Sejak kembali dari ruangan Jani, Dafa hanya diam menunggui Rania di ruangannya. Pria itu hanya diam, sebisa mungkin menyembunyikan punggung tangan kanannya yang terluka. Kalau Rania sampai melihat, bisa-bisa perempuan itu akan khawatir. “Daf, aku kenapa dicuekin? Aku ada salah? Maaf,” kata Rania akhirnya. Dia tidak tahan terus diam-diaman seperti ini. Akan lebih baik dia didebat daripada didiami. Setidaknya, itu yang Rania rasakan dan tentu saja berbeda dengan setiap orang lainnya. Dafa yang tadinya masih berupaya untuk diam, akhirnya mengaku kalah juga. Dia bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri Rania yang duduk bersandar pada ranjang rawatnya. Wajahnya terlihat lebih pucat dari yang terakhir kali Dafa bertemu. Pasti ada yang Dafa lewatkan saat bersama Jani tadi. Duh, dia sudah me