Satu Rasa Yang Tertinggal ~~

1080 Words
Flashback.   Kriiing …. Suara bel sekolah yang menandakan jam pelajaran telah usai sudah berdering panjang. Seorang guru mata pelajaran Matematika mulai menghentikan kegiatan mengajarnya, lalu membereskan buku-buku materi yang ia bawa kemudian berdiri di tengah kelas. Seorang siswa memimpin untuk mengakhiri pelajaran dan mengucap salam pada guru tersebut. Setelah pria berkepala pelontos itu meninggalkan ruang kelas, para siswa mulai terdengar gaduh sembari membereskan peralatan belajar mereka. Dyra yang duduk sendiri di bangku paling belakang pun mulai membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Tetapi tangan mungil itu seketika berhenti, saat matanya melihat tulisan-tulisan menyakitkan yang teman-temannya tulis di atas meja. Gadis itu menghela napas secara perlahan dengan tatapan yang tak ia alihkan dari tulisan-tulisan tersebut. Setelah putus dengan Azeil dan dituduh telah mengkhianati kekasihnya, kini Dyra di anggap sebagai manusia mengerikan dan menjijikan bagi seluruh siswa di sekolahan tersebut. Gadis itu menghapus air mata yang berjatuhan di atas wajahnya dan dengan cepat memasukkan buku-bukunya ke dalam tas punggungnya, lalu menyisakan empat buku yang akan ia kembalikan ke perpustakaan hari ini. Ia beranjak dari tempat duduknya, kemudian berjalan melewati teman-temannya dengan kepala yang terus menunduk dan tangan memeluk beberapa buku. Tepat saat dirinya akan menuruni tangga yang berada di samping kelas, beberapa teman sekelasnya berjalan menghampiri, dan mendorong gadis itu hingga akhirnya terjatuh berguling melewati lima anak tangga, dengan kedua lengan ia gunakan untuk melindungi kepalanya. “Ah … sssttt, aw … sakit,” gumam Dyra saat berusaha bangun dari posisinya. Gadis itu melihat kedua sikutnya yang terluka dan mengeluarkan darah segar, lalu duduk seraya membersihkan debu dan sedikit pasir pada luka-luka tersebut. Setelah selesai, Dyra memunguti satu persatu buku yang berserakan di atas lantai. Tepat saat gadis itu akan mengambil buku yang terakhir, sepasang kaki yang mengenakan sepatu sport putih bergaris biru, sedang berdiri di hadapannya. Dyra seketika menengadahkan kepala ke atas, dan mendapati sebuah tatapan tajam dari mantan kekasihnya. “Pengkhianat!” gumam Azeil seraya berjalan menginjak buku gadis itu, menaiki satu per satu anak tangga hendak menuju kelasnya. Mendengar perkataan sarkas dari mulut Azeil, membuat Dyra hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Gadis itu pun kembali berdiri dari posisinya dan melanjutkan langkahnya menuruni tangga dengan sedikit tertatih. “Dyra!!” Seru seseorang dari lantai dua, dengan suara yang sangat lantang. Dyra yang baru saja berjalan melewati lapang olahraga, seketika menghentikan langkahnya. Dan tepat saat itu, beberapa butir telur mentah di lemparkan dari atas oleh belasan siswi, dan mengenai tepat pada kepala, wajah dan punggung, hingga mengotori seragam gadis itu. Belum berhenti sampai di situ, beberapa siswi dari kelas lain yang mengidolakan Azeil, mulai berjalan keluar dari kelas mereka dan tiba-tiba melempari Dyra dengan berkantung-kantung plastik sampah yang sangat bau, hingga air kotor dalam plastik hitam itu pun ikut mengotori seragam yang Dyra kenakan, hingga meninggalkan bau tak sedap pada tubuhnya. “Lo emang pantes dapet sampah, karena lo adalah sampah!” pekik Venny, salah satu gadis teman sekelas Dyra. Gadis itu kembali terjatuh, ketika sebuah bola voli di lemparkan oleh seorang siswi tepat pada wajah Dyra. Cairan yang terasa sangat hangat begitu saja menetes dari kedua lubang hidungnya dan jatuh di atas rok seragam abu-abunya. Ia menengadahkan kepalanya dan melihat orang-orang yang sudah tega melakukan hal itu padanya. Pandangan Dyra pun tiba-tiba berhenti tepat pada sosok pemuda tinggi dan tampan yang kini sedang menatap padanya dan menjadikan kejadian itu sebuah hiburan. Selang beberapa menit, beberapa guru yang mendapat laporan dari beberapa siswa, segera berlarian menghampiri Dyra, dan mencoba membantu siswi itu berdiri dari posisinya. Sedangkan dua guru lain mulai memarahi dan menghukum beberapa siswi yang tertangkap basah akan kembali melempar kantung-kantung sampah tersebut pada Dyra. “Kalian semua yang ada di sini, datang ke ruangan saya sebelum saya panggil orang tua kalian untuk datang ke sekolah!” teriak Pak Dharmawan dengan tegas. Dyra yang sedang berjalan tertatih dengan lemas, tiba-tiba saja jatuh pingsan di atas tangan seorang guru wanita yang memapahnya. Pak Dharmawan yang melihat itu segera berlari dan menggendong tubuh Dyra untuk ia bawa ke ruang unit kesehatan sekolah. ‘Azeil … haruskah kamu bersikap sejauh ini?’ ucap Dyra membatin.   Flashback End. *** Perlahan-lahan kelopak mata Dyra mulai terbuka. Gadis itu mencoba mengerjapkan matanya berulang kali untuk mengembalikan pandangannya yang sedikit kabur. Setelah kembali fokus, gadis itu mengerutkan dahinya saat menatap pada langit-langit yang terlihat berbeda dari ruang kesehatan yang biasa ia datangi. Tiba-tiba ia teringat seluruh kejadian sebelum dirinya pingsan, lalu menoleh ke sisi kanannya, dan mendapati Azeil sedang duduk di atas sofa, menatap dalam pada dirinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dyra seketika bangkit dari posisinya dan kembali duduk di atas sofa, sembari menahan rasa pusing yang kembali mendera kepalanya. “Berbaring! Muka lo masih pucat!” titah Azeil dengan datar. Dyra yang tak menggubris ucapan pria di hadapannya itu, melihat jam yang melingkar di tangannya sudah menunjukkan pukul dua siang. Gadis itu memejamkan matanya sesaat, lalu segera mengambil ponsel miliknya yang Azeil taruh di atas meja, kemudian bangkit dari posisinya. Gadis itu menghadap Azeil dan membungkukkan tubuhnya dengan sopan. “Maaf, saya sudah merepotkan anda, Pak Azeil. Terima kasih atas bantuannya. Saya pamit, permisi,” ucap Dyra tergesa-gesa. Belum sempat gadis itu berjalan keluar dari ruangan tersebut, pergelangan tangannya tiba-tiba ditarik oleh Azeil yang saat ini sudah berdiri di belakangnya, untuk menghentikan langkah Dyra. Dyra seketika terdiam dengan tangan yang mulai kembali bergetar. Kilasan masalalu itu mulai kembali hadir, tatapan dingin dan tajam dari mantan kekasihnya itu kembali menghantui pikirannya. Dyra berusaha menahan emosinya saat ini agar tidak kembali beradu dengan pikirannya. Hingga akhirnya … tangan besar yang mencengkram kuat itu akhirnya melepas pergelangan tangan Dyra, membiarkan gadis itu melanjutkan langkahnya, dan pergi dari ruangan tersebut. Azeil terdiam di tempatnya dengan kepala menunduk. Napasnya terdengar begitu cepat, menahan rasa sakit di dadanya yang tiba-tiba menyeruak begitu saja, saat ia harus dihadapkan dengan kabar mengejutkan tentang gadis yang pernah sangat ia cintai. Pria itu menatap telapak tangannya yang sempat mencengkram tangan kecil Dyra, lalu kembali mengepalnya ketika tangannya masih bisa merasakan getaran hebat tangan gadis itu. “Setakut itu kah lo sama gue, Dyra?” gumamnya. Sedangkan di lain tempat, ternyata Dyra tidak langsung memasuki lift. Gadis itu nampaknya berlari dan masuk ke dalam toilet yang letaknya tak jauh dari lorong lantai tujuh. Dyra mendudukkan dirinya di atas closet yang masih tertutup, lalu mencoba mengatur napasnya yang tiba-tiba terasa sesak. Mimpi buruknya itu kembali hadir, menghantui hari-hari Dyra. Gadis itu menyandarkan tubuh dan kepalanya pada dinding di belakangnya, lalu tanpa ia sadari air matanya menetes di atas wajahnya. “Lo bodoh, Dyra! Kenapa lo gak bisa nahan diri sampe akhirnya pingsan di ruangan Aze?” gerutu Dyra pada dirinya sendiri.   ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD