Macaroon
Aku masuk dan langsung duduk di sofa. Di atas meja telah disediakan teh dan macam-macam kue yang terlihat sangat lezat membuat perutku seketika menjadi lapar lagi. Mrs. Hauston sudah mempersiapkan kedatanganku dengan menyiapkan semua hidangan ini. Wanita itu memasang wajah serius tidak pernah tersenyum dan aku berterima kasih padanya sudah menyambut kedatanganku dengan baik di sini.
"Apa aku datang terlambat?"
"Tidak. Kamu datang tepat waktu. Silahkan makan kue-kue yang kamu suka!"
"Terima kasih."
Aku mengambil satu keping kue coklat dan memakannya segigit demi segigit.
"Bagaimana kabarmu, Macaroon?"
"Aku baik dan sepertinya kabar Anda baik juga."
Mrs. Hauston duduk dengan menopangkan salah satu kakinya di kakinya yang lain.
"Kabarku sedang tidak baik."
Aku berhenti mengigit kue. "Oh. Apa Anda sedang tidak enak badan?"
"Tubuhku baik-baiknya hanya perasaanku yang tidak."
"Jika Anda masalah mungkin aku bisa membantu."
Mrs. Hauston menuangkan teh di masing-masing cangkir.
"Gula?"
Aku mengangguk.
"Krim?"
Aku mengangguk lagi. Wanita itu mengaduk-aduk teh dan memberikannya padaku. Dia meminum tehnya dengan pelan dan terlihat anggun.
"Aku mengkhawatirkanmu, Macaroon."
"Aku?"tanyaku sambil menunjuk ke diriku.
"Iya. Kamu."
"Tapi kenapa Anda mengkhawatirkanku?"
Mrs. Hauston mengembuskan napas panjang.
"Aku meramalmu dan kamu akan mengalami masalah besar."
Aku menatap Mrs. Hauston dengan mata tak berkedip dan setelah rasa terkejutku hilang, aku mengedipkan mataku berkali-kali.
"Wow. Aku tidak tahu kalau Anda adalah seorang peramal."
"Aku sudah meninggalkan profesi itu sejak lama. Entah kenapa aku tiba-tiba tertarik untuk meramalmu."
"Dan menemukan sesuatu yang buruk tentang hidupku."
"Iya. Maaf aku harus mengatakan ini padamy, tapi aku tidak bermaksud membuatmu resah. Tadinya aku hanya memperingatkanmu."
"Masalah buruk apa yang akan menimpaku nanti?"
"Tentang Harsengard."
"Aku tidak mengerti."
"Aku melihatmu dan pangeran terkutuk itu."
Aku membelalakan mata.
"Kamu dan pangeran terkutuk bersama-sama menghancurkan Harsengard."
"Itu tidak mungkin. Aku tidak mungkin seperti itu."
"Tapi itu yang kulihat."
"Bahkan aku tidak mengenal pangeran terkutuk itu."
"Kalian mempunyai ikatan takdir."
Aku menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak percaya ini."
"Terserah kamu maunpercaya atau tidak."
"Misalkan jika itu benar, apa ramalan itu bisa diubah? Itu sesuatu yang belum terjadi, bukan?"
"Itu memang belum terjadi, tapi akan terjadi suatu hari nanti. Itu masa depanmu dan Hasengard, jadi jika kamu memilih jalan lain mungkin itu bisa dihindari, tapi aku tidak tahu apa itu akan mengubag keadaan atau tidak."
"Aku tidak mengira kita akan membicarakan hal ini."
"Aku juga. Aku ingin kamu selalu berhati-hati."
"Apa Anda melihat wajah pangerab terkutuk itu?"
"Aku tidak melihatnya dengan jelas. Wajahnya samar-samar."
"Sayang sekali jika Anda bisa melihatnya dengan jelas mumgkin aku bisa mencarinya atau mungkin bisa saja orang yang aku kenal."
"Maaf."
"Anda tidak perlu minta maaf. Apa lagi yang Anda lihat?"
"Tidak ada hanya itu saja."
"Mungkin ada suatu petunjuk meskipun itu kecil."
"Tidak ada."
Aku menunduk sedih. "Aku berharap ramalan yang Anda lihat itu tidak benar. Aku tidak mungkin sejahat itu."
"Aku tahu kamu tidak jahat."
Aku kembali memakan kueku. Kali ini aku tidak sanggup menelannya.
"Kamu boleh membawa semua kue itu. Aku akan mengambil tempat kue dulu."
Mrs. Hauston pergi ke dapur dan aku masih memandangi teh di tanganku. Aku meneguknya dengan sekali teguk. Tehnya memang sangat enak. Aku menyukainya, bahkan ibuku tidak bisa membuatnya. Wanita itu kembali muncul dengan kotak kue dan memasukan semuanya ke dalam.
"Ini untukmu."
"Terima kasih. Mrs. Hauston, aku ingin minta tolong padamu. Jangan beritahukan tentang ramalanku pada semua orang."
"Aku akan merahasiakannya."
"Terima kasih."
Aku berdiri dari sofa dan keluar rumah
"Terima kasih undangan minum tehnya."
Wanita itu hanya mengangguk. Aku berjalan menuju rumah dengan melamun. Kata-kata Mrs. Hauston terngiang-ngiang di kepalaku. Aku hampir saja tertabrak kereta. Jantungku rasanya mau copot. Aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju dapur. Aku duduk di kursi meja makan.
"Kamu sudah pulang?"tanya ibuku.
"Iya."
"Ada apa? Kamu terlihat murung."
"Jika aku memberitahu Ibu dan Ayah apa kalian akan merahasiakannya?"
Ibuku menaruh sendok sayur di dalam panci dan duduk bersamaku.
"Sepertinya putriku ini sudah menyimpan banyak rahasia."
Ibuku tersenyum lebar.
"Tidak banyak sejauh ini hanya satu."
"Baiklah. Ibu janji. Katakan ada apa?"
"Tadi Mrs. Hauston memberitahuku telah meramalku."
"Oh ya. Ibu kira dia tidak pernah meramal lagi."
"Jadi selama ini Ibu tahu kalau Mrs. Hauston adalah seorang peramal?"
"Iya. Dulu ia bekerja sebagai peramal, tapi ia sudah meninggalkan pekerjaan itu sejak menikah. Dia salah satu peramal terkenal di Grasshallow."
Aku mengangguk mengerti.
"Apa ramalannya tentangmu?"
Aku pun memberitahu ibuku apa yang dikatakan oleh Mrs. Hauston. Setelah aku memberitahunya, ibuku hanya diam saja.
"Apa Ibu percaya dengan ramalannya?"
Ibunya masih diam saja.
"Kenapa Ibu tidak memgatakan sesuatu?"
"Ramalanmu itu sangat mengejutkan, tapi itu hanya sebuah ramalan yang belum tentu terjadi. Sebaiknya kamu tidak perlu memikirkan hal itu. Sejujurnya Ibu juga pernah di ramal olehnya saat Ibu masih remaja."
"Apa yang dikatakan oleh wanita itu?"
"Kalau Ibu akan memiliki suami yang dikelilingi oleh banyak ayam."
Aku tidak tahan menahan rasa geliki dan akhirnya aku tertawa.
"Ayah yang seorang peternak ayam."
"Iya."
"Berarti ramalan Ibu tepat dan terjadi."
"Iya. Ibu memang berpikir seperti itu, tapi ibu berpikir lagi mungkin imi hanya sebuah kebetulan saja."
"Kalau aku pikirkan kembali, aku sama sekali tidak kenal dengan pangeran terkutuk, jadi bagaimana aku bisa bersama-sama dengannya menghancurkan Harsengard. Aku yakin pasti ada sesuatu yang salah dengan ramalan itu."
"Jangan pikirkan hal itu lagi. Biarkan semuanya berjalan di tempatnya."
"Iya. Aku akan pergi ke kamarku dulu dan nanti membantu menyiapkan makan malam."
Ibuku mengangguk. Aku naik tangga. Ibu masih memperhatikanku. Di kamar, aku langsung berbaring dan meluruskan kakiku yang pegal-pegal. Di atap langit-langit kamar muncul bayangan Chris.
"Apa yang sekarang dia lakukan ya? Apa dia menikmati perjalanannya? Oh Chris segerala kembali, aku sangat merindukanmu."
Aku ketiduran dan bermimpi. Di dalam mimpiku, aku menikah dengan Chris dan tiba-tiba saja Chris menjauh dariku dan ditelan oleh kegelapan. Aku terbangun dengan napas yang tersengal-sengal. Itu hanya sebuah mimpi buruk dan langit di luar sudah berubah jadi gelap. Aku teringat akan menyiapkan makan malam dan terburu-buru turun dari tempat tidur, keluar kamar, lalu menuruni tangga dengan cepat. Sesampainya di dapur, ibuku sudah selesai menyiapkan malam dan ayah sudah duduk di kursi meja makan. Ibuku tersenyum saat melihat kedatanganku.
"Makan malam sudah siap. Kamu datang tepat waktu."
"Maaf tadi aku ketiduran."
"Tidak apa-apa. Duduklah!"
Aku duduk dan mengambil makananku. Selama kami makan tidak ada yang bicara. Ayah yang biasanya berbicara tentang apa saja kali ini mendadak diam.