Chapter 22

1779 Words
“SIAPA KALIAN??” Ujarnya membuat Eric sempat lupa mengenai tenggorokkannya yang saat ini masih sulit untuk mengambil pasokan oksigen untuk menuju paru paru. Syden yang lebih dahulu kembali ke alam sadarnya menggenggam dan memelintir lengan Eros kebelakang, setidaknya memberikan Eric kesempatan untuk melepaskan sebelah tangan Eros yang lainnya agar ia bisa bernafas dengan normal kembali. “Eros, sadarkan dirimu, sialan” umpat Syden yang kesusahan menahan tubuh pria satu itu. Eric tak bisa membantu banyak karena dia tengah jatuh terduduk sembari terbatuk batuk dan menghirup udara dengan rakus. Merasa tak ada pilihan lain, pria jangkung itu akhirnya memilih untuk memukul tengkuk Eros, dan membuatnya jatuh tak sadarkan diri didepan kakinya. “Kau tak apa?” tanya Syden retoris, karena tentu saja ia sudah tahu apa jawabannya. “Apakah aku terlihat baik baik saja?” umpat Eric balik sembari mengambil lengan Syden yang mencoba menariknya untuk kembali berdiri. Pria yang lebih tinggi menepuk punggung rekannya itu dengan perlahan. Entah apa yang ia maksud dan akan terjadi, namun ia hanya sering melihat adegan itu di televisi jika si karakter utama mengalami kesesakan nafas. “mungkin kau tadi tak sadar karena fokus untuk melepaskan tangan Eros dari lehermu, namun Britta dan Farren menghilang” ujarnya yang langsung membuat Eric sadar bahwa kedua orang yang semalaman suntuk bersamanya itu sudah tidak menunjukan tanda tanda kehidupan di sekitar sana. “Jangan” ucap Syden menahan lengan Eric yang sangat jelas terlihat bahwa ia akan kembali berlari semakin jauh memasuki hutan untuk mencari kedua rekannya yang hilang itu. “Jangan. Kita kembali saja dahulu ke desa” “Lalu maksudmu kita akan membiarkan dua orang itu entah selamat atau tidak di tempat antah berantah?” “Kau yakin bisa menemukan mereka hanya dengan kita berdua?? Lalu bagaimana dengan tubuh Eros?” ujarnya tak kalah sengit. Sebenarnya apa yang dibicarakan oleh Syden memanglah masuk ke akal, namun Eric yang pikirannya sedang kacau karena peristiwa tak mengenakkan yang beruntun inilah yang membuat pria itu panik tak karuan. “Setidaknya, dengan membawa Eros kembali ke desa, kita bisa mengurungnya sampai kita tahu ada masalah apa dengan otaknya. Kita pun membutuhkan Dylan untuk membantu kita. Biarkan orang desa yang menjaga Zale, Kael, dan Eros” ujarnya lagi. Namun, melihat wajah tak yakin dari Eric, pria yang sebenarnya hanya lebih muda beberapa bulan dari Farren itu kembali meyakikan dengan sorot matanya. “percaya padaku” -----         Dengan tertatih karena membopong tubuh Eros yang tidak ringan, akhirnya sampailah mereka di pintu hutan, yang langsung disadari oleh satu warga desa yang tengah mencari kayu bakar disekitar sana. Berbekal bantuan dari pria paruh baya itu, akhirnya sampailah mereka di rumah singgah yang tentu saja disambut oleh tatapan khawatir dari Dylan yang melihat keaadan Eros tak sadarkan diri dengan kondisi pakaian yang compang camping. Tak hanya Dylan, disana pun sudah banyak warga desa yang berkumpul dan shock ketika melihat keadaan Eros. Awalnya mereka semua berkumpul mengenai kejadian kemarin ketika ditemukannya tubuh Kael dan Zale di peti mati yang akan dibakar. Keluarga si pemilik peti dan Dylan saling meminta maaf mengenai ketidak sopanan masing masing dari mereka akibat panik kemarin malam. Dari sana lah, akhirnya warga desa mulai mengetahui bahwa memang benar benar ada seseorang yang mencoba bermacam macam dengan semua penduduk desa. Bahkan detective yang diusut untuk kasus ini pun, dibuat tersiksa sedemikian rupa. “Jadi untuk saat ini, jika kalian memiliki saudara di perkotaan, lebih baik mengungsi terlebih dahulu sampai kasus ini terselesaikan dan penjahatannya sudah ada di dalam penjara” ujar pak Shue menengahi pembicaraan warga desa yang mulai pada panik. “jika memang tak memiliki siapa siapa di perkotaan, tolong waspadalah. Jangan sampai terjadi sesuatu pada keluarga kalian. Jika ada bahaya yang mengancam, langsung teriak saja” tambahnya lagi yang tentu saja dipatuhi oleh warga desa yang menomorsatukan keselamatan mereka. “Jadi.. ada apa dengan nak Eros? Kapan kalian masuk ke hutan?? Kenapa tahu tahu pagi ini sudah keluar hutan dengan keadaan seperti ini?” cecar ibu Irene yang merupakan istri pak Shue dengan wajah yang sangat khawatir. Ia dibantu oleh Chaey- putri sematanya wayangnya- untuk membantu membersihkan luka di tubuh Eros sementara Dylan menggantikan baju pria itu. “Kami semalam masuk kedalam hutan untuk mencari Eros yang sudah menghilang semenjak kemarin pagi” ucap Syden memulai. “Kemarin pagi, Eros pamit untuk mengecheck tempat kejadian perkara pertama, namun tak kembali hingga malam hari. Jadi kami memutuskan untuk mencarinya. Awalnya kami pun mencari di sekitaran desa, namun tetap tidak ditemukan. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari ke hutan. Di hutan, kami menemukan Eros keesokan harinya. Saat pagi pagi buta dibawah pohon sudah tak sadarkan diri dengan pakaian seperti itu” ucapnya ambigu. Pria itu yang awalnya ingin menginformasi mengenai ke agresifan dan hilangnya ingatan Eros pun tak jadi ketika melihat bahwa Zale dan Kael sudah sadar meskipun masih merasa sesak nafas dan kesulitan bicara. Jadi, ia memutuskan untuk tidak membuat warga desa semakin cemas, dan akan meminta tolong Zale dan Kael saja untuk menjaga Eros nantinya. “Lalu kemana nak Farren dan nak Britta?? Ibu tidak melihatnya” tanya ibu Irene lagi yang disenyumi kecut oleh Eric. Tadinya, mereka sudah sepakat untuk tidak membicarakan hal ini kepada seluruh warga desa, namun jika sudah ditanya seperti itu, mereka tak mungkin asal menjawab karena mereka akan langsung tahu. “Farren dan Britta pun menghilang di hutan” ucapannya membuat terikan nafas kaget kembali terdengar dari seluruh individu di desa Asgardia. Kepanikan semakin menjadi jadi. Mereka langsung yakin bahwa dalang dibalik semua ini adalah bukan orang biasanya. Dengan ketakutan, beberapa orang langsung mencoba mencari sinyal dan menghubungi kerabatannya untuk keluar dari desa secepat mungkin. Tak apa, itu lebih bagus untuk pak Shue menjaga kelompok yang lebih kecil. “Pastikan yang tidak pergi, saling menjaga dengan tetangganya ya. Kalau ada apa apa, ingat, langsung teriak. Para bapak bapak akan melakukan pos ronda malam hari untuk mengecheck keadaan kalian semua” ujarnya lagi yang kini membubarkan massa. Kini hanya tersisa mereka berenam dengan keluarga pak Shue disana. Pak Shue terlihat sedang menghubungi tabib pengobatan tradisional untuk mengobati Zale dan Kael yang masih kesusahan bernafas karena terlalu banyak menghirup asap itu. Sedangkan si empunya tubuh malah beringsut mendekati Syden dan Eric yang sangat terlilah kelelahan, lalu menanyakan bagaimana kejadiaan saat kedua rekannya itu menghilang. Menyesap air minerlanya sebentar, Eric bergerak untuk berbisik mengenia keadaan Eros yang kehilangan ingatannya dengan menyerang mereka, disaat itu pula Farren dan Britta langsung tidak ditemukan. “Jadi sekarang bagaimana?” tanya Dylan yang hanya dibalas wajah tak terbaca dari Syden. Di sisi lain, Farren terbangun dengan keadaan yang membuat tubuhnya refleks ingin memeluk dirinya sendiri. Namun, ketika ia membuka matanya, pergerakannya terganggu akibat sesuatu yang menahan tubuhnya dari belakang. Ketika bulir matanya menyadari keberadaannya saat ini, bulu kuduknya langsung berdiri tanpa disadari akibat lingkungan yang membuatnya semakin pusing itu. Kepalanya sakit, dan sialnya tangannya terikat- yang membuat pria itu tak bisa memegangi kepalanya yang terasa amat berdenyut. Pandangannya beralih, memperhatikan sisi demi sisi dinding ruangan, namun yang ia temukan hanyalah dingin yang menusuk hingga tubuhnya terasa mati rasa dan mulutnya mengeluarkan asap hangat. Tadinya, pria itu hanya ingin memejamkan mata selama beberapa menit untuk berpikir dengan lebih jernih. Namun, ketika sorot matanya menangkap sesosok tubuh yang sangat ia kenal tak jauh darinya, ia langsung menyadari bahwa bukan hanya dia saja yang ada dalam bahaya. Britta terlihat tengah terduduk dengan punggung yang menyandar pada dinding dan tangan yang juga terikat ke belakang. Kaki mereka berdua nampak terlihat diikat dengan sebuah tali berukuran tebal dan tubuh mereka berdua tak memakai jaket yang dibawa saat ke hutan semalam. Wajahnya terlihat sangat pucat, hingga Farren sangat panik apakah tubuh gadis itu masih bisa mengalirkan darah dengan normal atau tidak. Apakah gadis itu masih bernafas dengan baik atau tidak. Apakah Britta masih memiliki nyawa di tubuhnya atau tidak. Ini dingin. Sangat dingin dimana Farren bahkan bisa menebak bahwa area tempat mereka dikurung ini memiliki suhu dibawah nol derajat celcius. Suhu dimana biasanya ketika musim salju terdingin pun tak sebegini bekunya. Farren yang tadinya hendak mencoba memanggil gadis yang lima tahun lebih muda darinya itu sempat tertahan ketika menyadari Britta perlahan mulai membuka matanya. Desahan lega hampir saja keluar dari mulutnya sebelum ia sadar bahwa gadis itu tiba tiba menggigil parah, bernafas dengan cepat namun disisi lain, ia sangat terlihat kelelahan. Entah Farren harus bersyukur atau tidak mengenai situasi ini, karena artinya gadis itu hanya baru saja mengalami hiptermia fase ringan. Belum di fase sedang atau mungkin parahnya di fase berat yang mungkin akan menjadi mimpi buruk untuk mereka. Britta yang tengah kesusahan untuk berpikir normal akibat fase hipotermianya itu menatap kearah Farren, mencoba menjatuhkan diri dan saling merangkak mendekati, namun sebuah bunyi khas dari pintu besi yang tergerak membuat mereka berpura pura untuk tidur di posisi masing masing. Derap langkah kaki dari sepatu yang sepertinya solnya berbahan keras itu masuk ke pendengaran masing masing. Ada beberapa suara berbeda yang diduga suara laki laki dewasa yang sepertinya kini tengah berada di sekitar mereka. Farren memasang telinganya baik baik, mencoba mendengar dan mengingat segala hal yang mungkin saja bisa membantu mereka keluar dari segala situasi sialan ini. Mengingat kejadian dari kemarin adalah hal hal ganjil, maka pria itu berpikir bahwa kemungkinan besar kejadian ini diatur skenarionya oleh orang yang sama dengan yang menculik empat belas keluarga di desa Asgardia selama kurun waktu hampir dua tahun ini. “Kau sudah membuatnya lagi, kan?” kini selantun suara sangat berat terdengar berbincang dengan kemungkinan rekannya yang lain. “Belum, tapi jangan khawatir, kita memiliki stock buah yang sangat banyak” suara mereka terdengar sangat kecil, malah lebih menyerupai bisikan. Tiba tiba kekehan kecil terdengar dari salah satu suara tadi selama beberapa detik- “tentu saja banyak” ujarnya. “orang si jalang sialan itu sengaja menanamnya, kok” “Gila ya” ujar pria yang menjadi lawan bicaranya. “Aku baru kali ini mengenal seorang wanita yang mau dan sanggup menanam tanaman seperti itu” ujarnya merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. “Mau lah” ujar salah satunya mencemooh. “Si jalang itu dibayar dua juta dollar setiap project yang ia kerjakan. Lagi pula” ujarnya dengan suara yang mengecil, benar benar seperti definisi orang yang sedang bisik bisik. “katanya si jalang itu ada main dengan bos kita” “Apa?? Britta mencoba untuk memfokuskan pendengarannya, namun suara jantungnya sendiri seakan lebih kencang dan berdetak langsung di depan telinganya. Gadis itu pusing. Kini, ia semakin kesulitan bernafas, detak jantungnya masih kencang, namun menjadi tidak teratur, nyeri mendera kepalanya dan kesadarannya mulai menurun. Hal terakhir yang ia sadari adalah, beberapa orang tadi sudah keluar sembari terus bicara mengenai buah dan tanaman yang tidak bisa gadis itu tangkap dengan baik.    “jadi.. buah ya”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD