DANIA DANESWARA

1849 Words
"Jangan ngimpi, jauhkan tanganmu!" Danita semakin berani. Rizki sebetulnya ingin berontak, tapi sungguh, gerakan tangan Danita dan juga indra pengecapnya membuat energi tubuhnya melemah. Jelas membuat saraf pria itu aktif kembali. "Danita!" suara teriakan dan ketukan pintu makin nyaring terdengar. "Hey, minggir, kau tak dengar suara di depan?" "Diam! Cepat buat dia bangun! Ini ujian selanjutnya, atau kau tak bisa lolos! Aku tak mau kalau sampai partnerku tak bisa bangun!" tegas Danita, sebelum bibirnya juga bergerak menjulurkan indra pengecapnya lagi bertautan dengan bibir Rizki. "Aaaakh, gagal aku! Wanita ini lebih mengerikan dari iblis!" Menyesal sekali Rizki karena rangsangan Danita di bibirnya, dia lost! Segitu dia tak membalas kecupan Danita. Kini sesuatu yang tadinya tidak memiliki bentuk yang panjang itu akhirnya sudah ON, mengeras sempurna. "Bagus, kurasa ukurannya sudah pas! Aku suka kalau kau sangat penurut!" Barulah Danita melepaskan bibirnya dan mengambil remote di sisinya. Sebetulnya siapa yang menurut? Rizki sama sekali tidak bisa mengendalikan itu. Seandainya dia masih bisa menahan, dia akan membuat dirinya tidak memanjangkan bagian tubuhnya yang itu. Kesal sangat dia dengan Danita. "Siapa yang datang?" Makanya Rizki segera mungkin bertanya sesaat Danita melepaskan bibirnya. "Do your best to show you turn on me!" Tapi Danita tidak menjawab yang diinginkan Rizki bahkan tak mengindahkan kalau Rizki ingin dia bicara bahasa Indonesia. Justru Danita terlihat seperti betina liar sambil mendekatkan bibirnya menyesap kembali bibir Rizki berbarengan dengan suara pintu yang dibukanya. Orang di luar sana sepertinya sudah tidak sabar ingin masuk karena ketukan pintu tak berhenti. "Danita apa-apaan ini?" Suara bariton itu terdengar dan Rizki yakin sekali emosi orang yang baru masuk dan melihat adegan di ranjang pasti campur aduk kesalnya. Rizki sudah berusaha untuk mendorong Danita dari atas tubuhnya. Tapi wanita itu memang bukan wanita biasa. Karate, Taekwondo, Jude, Kickboxing, Capoeira dan Wushu, Danita menguasainnya. Makanya dia bukanlah wanita lemah lembut yang tak bertenaga dan memang Rizki agak kesulitan juga. Pertahanan Danita sangat bagus. "DANITA!" "Tidak perlu berteriak begitu di kamarku, Ayah!" Barulah ketika sentakan kedua ini terlontar Danita melepaskan bibir Rizki dan menjawab sapaan pria paruh baya itu. "Ayahnya? Dia sengaja menjebakku supaya ayahnya melihat ini? Gila! Beneran wanita gila!" Tak salah jika Rizki berpikir seperti ini. Dia tak paham dengan keinginan wanita yang menindihnya ini. "Danita, siapa yang bersama denganmu?" "Calon suamiku!" "Danita, apa maksudmu?" "Kami akan menikah besok. Makanya kami sedang pemanasan. Kenapa Ayah datang? Dan kenapa harus mengganggu kami? Apa Ayah tidak tahu kamar terkunci itu artinya aku sedang sibuk di sini?" "Mudah-mudahan jangan muncrat!" Rizki tahu, dia tak harus menjawab apapun karena Danita adalah typical wanita dominan yang pasti sudah tahu apa yang ingin dilakukannya. Rizki malah fokus menahan sesuatu supaya dia tak benar-benar mempermalukan dirinya. "Aduh duuuuh, kenapa dia harus menggosok-gosokkan bagian bawahnya di bagian panjangku?" Meski Danita tak memasukkan milik Rizki di intinya, Rizki belum pernah pengalaman adegan seperti digosokkan turun naik miliknya di bagian bawah wanita. Makanya dia stres berat ketakutan dirinya tak bisa menahan rasa enaknya. Rizki sudah tak peduli dengan kelakuan Danita yang tidak menggunakan selimut apapun dan sangat PD bergerak naik turun dengan tubuh polos di depan ayahnya. Pikiran Rizki semakin tak menentu. Bahkan dia tidak peduli untuk menyapa ayah Danita. Rizki memilih menjaga pandangan matanya tetap saja mengarah ke wanita yang menurutnya tak waras itu. "Di mana kau membeli laki-laki itu?" "Ayah, aku tak memprediksi kedatanganmu, jadi buat apa aku mencari pria untuk menjebakmu? Kekasihku ini beneran calon suamiku." Entah bagaimana protes yang ingin disampaikan oleh Rizki nantinya. Dia hampir meledak menahan emosi pada Danita. Ini menghancurkan harga dirinya betul-betul sampai dianggap pria bayaran. "Danita! Baru seminggu kau kembali ke Indonesia dan sekarang kau membuat ulah? Sikapmu sangat buruk sekali! Inikah yang diajarkan ibumu?" "Jangan bawa-bawa ibuku, Ayah!" Danita tampak tak suka. "Lagian, kalau sikapku baik seperti Dania Daneswara ujung-ujungnya aku akan mati kan Ayah?" "Danita!" "APA?" "Mengerikan sekali wanita ini! Dia menyentak seperti itu ke ayahnya dan dia -- sudahlah, aku kehilangan kata-kata! Tapi bagus setidaknya konflik mereka membuatku tidak fokus sama rasa enak." Bingung sendiri Rizki melihat wanita yang ada di atas tubuhnya itu, sungguh bukan tipikal wanita yang pernah dibayangkan olehnya ada di dunia ini. Tapi sungguh ini membuatnya makin penasaran juga dengan Danita, sejauh mana Danita akan menentang ayahnya yang Rizki yakin, pasti ada hubungannya dengan kematian saudara kembar Danita. "Kau tidak punya sopan santun!" "Hmm, biarlah! Lagian kau tidak bisa mengaturku karena kau tidak membesarkanku dan mengurusku. Aku menentukan sendiri apa yang ingin kulakukan dan aku juga tidak tinggal di tempat tinggalmu. Ini rumah milik kakek dari ibuku dan tidak ada hakmu untuk mencampuri hidupku. Aku sudah dewasa, rumah ini warisan kakekku untuk Dania yang diwariskan padaku karena Dania memang menulis itu di ahli warisnya. Lagian kau--" "Cukup Danita! Begitu caramu bicara dengan ayahmu?" "Kau memang ayah biologisku, tapi kau bukan orang yang berhak untuk mengatur hidupku!" Dari obrolan ini memang sudah bisa dibayangkan oleh Rizki bagaimana hubungan antara ayah dan putrinya ini. Bukan sesuatu yang manis dan harmonis. "Kau pulang ke Indonesia untuk main-main seperti ini? Apa sebenarnya tujuanmu datang ke sini?" "Yang pertama, menikahi kekasihku!" Mata Danita kembali menyorot tajam pada pria di hadapannya. "Danita, kau main-main denganku?" Ayah Danita makin kesal. "Tidak, memang itu rencanaku!" Danita tak peduli. "Dan yang kedua, adikku Dania sudah meninggal. Jadi aku harus ke sini untuk mengambil semua warisan miliknya termasuk mansion ini karena warisan ini diberikan untuk Dania bukan untukmu. Kakek kami yang memberikannya adalah kakek dari ibuku, bukan ayahmu. Jadi setelah Dania meninggal, aku akan mengambil alih semuanya!" Senyum muncul di bibir Danita sambil jari tangan kanannya membentuk angka tiga. "Mencari tahu kenapa Dania bisa meninggal!" Lalu dia melanjutkan ucapannya. "Jadi pergilah! Dan jangan berpikir kalau aku mati nanti harta ini untukmu. Aku sudah punya calon suami!" Nah, ini pembicaraan sensitif lagi. Rizki yakin, karena saat itu juga ayah Danita menyalak dan meninggikan intonasi bicaranya. "Danita, pernikahanmu ini main-main kan?" "Apapun yang kulakukan dalam hidupku, mau main-main, mau serius, mau pura-pura, mau mencintainya, atau mau menjadikannya b***k nafsuku itu bukan urusanmu juga!" "b***k nafsu dia bilang?" Ingin rasanya Rizki meninju wanita di atas tubuhnya ini. Sulit memang bicara dengan wanita macam Danita. Rizki pun kesal mendengarnya. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana kekesalan ayah Danita itu. "Oh ya, untuk perusahaan kakek yang di-handle oleh Dania, besok Ayah bisa rapikan barang-barang Ayah, tinggalkanlah kantor!" "Danita!" "Bukankah sudah kutegaskan itu milik kakekku dari ibu?" Danita menyunggingkan senyum. "Ayah tidak perlu mengurusnya lagi. Karena itu semua sudah diurus oleh lawyer-ku dan aku akan menghandle semuanya. Sekarang silakan pergi dari kamarku karena Ayah mengganggu permainan yang kami lakukan jadi tak nikmat!" Memang tidak ada lagi yang ingin dibicarakan oleh Danita dan ayahnya juga tampak kesulitan untuk menembus dinding api penuh amarah dan dendam yang dibuat olehnya. Dengan tangan mengepal, pria itu pun meninggalkan kamar Danita dan menutup pintu sekencang mungkin. "Huuuh, dengan bangga kukatakan kau lolos! Jam berapa besok pernikahan kita Rizki?" Dan dengan santainya Danita turun dari tubuh Rizki seakan dia tak bersalah. Tinggal Rizki kalang kabut untuk membuat yang sudah aktif itu kembali ke ukuran biasa. Tapi kan sulit. "Sebentar! Aku pinjam kamar mandimu dulu!" Dia tak ada niat menjawab Danita. "Tak mau meminta bantuanku sajakah untuk mengecilkannya?" "Cih! Kau pikir aku mau dibakar di neraka karena ber-zina denganmu?" Dan sambil bicara, Rizki memungut semua pakaiannya lalu membawa ke kamar mandi di kamar Danita. Tak mempedulikan Danita yang tertawa kecil mengiringi kepergiannya. "Sudah selesai mandi air dingin untuk membuatnya tidur lagi?" Yah, Danita memang wanita dewasa dan dia tentu saja bisa membayangkan apa yang dilakukan oleh Rizki dalam kamar mandi. Danita bicara dengan tubuhnya sudah dibalut kimono yang tadi diambilnya di wardrobe. Danita duduk di sofa saat awal masuk kamarnya tanpa mempedulikan bajunya yang berserakan di lantai. "Masalahmu pelik sekali dengan keluargamu dan aku rasa itu lebih pelik daripada urusanku dengan Linda Amelia," sindir Rizki, "jadi, kau tak perlu datang ke pernikahan itu. Aku akan membatalkannya saja." Rizki di kamar mandi sudah berpikir segala hal. Dia melihat sendiri betapa mengerikannya Danita. Dan apakah dia bisa menjalankan kerjasama dengan wanita macam itu? Sebenarnya seberapa jauh balas dendam yang ingin dibuatnya pada Linda sampai harus berhubungan dengan wanita se-mengerikan Danita? Rizki tak ingin melanjutkannya. Dia ngeri sendiri meski masih ada rasa penasaran di hatinya perihal Danita. "Ayahku sudah melihatmu. Dan kau tidak bisa mundur. Lagi pula aku menyukaimu karena kau yang paling pas untuk memerankan ini!" "Yakin cuma karena ayahmu bukan karena tubuhku?" "Hahaha, kalau aku memang ingin tubuhmu kenapa? Toh nanti kalau kita sudah menikah, kita sama-sama sudah dewasa, lagian, bukan aku saja yang puas, kau juga bisa puas kan?" Danita makin menantang. "Tapi, apa kau pikir aku dengan semua yang kumiliki minat sama supir rendahan sepertimu?" Ada senyum dari bibir Danita, sepertinya dia memang tidak akan mudah untuk melepaskan Rizki dan lagipula, Rizki juga ikut memanas mendengar celetukan Danita itu. "Gandakan penawaranmu!" Makanya Rizki menantang. "Sepuluh juta dolar! Aku akan memberikanmu nilai itu sepuluh kali lipat dari tawaranku yang pertama. Dan aku pastikan padamu kalau Linda kekasihmu itu pasti akan menderita dan akan menyesal seumur hidupnya setelah pernikahan itu." Rizki sebenarnya memang sudah tidak tertarik sepenuhnya dengan aksi balas dendam, cuma dia tertantang. Keberanian Danita mengatakan ini lagi-lagi memicu adrenalin Rizki sebagai seorang pria. "Tiga puluh juta dolar!" "Hahaha, jadi sekarang kau mulai tawar-menawar padaku? Apa kau tahu uang sebanyak apa itu tiga puluh juta dolar? Dan apa kau tahu mau dibelanjakan untuk apa nilai yang tak mungkin kau dapatkan dengan pekerjaanmu sebagai supir?" "Tahu atau tidak itu urusanku yang penting aku ingin dibayar segitu! Uang muka di rekeningku lima juta dolar." Rizki sudah bulat dengan penawarannya hingga Danita senyum-senyum. "Resikoku sangat besar di sini. Yang pertama, ayahmu sudah melihatku dan sepertinya dia sangat membencimu itu artinya dia juga membenciku dan ujung-ujungnya dia akan membuat hidupku juga tidak akan nyaman. Yang kedua kau sedang mencari pembunuh saudara kembarmu dan mungkin saja pembunuhnya tidak akan suka denganmu dan bisa jadi aku menjadi korbannya juga. Jadi aku harus berjaga-jaga. Dan yang ketiga, ini permainannya cukup berat, apa perlu kutunjukkan biru-biru di tanganku gara-gara perbuatanmu tadi? Di sini yang lebih membutuhkan terjalinnya hubungan ini bukan aku tapi kau. Jadi itu hargaku. Kalau tidak sanggup membayar, aku tidak akan main!" "Yah mungkin aku memang sudah gila juga sama sepertinya." Rizki sendiri tak mengerti kenapa dia bisa memberikan permintaan seperti ini pada Danita. Padahal uang segitu tidak ada apa-apanya baginya. Dan dia memiliki jauh lebih dari itu. "Baiklah! Apa aku harus membayarnya di muka yang lima juta dolar-nya?" "Setelah pernikahan! Besok jam sembilan pagi. Tapi handphoneku mati jadi berikan aku pulpen, aku akan menuliskan nomor teleponku untukmu dan setelah handphone-ku hidup aku akan mengirimkan alamatnya kepadamu!" "Baiklah!" Danita pun setuju sambil dia mengulurkan handphonenya sendiri. Danita malas mencari pulpen ataupun kertas. Rizki yang melihat ini pun mendekat dan dia menuliskan nomor teleponnya. Tentu bukan nomor telepon yang biasa digunakannya untuk menelepon babehnya. Itu adalah nomor telepon yang sering mati. "Pakaiannya adat apa besok?" "Pakai kebaya putih biasa saja karena itu hanya pernikahan biasa dan bukan sesuatu yang mewah-mewah." "Hmm, oke! See you tomorrow at our wedding!" Lagi lagi jawaban yang membuat Rizki memutar bola matanya. "Bahasa Indonesia! Bicara denganku dengan Bahasa Indonesia atau aku tak jadi main!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD