hubungan mereka yang terjadi selama hampir satu dekade lamanya. Akan tetapi, perasaan Al untuk Jasmine selama ini ternyata tidak berbalas. Dia yang selama ini mengira kalau Jasmine memiliki perasaan yang sama seperti dirinya, seperti hubungan pria dan wanita namun ternyata tidak. Entah Jasmine menganggap Al apa, tapi Al sangat sedih sekali. “Pernikahan kita hanyalah pernikahan rahasia, pernikahan sementara, dan akan berakhir dalam kurun waktu dua tahun saja. Selama itu pula, aku tidak ingin sepenuhnya patuh pada Bang Al. Aku— ingin bebas di masa remajaku tanpa ikatan nyata.” Satu demi satu kalimat begitu jelas Jasmine katakan pada Al. Dia sama sekali tidak peduli pada perasaan laki-laki yang selalu menjaganya selama ini melebihi penjagaan Ayahnya sendiri. “Kenapa kamu berubah seperti ini? Apa salah Abang sama kamu?” “Haruskah aku menjawab apa salah Bang Al?” “Iya. Katakan.” “Pernikahan ini.” Al langsung bergeming begitu mendengar jawaban Jasmine yang dikatakan sangat cepat. “Menikahi aku adalah sebuah kesalahan terbesar yang Bang Al lakukan. Lebih baik kita berhenti saling mengenal dan tidak bertemu lagi selamanya daripada harus melakukan pernikahan tanpa cinta ini. Dan, aku— sangat membenci Bang Al.” Jasmine mengakhiri kalimatnya dengan getaran kecil di ujung bibirnya, lalu dia palingkan wajahnya dari tatapan Al untuk menangis. Siapa di antar kita yang sebenarnya paling terluka sekarang? Aku? Ataukah, kamu? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD