Dua - Konspirasi Menyebalkan

1061 Words
“Ada hal yang bisa membuatmu tertawa dan menangis di saat yang bersamaan. Aku menyebutnya … kenangan.” ~♥~♥~♥~ Adel yakin semalam ia tidur sendiri di kasur king size kamarnya. Adel juga yakin jika guling yang semalam ia peluk bentuknya bukan seperti ini. Gulingnya terbuat dari bahan kapas yang tentunya lembut, bentuknya yang memanjang sepanjang dirinya membuat Adel senang dengan guling itu. Namun yang saat ini Adel peluk terasa seperti bukan gulingnya. Guling ini bentuknya lebih panjang dari biasanya, dan tak beraturan. Serta terdengar bunyi desahan napas. Bahkan dari balik telapak tangannya, Adel bisa merasakan detak jantung. Huh? Detak jantung? Seperti seseorang. “Pasti Bunda,” pikir Adel. Jadi, Adel semakin menenggelamkan wajahnya ke d**a orang yang memeluknya. Tetapi lagi-lagi ada yang aneh. Jika Bundanya … "kok rata,ya?" pikir Adel. “Kalau gitu, pasti ini Ayah.” Dan Adel sudah bosan beradu pikiran dengan perasaannya. “Bodo amat, ah.” Adel menyerah dengan pikirannya dan memilih melanjutkan tidurnya yang kini semakin nyaman di pelukan orang ini. Siapapun ia, gadis itu serasa enggan melepas pelukan orang ini. Entah pikiran dari mana, Adel ingin agar orang inilah yang terus memeluknya dalam heningnya malam. ~♥~♥~♥~ Suara teriakan membangunkan dua orang yang sedang terlelap. Adel yang belum tahu apa yang sebenarnya terjadi ikut berteriak dan menendang cowok yang sejak semalam menjadi gulingnya. Cowok itu terjengkang ke samping tempat tidur. Dan ketika cowok itu bangkit, Adel lagi-lagi berteriak. "Kamu! Kenapa kamu bisa ada di kamarku?" hardiknya pada Beni yang kini tengah mengaduh kesakitan setelah pelipisnya benjol menabrak nakas. "Apa? Kenapa?" Beni tampaknya belum sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi. Ia mengedarkan tatapan ke sekeliling kamar. Beni mengerutkan kening melihat wajah panik Adel. Kemudian suara benda ambruk di belakang tubuhnya menyadarkan keduanya. Rudi dan Ayahnya Adel yang sedang menopang tubuh bundanya Adel yang pingsan menatap keduanya bingung. Ada kakek mereka di sana dan anggota keluarga Syahilan yang juga ikut-ikutan menonton kejadian di dalam kamar Adel. Mereka berdiri di depan pintu masih dengan wajah kusut khas bangun tidur. Bunda pingsan! "Kalian berdua ke bawah sekarang juga!" Dan untuk pertama kalinya Beni berharap jika ia memiliki ilmu teleportasi sekarang. ~♥~♥~♥~ Adel menggigil di tempat duduknya. Tatapan dingin bundanya begitu menusuk hingga Adel yakin ia akan kesulitan bergerak. Buktinya, sekarang Adel terus saja menundukkan kepalanya tak berani menatap bunda dan ayahnya. "Bunda, maafin Adel. Adel enggak tahu apa yang semalam terjadi. Bunda jangan natap Adel gitu dong, Adel kan jadi takut," ucap Adel memberanikan diri menatap bundanya. Sedangkan wanita setengah baya yang ditatap Adel masih enggan bicara. Bungkam seribu bahasa. Hanya tatapannya saja yang begitu menusuk.Adel tahu, bunda benar-benar marah kepadanya. "Ini semua karena kamu! Kenapa semalam tiba-tiba kamu bisa ada di kamarku?" ketus Adel melirik Beni. "Dasar m***m!" Adel berteriak melupakan sopan santunnya. "Ardelia Maharani! Jaga bicara kamu!" "Adel!" Ayah dan bunda Adel membentak gadis itu berbarengan. Sorot mata keduanya benar-benar menakutkan. "Bunda enggak marah dengan kamu. Bunda hanya kecewa," ujar Bunda. Tatapannya sedikit melembut. "Bunda yang pertama kali memergoki anak semata wayang bunda, tidur dengan laki-laki yang bukan mukhrimnya. Bayangin Adel, coba kalau kamu ada di posisi bunda," lanjut bundanya. "Tetapi Bunda, disini Adel juga enggak tahu apa-apa. Bunda tolong jangan melihat Adel sebagai tersangka, Adel korban dari kesalahpahaman," terang Adel memelas. Ia menatap anggota keluarga lain meminta bantuan, namun mereka diam. Seolah menyudutkan Adel sendirian di tempat yang gelap. Mereka kini seakan tengah berkonspirasi untuk memojokkan Adel dan Beni, dan hal itu menyebalkan. "Korban, kamu bilang? Kalian bahkan terlihat seperti pasangan suami istri yang sedang berbulan madu,"ucap Bundanya lagi. Kali ini ucapan Bundanya sarat emosi. "Meiti, cukup," ujar ayah Adel menengahi. Ayah Adel melemparkan pandangan pada Rudi yang sedari tadi juga memelototi anaknya yang menunduk. Namun Rudi hanya diam. Jadi Ayah Adel memberikan kesempatan pada Rudi untuk mengalirkan pembicaraan. "Disini laki-laki yang harus menjelaskan." Rudi menatap Beni yang menunduk. Wajah pria paruh baya itu sedikit memerah menahan amarahnya. Keluarga besar ini kini tengah berkumpul di ruang keluarga. Setelah kejadian menggemparkan tadi pagi, mereka sepakat membahasnya di ruang keluarga. Tentu saja tanpa adanya kedua bocah cilik dan Tante Lestari yang mengawasi mereka "Pa, Beni akan jelasin ...." ucap Beni. Cowok itu terlihat salah tingkah ditatap berpasang-pasang mata. Adel langsung memberinya tatapan maut andalannya. Enak saja dari tadi cowok itu hanya diam! "Ya. Kami akan mendengarkan," lanjut Rudi. "Semuanya terjadi begitu cepat. Tetapi Beni berani jamin, Beni hanya tidur dengan Adel semalam," ucap Beni. Takut-takut menatap mata papanya. Semuanya mengerutkan kening. "Maksudnya, tidur ... ya, tidur. Bukan dalam konotasi negatif yang seperti itu," ujar Beni membenarkan. "Awalnya Beni cuma mau tidur di kamar Beni saja, tetapi setelah Beni enggak sengaja melihat pintu kamar Adel yang belum tertutup, Beni keluar dan berniat buat nutup kamar Adel." Beni menghela napas sebelum melanjutkan. “Sewaktu Beni masuk kamar Adel, Beni ngelihat Adel tidur dalam posisi tidur yang …enggak banget deh.” Adel mengernyit. Posisi tidur yang enggak banget? Memangnya semalam dia tidur seperti apa, sih? “Jadi Beni benerin posisi tidur Adel. Dan setelah itu...."Beni bingung melanjutkan bagian yang ia ingat. Bagian sewaktu Adel tiba-tiba memeluknya. Wajah Beni memerah. "Setelah itu,apa?" tanya Adel. Gadis itu tidak sabar mendengarkan kelanjutan cerita Beni. "Setelah itu aku langsung tidur aja di samping kamu," lanjut Beni santai. Akhirnya Beni terpaksa berbohong. Ia merasa kasihan jika harus membeberkan apa yang terjadi semalam. Beni janji hanya ia saja yang boleh tahu kejadian yang sebenarnya. "Beni, kamu sadar tidak, apa yang kamu lakukan semalam itu bisa menimbulkan fitnah.” Rudi menginterupsi. Beni kembali menundukkan kepala. Ia mengaku jika memang ia sangat bersalah di sini. Mata Beni menatap seluruh orang yang ada di sana, lalu jatuh pada sang kakek. Kakeknya sedari tadi diam dan terlihat tenang. Tidak banyak menanggapi seperti biasanya. "Kalian semua, tinggalkan kakek dengan Adel dan Beni di sini." Kakek akhirnya bersuara. Tetap tenang membalas tatapan tanya semuanya. Jujur, Beni malah takut dengan sikap kakek yang diam-diam menghanyutkan seperti ini. "Baiklah kalau kalian tidak ingin meninggalkan kami bertiga. Kakek akan bicara langsung saja disini." Suara rendah kakek membawa suasana tegang. Semuanya diam. Menunggu keputusan yang diambil olehnya. Sebelum berkata dengan tenang, kakek melirik Adel dan Beni. "Kalian berdua harus menikah." Adel masih terbengong di tempat saat ucapan itu meluncur dengan indahnya dari bibir kakek. Barulah sepuluh detik kemudian gadis itu sadar. "Apa!" ~♥~♥~♥~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD