ENAM

1079 Words
Maaf banyak typo Happy reading.... Setelah Athar melepas pergelangan tangannya dengan kasar. Inne melangkah mundur dengan tatapan nanar kearah Athar yang masih setia menampilkan raut datar, dan tenangnya. Inne melirik dengan tatapan sedih kearah pergelangan tangan kanannya yang memar, dan berwarna kemerahan di bawah sana. Athar tak hanya melukai perasaan, hati, psikis, jiwa atau apapun sebutannya itu, tapi Athar juga melukai fisiknya tanpa perasaan sedikit'pun saat ini. Inne melangkah mundur untuk menjauh dari Athar, sedang Athar mulai melangkah maju mendekat pada Inne masih dengan raut wajah datar, dan tenangnya. Tatapan kedua matanya tidak dapat di tebak, dan di baca oleh Inne sedikit'pun, membuat Inne di landa rasa takut, dan ingin melawan di saat bersamaan. Melawan karena kebiadaban Athar yang membuangnya layaknya seonggok sampah yang tidak bisa di gunakan, dan sudah bosan di pakai oleh laki-laki itu. Membuat Inne hancur, dan berada di titik terendah seperti saat ini. "Aku tidak akan menjelaskan apa-apa padamu saat ini."Ucap Athar dengan nada datarnya. Setelah sekian menit hanya bungkam, dan menatap dengan tatapan sulit di artikan pada Inne sedari tadi. Tangannya yang besar, dan lebar menyugar kasar rambut hitam lebatnya yang di sisir rapi, dan membuatnya berantakan dalam sekejap. "Pulang'lah! Nanti akan ku jelaskan semuanya padamu. Tanpa tersisa sedikit'pun."Ucap Athar dengan nada tegas kali ini. Mengususir Inne untuk segera pulang, dan beranjak dari rumahnya, dari pesta pertunangannya yang akan di susul dengan akad nikah, dan resepsi dalam waktu dekat. "Kamu hanya mengerjaiku'kan, Athar?"Tanya Inne dengan nada penuh harapan setelah ia bungkam hampir satu menit terlewat oleh keheningan. Bahkan Inne melangkah dengan kedua tangan terulur, mengundang Athar untuk meraih dirinya untuk di peluk, dan di dekap erat oleh laki-laki itu, posisi, dan hal seperti ini sangat di sukai oleh Athar dulu, bahkan satu minggu yang lalu sebelum Athar datang, memarahinya di pinggir jalan, dan mengucap kata keramat yang membuat gendang telinga Inne seakan ingin meledak saat mendengar Athar memutuskan hubungan mereka tanpa alasan yang jelas. Tapi, sepertinya detik ini, Inne sudah tau alasan Athar memutuskan hubungan mereka, membuang ia layaknya sampah menjijikkan yang tak bisa di pakai, dan di gunakan oleh laki-laki itu lagi! Athar telah berkhianat di belakangnya. Menemukan mainan baru, ah tidak! Wanita itu, Sabira...bukan mainan baru atau sosok wanita baru dalam hidup Athar. Sabira adalah sahabat Athar sedari Athar, dan Sabira masih belajar merangkak. Tapi, Inne masih berharap. Inne dengan tak tau malunya masih berharap, kalau Athar, dan keluarganya hanya mengerjainya saat ini. Wanita yang menjadi tunanangan Athar adalah dirinya! Karena dirinya sedang mengandung anak Athar saat ini. "Athar....katakan, kalau ini semuanya tidak benar! Apa yang aku lihat, dan dengar tadi salah. Tolong, katakan ini semua salah, dan tidak benar Athar."mohon Inne yang sudah berdiri tepat di depan Athar. Athar terlihat menarik nafas dalam, lalu di hembuskan dengan perlahan oleh laki-laki itu. "Apa yang kamu lihat, dan dengar saat tadi semuanya benar, dan nyata Inne. Pulang'lah! Aku akan menjelaskan semuanya padamu nanti." "Tapi, hubungan kita tetap berakhir. Aku akan menjelaskan mengapa semuanya berakhir seperti ini. " "Pulang'lah, Inne!"Bentak Athar sedikit keras kali ini. Inne menggeleng keras, menolak usiran kasar Athar yang di tujukan untuk dirinya barusan. Inne menutup kedua matanya erat, air mata mengalir dengan deras membasahi kedua pipinya yang tirus, dan terlihat sangat pucat saat ini. Ini terakhir kalinya. Ini terakhir kalinya. Bisik hati Inne di dalam sana. Dengan lemas, Inne menjatuhkan kedua lututnya di tanah. Menundukkan kepalanya dalam. Kedua tangannya mengulur, memeluk erat kedua paha Athar yang berdiri dengan sangat tegang, dan kaku saat ini di depannya. "Athar..."bisik Inne lirih sekali. Athar diam membatu masih dengan raut wajah datar, dan tak terbacanya. Inne mendongak dengan tatapan memohon, dan terlihat sangat menyedihkan dengan wajah basah, dan kedua mata yang bengkak kearah wajah Ahtar, tepat pada kedua manik hitam pekat Athar yang menunduk, dan membalas tatapannya dengan tatapan tak terbaca. "Aku mohon, Athar." "Aku mohon....jangan membuangku seperti ini." "Jangan memutuskan hubungan kita, Athar." "Aku wanita yang sudah memenamimu selama hampir delapan tahun, dan saat ini di rahim wanita yang tengah memohon dengan tak tau malu padamu saat ini, tengah mengandung anakmu, darah dagingmu, Athar." "Jangan membuangku seperti ini, please. Please, Athar."Mohon Inne dengan nafas yang sudah tersengal-sengal. Dan kedua tangannya yang semakin mengeratkan pelukannya pada kedua paha Athar yang masih berdiri kaku, dan tegang di depan Inne. "Kalaupun kau sudah bertungan dengan Sabira. Tolong batalkan. Aku hamil anakmu, bertanggung jawab'lah Athar."Ucap Inne dengan suara sedikit keras, dan nafas yang semakin tersengal saat ini. Dan... Deg! Jantung, dan seluruh isi hati ini bagai tikam ribuan pisau tumpul di dalam sana saat ini, di saat tubuh lemas, dan rapuhnya di hempaskan dengan sedikit kasar oleh Athar, membuat pelukannya di kedua paha Athar terlepas begitu saja. "Pulang'lah! Jangan memohon sesuatu yang tidak akan pernah bisa aku berikan! Aku akan tetap menikah dengan Sabira. Minta'lah yang lain, tanpa memohon, kau akan mendapatkan dengan mudah dariku."desis Athar dingin, dan membalikkan tubuhnya kasar berniat meninggalkan Inne yang membantu di tempatnya, masih shock karena perlakuan kasar Athar yang menghempasnya seperti tadi, dalam keadaan hamil, dan janinnya yang sedang dalam keadan lemah saat ini dalam rahimnya. "Athar..."Jerit Inne keras di sisa tenaganya yang payah dan sedikit. Athar berhenti melangkah di depan sana, membalikkan badannya menatap inne masih dengan raut wajah yang sama. Tak terbaca sedikit'pun. "Katakan, aku melepasmu, Inne. Katakan kata itu padaku."desis inne dingin. "Ya, Aku melepasmu, Inne. Pergi jauh dari hidupku. Jangan pernah menampakkan dirimu lagi di depanku. Masalah janin yang ada dalam perutmu. Akan kita bahas nanti. Pertemuan terkahir yang akan kita lakukan di rumahmu, minggu depan."Ucap Athar dengan suara tegas, dan yakinnya. Membuat Inne memejamkan matanya pahit, tak menyangka secepat ini Athar berbalik, dan berpaling darinya. Atau apakah sudah sejak dulu, Athar, dan Sabira menjalin hubungan di belakangnya, sehingga...Inne menggeleng keras. Memikirkan itu, hanya akan membuat kepalanya sakit. "Katakan sekali lagi Athar. Aku tidak akan pernah menyesal telah memutuskanmu, dan membuangmu seperti layaknya sampah seperti saat ini!"desis Inne dengan nada yang semakin dingin, dan kedua tangannya terlihat melingkari dengan lembut perutnya yang sudah sedikit membuncit saat ini. Sepeti melindungi si jabang bayi dari siapapun, termasuk dari sosok laki-laki yang membuatnya hadir di depan sana, Athar. "Demi langit, dan bumi, Aku tidak akan menyesal, Inne."Ucap Athar dengan suara lantanganya, bersamaan dengan datangnya sosok Sabira yang langsung mengmit mesra lengan kekar Athar, membawa Athar meninggalkan dirinya yang sangat sangat menyedihkan saat ini. Inne tertawa sumbang dengan kedua mata yang masih setia mengalirkan airnya di sana. "Demi langit, dan bumi juga, Athar. Aku berusmpah akan membuatmu menyesal sampai kau tak sanggup untuk berpijak lagi di bumi ini " Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD