Ch.03 Mencari Sosok Asing

1721 Words
Bingung, Eleanor masih meraba-raba ingatannya. Ia tidak paham kenapa bisa berada di kamar hotel ini. “Aku tadi malam sedang berpesta bersama Sasya dan yang lain, bukan?” Terengah, ia mengumpulkan tenaga untuk bisa duduk, memandangi sekitar. Selimut yang tadinya menutupi d**a kini melorot hingga membiarkan kulit putih mulus dan polos diterpa hawa dingin. Merasa dadanya mulai dingin tidak seperti biasa, menunduklah kepalanya. “What …!” pekik Eleanor kencang hingga ia langsung menutup mulutnya sendiri. Tidak hanya bingung, kini ia pun terkejut bukan main saat melihat raga indah miliknya terpampang polos tanpa busana sama sekali. “Apa yang terjadi denganku! Kenapa aku telanjang!” Terus menggeleng dan menatap tubuh telanjangnya, ia bernapas sangat cepat. d**a sesak, rasa takut pun sontak memeluk asa. Terdengar lagi suara Reagan sedang muntah di dalam kamar mandi, bersama umpatan-umpatan ringan sang pemuda. Mata Eleanor terbelakak lebar. “Siapa dia! Apa dia yang memerkosa aku semalam!” lirihnya makin ketakutan. Udara kian sulit untuk dihirup. Panik? Iya! Dia sedang merasakan panick attack saat ini. Melompat turun dari ranjang, “Aduh!” erangnya reflek memegangi kewanitaan yang dirasa perih. Bibir gemetar, ingin menangis kencang karena merasa telah dirudapaksa, diambil kesuciannya tanpa ia kehendaki. Ia tidak cukup bodoh untuk tidak mengetahu kalau keperawanannya sudah hilang. Dengan terseok menahan rasa nyeri di kewanitaan, langkahnya segera bergerak. Tangan mulai memunguti pakaian dalam di atas karpet lantai kamar hotel. Melakukan semua ini dengan air mata menggenangi pelupuk. Tak habis pikir siapa yang tega menodai dirinya? Lelaki b***t mana yang tega melakukan ini semua? Saat mengambil blouse dari bawah, ia melihat jam tangan Patek Phillippe model terbaru di atas lantai. Bentuknya sungguh indah, benda mewah tersebut. Warna dasarnya putih terang, dibingkai lingkaran yang terbuat dari emas asli. Jam dengan tali kulit berwarna cokelat itu merupakan salah satu dari seri Patek Philiipe Perpetual Calendar yang harganya bisa mencapai 4 milyar rupiah lebih. Eleanor menelan salivanya dengan berat. Hanya orang-orang tertentu yang bisa membeli jam tangan semahal itu. Ditambah dengan kunci mobil berlambang Bugatti berjejer dengan penunjuk waktu mewah tersebut, ia semakin yakin telah berurusan dengan orang yang salah! Siapa pun yang menidurinya semalam, bukanlah orang sembarangan. Hal ini membuatnya semakin takut! Pria di dalam kamar mandi itu membuatnya semakin ngeri! Bukankah lelaki berkuasa dan beruang cenderung berbuat semena-mena pada wanita kelas menengah sepertinya? Paling tidak, itu yang ada di pikirannya. Maka, didorong oleh rasa takut yang kian merajai batin, gerakannya semakin dipercepat. Memakai baju dengan tergesa-gesa, menyambar tas di meja dekat pintu, menenteng sepatu, dan cepat menuju pintu keluar. Sekali lagi memandang ke kamar mandi, “Siapa pun kamu yang berada di sana, semoga kamu tidak mencariku dan semoga kamu tidak ingin melenyapkan aku!” lirihnya ketakutan. Dengan wajah sembab dan mata yang masih terlihat sangat mengantuk, ia membuka sedikit demi sedikit pintu kamar hotel. Satu langkah demi satu langkah keluar, menutup kembali, dan berlari secepat kilat menuju lift sambil masih menenteng sepatu hak tingginya. *** Sementara itu di dalam kamar mandi, Reagan yang sedang pengang akibat mabuk berlebihan semalam masih saja muntah berkali-kali. Ia sampai bersimpuh di depan toilet, terengah dengan wajah memerah. Hampir sepuluh menit ia terus duduk beralaskan lantai dingin sampai rasa mual di dalam lambung mulai menghilang. Tangan bergerak menyentuh flush toilet entah untuk yang keberapa kali di pagi ini. “f**k, Man! Aku tidak akan mau lagi bermain seperti semalam! Meminta nomor telepon gadis-gadis! f*****g s**t! Permainan apa itu!” engahnya mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Perlahan tubuh gagahnya bangkit dari atas lantai. Berjalan gontai menuju wastafel, berkumur sembari memercikan air hangat ke wajah rupawan miliknya. Tato bintang beberapa buah di bagian perut sebelah kiri nampak ikut basah ditetesi air. Menatap diri sendiri di depan kaca, dadanya terengah. “Apa yang harus kukatakan pada perempuan di luar itu?” Dia yang biasanya tidak terlalu peduli dengan wanita asing, kini justru bingung harus berkata apa. Tuan Muda yang biasanya tidak merasa perlu menjelaskan ini dan itu kecuali kepada orang tua serta keluarganya sendiri, kini justru didera rasa gamang. “Bagaimana kalau dia menjerit? Bagaimana kalau dia menuduhku yang bukan-bukan? Tapi, dia juga tidak menolak, bukan?” Reagan menggali lagi ingatannya semalam. Ingin memastikan bahwa hubungan badan yang ia lakukan dengan wanita asing tersebut adalah didasari rasa suka sama suka. Tidak pernah ada dalam kamusnya di mana ia memaksakan kehendak apalagi menodai seorang wanita. Namun, sebuah suara terngiang di telinganya. Sebuah suara lemah yang memintanya untuk berhenti, tetapi tidak ia indahkan. “s**t! Dia sudah memintaku berhenti! Tapi, aku seperti orang kesetanan! Tubuhku terasa panas luar biasa dan yang ada di otak hanyalah perasaan ingin bercinta!” “The f**k is wrong with me!” kesalnya memukuli kening sendiri. Menatap pintu kamar mandi, menggeleng lirih, sungguh takut wanita cantik itu akan menganggapnya sebagai predator seksual. Sebenarnya tidak masalah bagi sang Tuan Muda jika memang dituduh begitu. Keluarganya sudah “memiliki” separuh hakim dan penegak hukum di kota Big Apple tersebut. Tidak ada tuntuntan hukum apa pun yang bisa menjeratnya, terutama jika hanya sekadar pelecehan seksual. Namun, yang ia khawatirkan adalah …. “Dia sungguh cantik. Rambut pirangnya, mulus kulitnya, dan aroma vanila lembut itu, f**k … aku ingin tahu lebih banyak tentang dia!” desis Reagan kembali merasakan detak jantung memburu. Iya, dia justru lebih takut wanita itu akan membenci dan menjauhinya. Entah kenapa, ada sesuatu dalam diri Reagan yang membuatnya ingin terus bersama pemilik raga molek tersebut. Menarik napas panjang, ia berkata pada diri sendiri untuk bertindak layaknya lelaki sejati. Yaitu, menjelaskan semua dan bersedia bertanggung jawab, apa pun yang terjadi. Maka, mulailah langkah kakinya menuju pintu dan meninggalkan ruang kamar mandi. Masih menahan napas, langsung menuju area ranjang. Ketika melihat tempat tidur sudah kosong, apalagi pakaian serta tas Eleanor tak ada di sana, “f**k! Ke mana dia!” erangnya murka. Gusar, marah, kecewa, seluruh perasaan campur aduk menjadi satu. Lalu, sebuah pemandangan yang tak pernah ia temui sebelumnya nampak begitu jelas di atas sprei putih ranjang hotel. Mata Tuan Muda Lycus semakin terbelalak. “She’s a f*****g virgin?” pekiknya hingga tersengal. “Aku baru saja bercinta dengan wanita secantik itu dan dia masih perawan? Goddamn!” Ia melihat noda merah di atas sprei putih. Bukti otentik bahwa itu memanglah darah keperawanan yang telah ia renggut semalam. Reagan dilanda kepanikan juga kebingungan. Isi kepala mendadak jadi semrawut tidak karuan. Segala pemikiran tumpang tindih di akalnya yang masih belum bisa berpikir jernih. Dengan terengah, ia mengambil ponsel dan menelepon seseorang. Wajah pemuda itu terlihat sangat serius. “Ya?” jawab pria di ujung sambungan. “Temukan wanita yang tidur denganku di hotel tadi malam! Aku mau tahu semua tentang dia!” titah Reagan Aaron Lycus kepada orang kepercayaan. Dengan terengah, desisnya terdengar, “Lalu, bawa dia menemuiku! Seret jika perlu!” *** Datang ke rumah ayahnya, ia segera memasuki ruang tamu dan meminta pelayan untuk membuatkan secangkir kopi pahit untuk menghilagkan rasa pengang di kepala. Sean Lycus, pemimpin dari Klan Lycus datang menemui. Ia merangkul putra pertamanya dengan hangat. Dua lelaki tampan dan gagah duduk berhadapan. “Kamu mabuk semalam? Matamu masih bengkak dan merah,” ucap Sean memandang lekat pada wajah Reagan yang kata orang bak pinang dibelah dua dengan dirinya. “Saat Daddy datang kamu seperti melamun, memikirkan apa?” Mengendikkan bahu, tersenyum datar, “You know, Dad. Begitulah anak muda jaman sekarang. Kami ke klub, play a stupid game, dan menjadi mabuk,” jawab Reagan menghela. “Aku tidak memikirkan apa-apa, hanya masih mengantuk dan sedikit hangover.” Sejak tadi ia tidak bisa berhenti membayangkan wajah Eleanor. Sejak tadi pula, ia berharap ponselnya segera berdering dan ada kabar mengenai wanita yang telah mematri dirinya pada pandangan pertama. “Hmm, apa kamu dan Malika ada masalah?” kulik Sean. “No, aku dan dia tidak ada masalah. Kenapa? Dia mengaku ada masalah?” Sean menggeleng, “Tidak ada yang mengaku apa pun. Hanya saja, Riana Stalqher, ibunya tunanganmu itu tadi malam menelepon Mommy Zefa dan bertanya kapan kalian akan segera menikah?” “Sudah dua tahun bertunangan, usiamu pun sudah 30 tahun, tak ada salahnya segera menikah dan memberikan Daddy cucu yang lucu,” senyum Sean dengan sedikit penegasan. Reagan merasa muak dengan pembahasan ini, tetapi ia menahannya karena rasa hormat begitu besar yang ia miliki untuk sang ayah. “Aku kira kita akan membahas peluang bisnis baru dari Italia?” Sean tertawa, “Ya, ya, kita juga akan membahas itu. Ini hanya omongan antar lelaki saja, jangan terlalu dipikirkan. Kalau kamu belum merasa siap untuk terikat, tidak apa. Masa pacaran memang lebih menyenangkan.” “Hmmm,” sahut Reagan dengan malas, memutar bola matanya ke arah lain. Mereka kemudian berbincang dengan cukup lama hingga menjelang siang hari. Memutuskan untuk makan siang di sini saja, Reagan kemudian menelepon orang kepercayaannya terlebih dahulu sebelum memasuki dining room dan bertemu dengan keluarga yang lain. Ini adalah hari Sabtu dan kedua adik kembarnya masih tinggal di rumah sang ayah. “Chris, apa kamu sudah menemukan siapa wanita itu?” tanyanya pelan. “Baru saja aku akan meneleponmu, Kak,” jawab pemuda bernama Christian Xu, adik tiri Reagan. Mereka satu ibu, lain ayah. Ya, betul sekali. Satu ibu, lain ayah. Dulu, ibunya Reagan dan Christian adalah kekasih Sean Lycus. Akan tetapi, mereka berpisah tanpa sempat menjadi suami istri. Karena Reagan adalah anak pertama, maka Sean tetap menjadikan dia sebagai Putra Mahkota. Meski memiliki ayah yang berbeda, tetapi Reagan sangat menyayangi adiknya tersebut. Tidak hanya menjadi orang kepercayaa, asisten pribadi, tetapi juga merangkap bodyguard terdekat pada saat-saat tertentu. “Hmm, kamu sudah menemukannya? Siapa dia?” ulang Reagan dengan berdebar. “Sebelumnya, biar aku perjelas. Kamu tidur dengan wanita asing di hotel? Ini sungguh di luar dugaan!” kekeh Chris. “Aku kira kamu dan Malika su—” “Just shut the f**k up dan katakan apa kamu menemukan dia!” kesal Reagan terengah. “Oke, oke, sorry!” jawab sang adik tiri kembali terkikik. “Aku sudah menemukannya!” “Serius? Kamu benar-benar sudah menemukannya?” “Yups! Ayahku adalah mantan agen CIA, apa kamu sekarang mulai meragukan kemampuanku?” seloroh Chris. Pemuda ini memang suka bergurau. Reagan menarik napas panjang, lalu bertanya, “Siapa dia?” “Namanya adalah Eleanor Thomason, wanita single berusia 28 tahun. Kamu mau tahu bagian terbaik dari seorang Eleanor Thomason?” ucap Chris tersenyum lebar. “Apa itu? Apa bagian terbaiknya?” “Dia adalah karyawanmu sendiri di Lycus Group!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD