Mrs. Hauston

1043 Words
Macaroon Aku memutuskan untuk segera pulang dan mencari tumpangan, tapi setelah berjalan cukup jauh dan hampir meninggalkan keramaian kota tidak ada satu pun kendaraan yanh bisa aku tumpangi. Mau tidak mau ia harus berjalan kaki sampai rumah yang jaraknya lumayan jauh mungkin sekitar dua kilometer. Aku memeluk barang belanjaanku sambil bersenandung. Selama dalam perjalanan pulang, aku tidak menemukan hal yang menarik dan sampai akhirnya aku bertemu dengan salah satu teman ayahku yang tidak lain tetanggaku yang rumahnya hanya beberapa meter dariku. Ia naik kereta bugi yang ditarik oleh seekor kuda jantan hitam. "Hai Macaroon!" "Selamat siang, Mrs. Hauston!" "Apa kamu sudah pulang dari kota?" "Iya. Aku hanya membeli beberapa benang wol." Mata Mrs. Hauston terarah pada bungkusan yang sedang didekap olehku. Wanita itu mengangguk. "Apa Anda akan pergi ke kota?" "Iya. Aku mendapatkan undangan makan siang dari salah satu temanku yang tinggal di kota." "Itu terdengar menyenangkan kalau begitu semoga Anda menikmati hari Anda bersama dengan teman Anda. Aku permisi dulu." Baru saja aku melangkahkan kaki beberapa langkah, aku kembali dipanggil olehnya. "Macaroon, tunggu!" Aku berhenti berjalan dan membalikkan badanku. Aku menatap wanita itu. Mrs. Hauston bukan tipe wanita yang aku sukai. Dia selalu memasang wajah serius dan tidak pernah menunjukkan senyumnya. Jika orang-orang tidak mengenalnya akan beranggapan dia adalah wanita yang galak dan sombong. Aku sebenarnya merasa kasihan kepadanya. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu dan dia tidak punya anak. Mrs. Hauston tidak pernah menikah lagi dan hidup sendirian. Ibu dan ayahku selalu berkunjung ke rumahnya jika ada waktu. Aku pun begitu meskipun hanya sekedar menemaninya minum teh atau berkebun. Kadang-kadang dia juga menceritakan beberapa dongeng padaku. "Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting padamu." Raut wajah Mrs. Hauston kali ini terlihat sangat serius berbeda dengan serius yang selalu ia tunjukkan pada semua orang. "Anda ingin mengatakan apa?" "Tidak di sini. Di rumahku saja nanti sore saat acara minum teh." "Aku akan datang." "Aku akan menunggumu. Beberapa hari ini kamu tidak datang ke rumahku." "Maafkan aku! Beberapa terakhir ini aku sibuk. Ini saja aku mencuri waktu membeli benang wol." "Tidak apa-apa. Aku mengira kamu sakit." "Aku tidak sakit." "Sampai jumpa nanti sore!" Mrs. Hauston menjalankan kembali keretanya. Aku kembali berjalan sambil melihat pemandangan di sepanjang jalan. Udara mulai terasa dingin walaupun di siang hari, karena sudah mulai memasuki musim gugur dan musim dingin. Daun-daun di pepohonan sudah mulai berubah warna menjadi oranye dan kecoklatan. Beberapa ada yang sudah berguguran. Aku melewati peternakan sapi perah milik Chris. Aku merindukan pria itu padahal Chris baru pergi tadi pagi-pagi sekali. Aku mempercepat langkahku ingin cepat sampai rumah. Angin dingin berhembus membuatku merasa kedinginan. Di depan rumah, aku melihat ayahku sedang mengangkut telur-telur ke dalam sebuah kereta kuda terbuka. Aku masuk lewat pintu belakang yang langsung menuju dapur. "Ah kamu sudah datang,"kata ibuku yang sedang menyiapkan makan siang. Aku mengangguk. Harum bau masakan ibuku membuat seketika aku lapar. "Aku akan menyimpan ini dulu." Aku menujukkan bungkusan kertas berisi benang wol. "Cepatlah kembali! Sebentar lagi waktunya makan siang. Aku pergi ke kamar dan meletakkan bungkusan kertas di atas meja, lalu kembali turun. Makanan telah disiapkan di meja makan. Ayahku baru selesai mengangkut telur, lalu duduk dikursi makan setelah mencuci tangannnya. Aku bercerita pada orang tuaku selama aku berada di kota termasuk tentang pengumuman mencari pangeran terkutuk. "Hadiahnya sangat besar,"kata Ayahku. "Semua orang pasti tertarik dengan hadiahnya,"kata ibuku. "Aku baru tahu pangeran terkutuk itu benar-benar ada, karena selama ini aku mengira itu hanya cerita rakyat Harsengard saja." "Cerita itu benar,"kata ayahku. "Jika itu benar, itu artinya Harsengard dalam bahaya?" "Iya." Jawaban Ayah membuatku terkejut dan tubuhku menjadi lemas. Aku tidak ingin mati dulu sebelum menikah dengan Chris. Aku menunduk sedih. Hatiku pun bertekad akan memberitahu perasaanku padanya setelah dia pulang dari Geneva. Aku tidak peduli dengan Elisa lagi yang sudah melarangku dekat-dekat dengan Chris, lagipula aku tidak percaya kalau Elisa adalah kekasihnya Chris. "Macaroon, kamu kenapa?"tanya ibuku. "Aku tidak ingin mati dulu sebelum menikah." "Kamu ini bicara apa?" "Sebelum Harsengard terkena bencana gara-gara pangeran terkutuk ada dan masih hidup, aku tidak ingin mati sebelum menikah." "Ya ampun Macaroon. Kamu akan baik-baik saja dan kita semua akan baik-baik saja tidak akan terjadi apa-apa padamu." "Apa yang dikatakan oleh Ibumu benar,"kata ayahku. "Tapi kutukan sang Pangeran bisa membuat bencana." "Kita tidak tahu apa kutukan itu benar nyata atau tidak, karena pangeran adalah yang pertama kali kena kutukan dan kutukan itu belum pernah terjadi,"kata ayahku. "Bagaimana kalau benar-benar terjadi?" "Kita akan sudah siap menerima itu." "Makanya itu Ayah, aku ingin menikah dulu." "Katakan pada kami, kamu ingin menikah dengan siapa?"tanya ibuku. Wajahku memanas seketika dan aku jadi malu memberitahu namanya. Mereka menatapku menunggu jawabanku. "Chris." "Suaramu terlalu pelan. Kami tidak mendengarmu,"kata ayahku. "CHRISTOPHEN,"teriaku. Orang tuaku terkejut dan tidak mengatakan apa pun, lalu mereka tertawa dengan sangat keras. Aku memasang wajah cemberut. "Apanya yang lucu?" Ayah dan ibuku tertawa sampai mengeluarkan air mata. "Maksudmu Christophen Lutherford?"tanya ayahku. "Iya. Siapa lagi?" Ayahku kembali tertawa. "Apa Ibu dengar? Putri kita jatuh cinta dengan Chris." "Ibu dengar." "Memangnya kenapa dengan Chris? Apa aku salah jika aku jatuh cinta padanya?" "Tidak ada masalah dengan Chris hanya saja Ayah dan ibumu tidak menyangka kamu akan jatuh cinta padanya." "Yang dikatakan Ayahmu benar." "Sebaiknya cari pria lain saja,"kata ayahku. "Aku tidak mau. Apa kalian tidak setuju, jika aku menikah dengan Chris?" "Bukannya kami tidak setuju hanya saja bagaimana dengan perasaam Chris. Apa dia memiliki perasaan yang sama denganmu atau tidak? Ayah tidak ingin kamu kecewa jika dia menolakmu." "Aku bermaksud untuk memberitahu dia tentang perasaanku ini setelah dia kembali dari Geneva." "Kamu jangan terlalu berharap kalau Chris akan membalas perasaanmu,"kata ibuku. "Aku tahu." Aku menghabiskan makanan yang tersisa di piringku dan mengakhiri pembicaraan kami tentang Chris. Aku membantu ibu membereskan meja makan dan mencuci piring. Setelah selesai, aku memilih untuk berdiam diri di kamar untuk mulai merajut sebuah syal untuk Chris. Sore harinya aku pergi menemui Mrs. Hauston di rumahnya. Aku turun tangga dengan cepat dan ibuku melihatku turun tangga dengan terburu-buru. "Kamu mau pergi kemana lagi?" "Mrs. Hauston mengundangku minum teh. Aku pergi dulu." Aku berjalan dengan langkah cepat untuk menghalau udara dingin. Rumah Mrs. Hauston sudah ada di depan mata dan ada asap yang keluar dari cerobong asap. Aku sudah ada di depan pintu dan Mrs. Hauston membukakan pintu sebelum aku menekan bel. "Aku sudah menunggumu,"katanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD