Chapter 7

1263 Words
'Apa aku juga boleh berjanji akan berusaha membuatmu menyukai wanita, sebagai mana kodratnya? Meskipun itu bukan aku?' * Ariana pov Pagi telah menyambut dengan sinar senja dari balik kaca jendela hotel. Aku meregangkan otot, saat ujung tanganku menyentuh sesuatu, aku baru menyadari ada Nathan berada tepat di sampingku, aku juga baru tersadar kalau kita sudah resmi menikah kemarin. Dan sekarang aku satu ranjang dengannya. Mendengar satu ranjang saja pipiku langsung memerah. Kulihat dia menggerakkan tubuhnya, ia sekarang berhadapan denganku. Lihat betapa tampannya suamiku ini. Suami? Menyebut satu kata itu masih terasa aneh di bibirku. Hidung mancung, mata Indah itu, bibirnya yang sexy dan wajah yang tampan yang sekarang ada di depanku, adalah suamiku. Astaga wajahku terasa panas, dan, jantungku berdetak dengan cepat lagi. Pulang dari sini aku harus pergi ke dokter untuk mengecek. "Sudah puas mandanginnya?" suara serak khas bangun tidur mengagetkanku. Aku menutup mataku, berpura-pura kalau aku masih tidur. Tak.. "Aw.. " kurasakan dahiku mendapat sentilan dari Nathan. "Berhenti berpura-pura tidur, bodoh." dengan tidak berdosa pergi dari tempat tidur. "Aku tarik ucapanku yang tadi." grutuku. **** "Bagaimana?" Mami Ranti sedang berbicara dengan seseorang di telfon. "......." "Ikuti terus jangan sampai lengah, kau harus melapor sedetail mungkin." ia menutup panggilan. "Mami.... " Panggil seseorang dari belakangnya. "Iya pi... " "Mami dari mana aja si papih lapar, sarapannya sudah siap?" "Tadi mamih abis dari belakang. Makanan sudah siap buat suami mami tercinta." jawab mami Ranti bergelayut manja pada suaminya. 'Kamu tidak akan bisa mengelabui Mami, anaku sayang.' ucap batinnya. Mami Ranti tersenyum penuh arti? *** "Kau mau pergi kemana? " tanya Ariana melihat Nathan memakai yang sudah rapih. "Cepat mandi, kau lupa kita disini ulah siapa? " Nathan m "Mamih Ranti." "Selain penginapan, liburan kita juga sudah ia atur, kita harus mengikuti semua kemauannya. Kalau tidak dia akan curiga." "Kita mau pergi kemana?" tanya Ariana lagi, ia benar-benar tidak tahu apa-apa. "Pergi kepantai, mamih sudah menyewa sebuah kapal untuk kita, jadi cepatlah bergegas." "Maksud kamu, kita akan pergi ketengah laut?" tanya ariana. "Kau ini benar-benar bodoh ya. Tentu saja, kita akan naik kapal, tentu akan ketengah laut." "A-anu, b-bisakah kita jangan pergi." ucap Ariana terbata. "Kenapa? Jangan bilang kau tidak bisa berenang?. " tebak Nathan. "Bukan begitu." lirihnnya. "Lalu? Sudahlah cepat mandi aku menunggumu di bawah." nathan sedikit kesal. Ariana masuk kekamar mandi, jantungnya berpacu dengan cepat, bukan karna Nathan, tapi Ariana mengingat saat ia masih kecil pernah hampir kehilangan nyawanya saat bermain air dipantai. Flasback on Ariana yang masih berumur enam tahun berlibur dengan ayahnya di pantai. "Ayah.... Ariana mau balon itu." rengek Ariana kecil, meminta balon berbentuk mickey mouse. "Ariana mau itu? " tanya ayah Ariana. Gadis cantik berambut panjang dihiasi topi besar berwarna merah muda itu mengangguk antusias. "Riana mau yang gambar mickey yah." "Tunggu disini sebentar ya, ayah belikan, jangan kemana-mana, jangan dekat-dekat dengan air bahaya." perintah ayah. "Iya ayah." Ariana mengangguk patuh. Sambil menunggu ayahnya, Ariana melihat para pengunjung lain yang sedang asik bermain voli. Angin pantai yang cukup besar membuat topi yang dikenakan Ariana terbang dan terjatuh, Ariana ingin mengambil topi itu, tapi tidak sengaja tertendang pemain voli tadi sampai ke bibir pantai. Ariana berlari, dan lagi-lagi topi itu menjauh terbawa ombak kecil. Ariana turun ke dalam air menggapai topinya yang terus semakin jauh. Tanpa sadar Ariana kecil sudah masuk kedalam air cukup dalam sebahunya. Dan tiba-tiba kakinya terasa keram. Ariana kecil tenggelam, orang-orang disekitarnya yang memang sedang asik sendiri tidak mengetahui ada yang meminta tolong. Ariana kehilangan kesadaran dan tenggelam, namun ada tangan yang menggapai menolongnya. "Uhuk... Ayah.... " suara Ariana bergetar menangis. "Sayang... Maaf ayah hampir saja terlambat menolong kamu." ayah Ariana memeluk Putri semata wayangnya, takut kehilangannya. Flashback of "Ayo cepat naik." suara Nathan membuyarkan lamunan Ariana yang sedang melihatmu luasnya laut. Sekarang ariana dan Nathan sudah berada di pantai hendak pergi ketengah laut dengan kapal yang sudah Mami sewakan untuk mereka. Jujur saja saat ini kalau Ariana boleh memilih, ia lebih baik di ajak ketengah hutan Rimba, dari pada harus pergi ketengah laut. "Lambat." kesal Nathan, menarik tangan Ariana tidak sabar yang hanya diam melamun. Sampai di atas Ariana terdiam, kakinya terasa ada lem yang kuat, hingga kakinya tidak bisa di gerakan. Saat kapal yang mereka tumpangi berjalan, Ariana berpegang pada besi. Wajahnya memucat dan bulir air keluar dari wajahnya. "Kau demam." tanya nathan melihat Ariana. "T-tidak." jawab Ariana terbata. "Kau pucat, kita bisa menepi kembali." "Aku baik-baik saja." kata Ariana memaksakan tersenyum. Ariana merasa tidak enak pada Nathan, jika harus kembali hanya karena traumanya. Mereka sudah berada di tengah laut. Pemandangan Indah tidak membuat Ariana tenang. Wajah dan keringat masih terlihat, bahkan sangat jelas. Karena sudah tidak bisa menahannya lagi, Ariana terjatuh duduk dan menangis. Nathan yang melihat Ariana langsung menghampirinya. "Kau baik-baik saja." tanya Nathan sambil berjongkok agar dapat melihat Ariana dengan jelas. Tidak ada jawaban dari Ariana, ia hanya menangis sesegukan, dan memanggil ayahnya. "Ayah... " suara Ariana terdengar jelas kalau ia menangis. "Hey.. Hey it's ok, ada aku disini." Nathan memeluk Ariana, menenangkan. "Ayah.... " Ariana memanggil ayahnya. Nathan yang bingung langsung menyuruh untuk menepi kembali. Nathan mengusap punggung Ariana menenangkannya. Suara Ariana tidak terdengar kembali. Dan ternyata Ariana tertidur di pelukan Nathan. 'Nyaman, seperti pelukan ayah, sebentar saja seperti ini kumohon.' batin Ariana. Ia mengeratkan pelukannya pada Nathan. Mereka pun sampai di tepi kembali. Nathan menggendong Ariana ala bridal sampai ke mobil menuju ke hotel. Saat turun pun Nathan masih menggendong sampai ke dalam kamar dan menidurkan Ariana di kasur. Nathan mengambilkan air putih untuk Ariana. Dirasa Ariana sudah tenang, Nathan menanyakan keadaannya. "Sudah baikan? " tanya Nathan. Ariana mengangguk. "Maaf." lirih Ariana, merasa bersalah karena talah mengacaukan. "Apa ada yang sakit? "tanya Nathan kembali. Ariana menggelengkan kepala. "Lalu tadi kenapa?" tanya Nathan untuk yang kesekian kalinya. "A-aku tidak apa-apa." jawab Ariana. Sebenarnya ia mau bicara aku takut, saat kecil ia pernah hampir tenggelam, tapi di urungkan, ia tidak mau Nathan menganggapnya aneh. "Wanita memang susah dimengerti." Nathan sedikit kesal, bukan jawaban itu yang ia mau dengar. "Tidurlah, aku akan ke apotik membeli obat." Nathan hendak pergi namun tangannya di pegang oleh Ariana. "T-tidak perlu, aku baik-baik saja." ucap ariana. "Kalau kau baik-baik saja, lalu kenapa tadi kau menangis." Nathan menahan diri untuk tidak membentak Ariana. "A-aku hanya.... Takut pantai." lirihnya, namun masih didengar oleh Nathan. "Apa ada sesuatu di pantai? " Nathan mencoba mengorek. Tapi Ariana menggelengkan kepala. Nathan menghembuskan nafas kasar dengan sifat Ariana yang tertutup. "Look at me, aku dan kamu sudah menjadi suami istri. Bisakah kau sedikit saja terbuka." Kata Nathan dengan serius. Ariana ketulusan Nathan. "Kita memang menikah bukan atas dasar kemauan kita. Tapi tidak salah mendekatkan diri satu sama lain, kita tidak bisa seperti ini terus, bukan? Mau tidak mau kita harus menjadi dekat." "Waktu kecil, aku pernah hampir tenggelam di pantai, aku takut kalau aku tidak bisa membuka mataku lagi dan tidak bisa melihat ayah dan bundaku lagi." akhirnya Ariana memberitahu kenapa ia menangis. "Maaf, aku mengacaukan semuanya." Ariana menunduk. Ia sangat kesal pada dirinya sendiri yang mengacaukan semua rencana honeymoon yang sudah di persiapkan tersenyum Ranti. Nathan memeluk Ariana. Nathan tau saat ini Ariana memerlukan sebuah pelukan. "Jangan meminta maaf, ini bukan salahmu. Aku yang minta maaf karna tidak tau lebih awal." ucap Nathan. Ariana menggelengkan kepala nya, tidak setuju dengan ucapan Nathan. "Tidak, kamu tidak salah, seharusnya aku yang lebih awal harus memberitahu. Kamu tidak salah." ariana menangis. "Sudahlah, tidak ada yang salah." Nathan akhirnya menengahi. Ia masih memeluk Ariana dan mengusap punggung Ariana agar tenang. 'Tuhan, aku harus bagaimana. Aku tidak bisa membohongi perasaan ini lagi. Aku sudah mencintai nathan, suamiku sendiri. Aku harus bagaimana tuhan...' batin Ariana. _____________________________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD