Bab 12. Kisah Masa Lalu 1

1248 Words
# Ruby mengerang kesal saat mendapati kalau kenyataan dirinya harus mengikuti rapat yang menyebalkan bersama dengan sang Paman sementara ternyata Arther tidak datang di rapat tersebut. Arther membatalkan keikutsertaannya dalam rapat itu dan malah mengirimkan salah seorang asistennya dan beberapa manajer perusahaan untuk menggantikannya. Andai saja Ruby tahu akan seperti ini, dia akan lebih memilih untuk merebahkan diri sepanjang hari dan tidur sampai puas daripada harus bangun pagi hanya demi bertemu dengan pria yang seharusnya menjadi tunangannya tapi malah menolaknya itu dan berakhir terjebak di antara orang-orang membosankan yang tidak enak di pandang. Ruby ingin langsung pergi tapi pesan dari Ibunya menahannya dia. Di ancam untuk tetap mengikuti rapat menyebalkan tersebut dan tentu saja dia harus terus bersandiwara sebagai anggota keluarga Lee yang baik hati dari sisi baik yang tidak mengenal dunia gelap sama sekali. Selama ini keluarga Lee berkarir di dua bidang seakan-akan keluarga itu juga terpecah menjadi dua, bukan karena bermasalah tapi karena dua perusahaan yang bergerak di dua dunia yang berbeda. Yang satu bergerak di dunia gelap, berurusan dengan sindikat dan mafia sedangkan satunya lagi berpura-pura membangun bisnis dengan kejujuran dan beroperasi layaknya bisnis normal meski pada kenyataannya semua itu dikendalikan oleh satu orang secara keseluruhan yaitu kakeknya dengan dibantu oleh ibunya dan semua paman serta bibinya. Saat rapat akhirnya dijeda untuk istirahat, Ruby menyelinap menuju ke tangga darurat untuk merokok. Baru saja Ruby mengeluarkan korek api dari dalam tasnya, seorang pria tiba-tiba meraih bahunya. "Kau ?!" Tapi orang itu tidak melanjutkan kalimatnya. Pria itu hanya menatapnya selama beberapa saat dengan wajah bingung dan kemudian melepaskannya. "Maaf sepertinya aku salah orang," ucap pria itu. Ruby hanya bisa menatap pria itu hingga menghilang di balik pintu "Dasar orang gila." Dia menjadi lebih kesal karena merasa terganggu. Ruby kemudian melanjutkan aktivitasnya merokok. Setiap helaan napasnya membentuk gumpalan asap di sekitar wajahnya yang cantik dan sama sekali tidak menunjukkan kalau dirinya adalah seorang perokok. Saat itu, seorang wanita menyentuh bahu Ruby dengan panggilan asing dan tampak terkejut saat Ruby berbalik. "Astaga aku pikir sudah melihat hantu!" Wanita itu sedikit memekik pelan saat dirinya bertatapan dengan Ruby. "Apa aku mengenalmu," tanya Ruby. Dia menghembuskan asap rokoknya ke udara. Tidak menyangka kalau tempat yang dikiranya akan sepi itu, nyatanya dilewati orang juga. Di mana mereka selalu saja mengganggunya. Wanita itu terbatuk-batuk sambil mengibas-ngibaskan tangannya menghalau asap rokok yang dihembuskan oleh Ruby. "Maafkan aku, sepertinya aku sudah salah orang," ucap wanita itu. Ruby hanya bisa kembali mengerutkan dahinya saat melihat wanita itu pergi sambil sesekali meliriknya lagi sebelum akhirnya hilang di balik pintu. Dia ingat kalau wanita itu adalah tim yang dibawa oleh manajer perusahaan Arther. "Ada apa dengan orang-orang hari ini?" gumamnya kepada dirinya sendiri. Ruby juga ingat kalau di rapat tadi semua orang tampak sesekali mencuri pandang ke arahnya terutama orang-orang yang datang untuk mewakili Arther. Dia tidak tahu kenapa mereka bersikap seperti itu dan dia juga tidak begitu peduli. Tapi ketika dua orang bahkan bersikap seakan salah mengenalinya sebagai orang dengan orang lain, insting Ruby mengatakan kalau ibunya pasti tahu sesuatu tentang ini. Ruby melirik jam tangannya. Waktu istirahat sebentar lagi akan berakhir dan dia harus kembali ke dalam rapat membosankan bersama para orang tua itu. Dia ingin melarikan diri tapi tentu saja dia terlalu takut dengan apa yang mungkin dilakukan ibunya. Jadi Ruby tidak punya pilihan selain kembali ke rapat menyebalkan yang terpaksa dia ikuti itu. # Setelah selesai mandi, Jenny akhirnya keluar dari dalam kamarnya. Dia sedikit terkejut saat akhirnya mendapati Arther yang tengah membuatkan nasi goreng untuknya. Ini sesuatu yang jarang terjadi karena biasanya dialah yang akan bertugas menyiapkan sarapan untuk pria itu. "Hari ini kita makan Yang berkarbo karena kita butuh tenaga lebih untuk beraktivitas," ucap Arther. "Sudah kubilang kalau aku tidak akan masuk kantor hari ini. Aku lelah dan sebenarnya kalau bisa, aku tidak ingin melihatmu di sini," ucap Jenny terus terang. Meski begitu dia tetap mengambil tempat duduk di meja makan dan menunggu Arther menyelesaikan kegiatannya. Arther hanya tersenyum menanggapi ucapan Jenny yang jelas-jelas mengatkan kalau dirinya tidak ingin melihat Arthur di depannya. "Bukannya kau sendiri yang ingin aku menceritakan tentang kakakmu? Aku akan mulai menceritakannya setelah sarapan sekaligus, aku juga akan membawamu ke tempat di mana semuanya dimulai antara diriku dan kakakmu, karena itu kau harus mempersiapkan dirimu dengan baik. Setidaknya jangan kelaparan," ucap Arther. Arter kemudian menyajikan sepiring nasi goreng di hadapan Jenny lengkap dengan jus kiwi kesukaan Jenny serta potongan cabai dan garam yang sangat di gemari Jenny semasa sekolah. "Kau akan membuatku gemuk. Padahal untuk menunjang pekerjaanku sebagai asistenmu, aku tidak boleh terlalu gemuk," ucap Jenny. Kemarahannya dan rasa kesalnya yang semalam meledak di hadapan Arther kini sudah sedikit mereda meski keraguannya masih sama seperti sebelumnya pada pria itu. "Tubuhmu sudah ideal tapi menambah satu atau dua kg tidak akan menyakitimu. Lagi pula aku menyukaimu baik tubuhmu itu kurus, gendut ataupun separuh kurus dan separuh gendut," ucap Arther mencoba untuk bercanda dan mencairkan suasana di antara dirinya serta Jenny. Sayangnya Jenny sama sekali tidak tertawa. Dia bahkan tidak tersenyum dan itu membuat Arther menjadi canggung sendiri. "Aku tahu candaanku garing tapi setidaknya kau bisa menunjukkan apresiasi agar aku tidak merasa serba salah dan canggung," pinta Arther. "Semua orang mengatakan kalau candaanmu itu garing, tapi kau tidak pernah percaya dan selalu melakukan hal yang sama," balas Jenny. Arther tertawa. "Kau masih marah rupanya.” Dia menebak. Jenny menyendok nasi goreng yang dimasakan Arther untuknya dia mengangguk pelan dan mengakui kalau makanan itu enak. "Rasanya enak, " ucap Jenny. Jenny melanjutkan makannya sementara Arthur hanya duduk di depannya dan menatapnya "Kau tidak makan" tanya Jenny. "Aku hanya membuat satu piring dalam ukuran yang sangat banyak. Tidak aku sangka kau berniat untuk memakannya sendiri padahal aku ingin makan sepiring berdua denganmu," ucap Arther sambil mendekat ke samping Jenny. Jenny menarik nafas panjang dia tahu Arther sedang berusaha untuk meluluhkan hatinya tapi dia sendiri tidak ingin luluh segampang itu sebelum Arther menjelaskan semuanya. Jenny kemudian mendorong piring nasi gorengnya ke arah Arther. "Makanlah aku sudah kenyang," ucap Jenny dia meraih jus miliknya dan kemudian meneguknya hingga tersisa separuh. Tapi Arthur menahan tangannya ketika Jenny hendak berdiri. "Aku ingin makan bersama denganmu sepiring seperti yang sering kita lakukan," ucapnya dengan memohon. Saat itu terdengar bunyi perut yang sangat kuat dan Jenny hanya bisa termangu menatap Arther. "Jangan bilang kau belum makan sama sekali?" tanya Jenny. "Aku tidak bisa makan sejak karena memikirkanmu. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak karena tidak memelukmu. Apa kau tidak begitu?" tanya Arther. Setidaknya dia berterus terang kalau dirinya memang tidak mampu memasukkan satu sendok pun makanan ke mulutnya setelah bertengkar dengan Jenny tadi malam Jenny hanya bisa menatap Arthur dengan perasaan yang campur aduk. Dia tidak mengerti bagaimana bisa pria di depannya itu begitu mudah mengubah hati dan perasaannya hanya dengan bertingkah konyol dan sedikit menyiksa diri sendiri. Dan dia lebih tidak mengerti dengan dirinya yang begitu mudah memaafkan Arther. "Baiklah, kita makan bersama seperti biasa meski itu bukan berarti aku sudah memaafkan dirimu," ucap Jenny. Dia mengalah dan mengizinkan Arthur untuk makan dari piring yang sama dengannya. Arther tersenyum senang. Setidaknya sekarang Jenny sudah agak memaafkannya dan dia memiliki sedikit lebih banyak keberanian untuk menceritakan segala hal tentang kakak kandung Jenny tanpa ada yang disembunyikan lagi sekaligus mencoba meyakinkan Jenny kalau tujuannya menikahi ingin menikahi Jenny bukanlah semata-mata karena Jenny adalah adik dari wanita yang pernah dicintainya. Saat itu baik aktor maupun Jenny sama sekali tidak menyadari kalau dari balik jendela apartemen yang terbuka, seseorang tengah memata-matai mereka dan memotret kebersamaan mereka dengan kamera jarak jauh.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD