Bab 12

1160 Words
“Hah? Gimana?” “Papanya Lavanya, murid les gue, itu Pak Shankara, Kal,” rengek Asia setelah menceritakan pertemuannya dengan Shankara di rumah Lavanya beberapa hari yang lalu. “Serius?” Asia menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Kalila itu. “Iya.” “Kok bisa?” “Gue juga nggak tahu. Sumpah kaget gue. Maksud gue, dari segitu banyaknya orang di Jakarta, kenapa harus Pak Shankara yang jadi papanya Lavanya coba? Dan kenapa harus gue gitu yang jadi guru les anaknya.” Kalila terkekeh mendengar curahan hati Asia. “Jodoh nih, kalian.” “Amit-amit,” kata Asia seraya mengetuk-ngetuk udara karena di dekatnya tidak ada meja. “Nggak mau. Masih banyak cowok di dunia ini, ya, Kal. Siapa pun boleh, asal jangan Pak Shankara.” “Eh, jadi gimana anaknya Pak Shan? Lavanya ya? Nakal nggak? Bocah kematiankah dia?” “Lavanya anaknya manis banget tahu. Beda jauh dari bokapnya. Kadang sebelum les gitu, dia ngasih gue cemilan atau es krim. Terus selalu muji gue cantik, baik, keren,” ucap Asia seraya menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya. “Anaknya so sweet banget.” Asia tersenyum lebar mengingat Lavanya yang baginya sangat pintar dan lucu. “Lo guna-guna ya?” “Enak aja!” Kalila tertawa. “Bisa-bisanya lo dipuji selangit kayak gitu. Terus, apa lo masih dipekerjakan oleh Pak Shankara? Lo nggak dipecat? Secara lo kan mahasiswi yang hampir selalu musuhan sama Pak Shan.” Asia menghela napas dalam mendengar pertanyaan dari Kalila itu. “Nggak tahu, deh. Kayaknya kalaupun nggak dipecat, guenya yang akan mengundurkan diri. Mendadak takut gue ngajar anaknya Pak Shan. Salah-salah, bisa-bisa gue dikorbanin nanti pas idul adha.” Kalila kembali tertawa mendengar ucapan Asia itu. “Nggak sekejam itu kali dia.” “Lo nggak inget, tugas gue masih nggak diterima sama Pak Shan hanya gara-gara telat beberapa menit doang? Kejam itu, Kal.” “Lo udah coba—” “Udah, Kal. Udah. Gue udah udah coba nanya ke Pak Shan waktu gue ke ruang dosen buat ambil tugas Pak Rasya. Tapi, dia tetap nggak mau nerima. Jahat banget sumpah!” Siang ini Asia dan Kalila tengah berada di di mal. Memang, mereka sudah janjian untuk pergi ke mal bareng hari Minggu ini untuk sekadar melepas penat dan juga bergosip tentunya. “Asia,” kata Kalila seraya menepuk lengan Asia dengan semangat, seolah Kalila tengah memikirkan sebuah ide cemerlang. “Rayu lewat anaknya, Asia. Siapa tahu Pak Shan bisa luluh kalau yang merayunya itu Lavanya.” “Aduh,” gumam Asia seraya memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Mendadak saja ia jadi sakit kepala mengingat apa saja yang pernah ia ceritakan kepada Lavanya. “Kenapa?” tanya Kalila menatap Asia bingung. “Gue pernah ngeluh sama Lavanya soal dosen gue yang susah dan nggak mau nerima tugas gue karena gue telat ngumpulin,” jawab Asia dengan panik. “Kira-kira Lavanya cerita hal itu ke bokapnya nggak, ya, Kal? Kalau iya, Pak Shan pasti tahu kalau gue sedang ngeluh soal dia. Mati doang gue, Kal. Aduh.” Asia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ya lo kenapa ngeluh soal kuliah sama bocah, sih?” tanya Kalila bingung sendiri. “Gue juga nggak tahu. Mungkin saat itu gue merasa kami itu bestie,” kata Asia yang membuat Kalila terkekeh. “Mampus gue.” “Nggak apa-apa, Asia. Udah, terima nasib saja,” balas Kalila dengan santai. “Eh, gue mau ke toilet dulu, ya. Lo langsung ke tempat ramen deh. Nanti gue nyusul. Gue pesen samaan kayak lo aja.” Asia menganggukkan kepala. “Iya, sana. Keburu ngompol lo,” katanya. “Nggak apa-apa, lagian kalau ngompol juga lo ikut malu,” ucap Kalila santai. “Gue ke toilet dulu,” lanjutnya seraya berjalan meninggalkan Asia menuju toilet berada. Tanpa perlu menunggu Kalila, Asia langsung berjalan menuju tempat di mana restoran Jepang langganan mereka. Asia berjalan sambil sibuk melihat layar ponselnya yang saat ini tengah menampilkan akun IG miliknya. Awalnya Asia hendak membuat insta story, tapi ia mengurungkan niatnya ketika melihat unggahan foto terbaru Cakra yang memperlihatkan layar laptop dengan background sebuah kafe. Caption foto itu adalah ‘Hari Minggu enaknya nugas nggak, sih?’. Sambil tersenyum kecil Asia menuliskan komentar pada foto itu. AsiaChitra: #Pencitraan lol. Setelah menuliskan komentar itu, Asia tertawa kecil. Namun, tawanya sontak berhenti ketika melihat akun Clara ikut berkomentar. Claradeone: Gue pinter loh, Cakra. Gue bantuin nugas, sini. “Dih,” gerutu Asia dengan kernyitan di dahi. “Sumpah, sok kenal banget lo, Clara! Nyebelin, ih,” tambahnya. “Nggak usah deket-deket sama Cakra bisa nggak?” Dug. Karena sibuk dengan ponsel di tangannya, tanpa sengaja Asia menabrak punggung seseorang. Buru-buru Asia mengangkat kepala dengan ekspresi wajah panik. “Sori-sori, nggak sengaja,” katanya cepat-cepat. Orang yang ditabrak Asia berbalik. Kini mata dan jantung Asia rasanya ingin melompat dari tempatnya. Bagaimana bisa Asia bertemu dengan pria ini di sini? Parahnya, Asia kembali menabrak pria tersebut. Tampaknya Asia memiliki hobi menabrak Shankara. Tidak di kampus, tidak di luar kampus. Asia selalu menabrak pira itu. Ya, benar. Pria yang ditabrak Asia adalah Shankara, dosen menyebalkannya. Bagaimana bisa Asia bertemu dengan Shankara di sini? Masak benar apa yang dikatakan oleh Kalila, Asia berjodoh dengan pria ini. Tidak. Asia tidak mau berjodoh dengan Shankara. Titik! “Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja. Maaf,” ucap Asia dengan panik. “Saya permisi, Pak.” Dengan segera Asia berbalik untuk pergi dari hadapan Shankara. Asia harus segera menjauh dari Shankara sebelum Shankara mengomelinya. “Asia,” panggil Shankara seraya mencekal lengan Asia yang membuat Asia berhenti melangkah lalu berbalik menghadap Shankara. “Saya benar-benar nggak sengaja, Pak,” kata Asia cepat-cepat sebelum Shankara memarahinya. “Sekali lagi saya mohon maaf.” Asia menampakkan ekspresi wajah nelangsa, berharap Shankara mau melepaskannya. “Lain kali saya janji saya akan lebih—" “Nggak masalah,” potong Shankara segera. “Tolong bantu saya cari Lavanya,” lanjutnya. “Hah?” balas Asia menatap Shankara dengan ekspresi bingung. “Lavanya hilang, Asia,” kata Shankara tampak khawatir dan cemas. “Dia marah lalu lari gitu aja. Saya udah coba cari dia, tapi, belum ketemu. Ini saya mau kembali ke toko buat meminta untuk memperlihatkan CCTV.” “Lavanya serius hilang?” tanya Asia kaget. Shankara menarik napas dalam lalu menganggukkan kepala. Wajah Shankara tampak begitu khawatir dan cemas. Mau tidak mau Asia ikut khawatir. “Tolong bantu saya buat cari dia, Asia.” “Iya, Pak. Saya akan bantuin cari Lavanya,” balas Asia menganggukkan kepala menyetujui. “Oke,” kata Shankara. “Kalau kamu ketemu sama Lavanya, tolong hubungi saya. Ya?” Asia kembali menganggukkan kepala. “Baik, Pak.” “Oke,” kata Shankara lagi lirih. Kemudian, Shankara berjalan meninggalkan Asia sambil sibuk mengubungi entah siapa. Asia sendiri berbalik untuk berjalan ke arah berlawanan dari Shankara, mencari Lavanya yang saat ini entah berada di mana. Bagaimana bisa Lavanya hilang? Memangnya apa yang terjadi sampai Lavanya marah dan lari gitu saja? Asia hanya bisa berharap kalau Lavanya baik-baik saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD