RDBG 31. Puaskan Saya

2360 Words
RDBG 31. Puaskan Saya Gadis berambut pirang itu bernama Madeline Richter. Dia tergolong pendiam dan tidak banyak tingkah dibanding gadis sebayanya. Namun ia tidak punya teman akrab. Hari itu, ia hanya ikut- ikutan teman grup berbelanja. Toko cukup ramai oleh pengunjung. Kedatangan Count Huxley, Grisham Rutherford yang sangat tampan, menyita perhatian orang-orang. Mereka sibuk kasak kusuk bergunjing, apalagi ketika melihat Count Huxley didampingi gadis muda ras Spanyol yang sok berdandan bak aristokrat Inggris. Esteva santai saja melihat-lihat aneka aksesoris, sampai ketika datanglah pengunjung lagi. Lonceng pintu berbunyi dan masuklah sekelompok wanita yang sebelumnya bertemu Esteva di salon. Mereka bicara sambil menutupi mulut mereka dengan kipas. "Oh astagaa! Siapa ini?" perangah salah satu wanita. "Lagi- lagi pelacurnya Count Huxley. Hiii, entah muslihat seperti apa yang digunakanya. Kasihan sekali Count Huxley bakalan kena jebak lagi. Wah, kita harus memperingatkan suami kita soal ini." "Aku yakin gadis ini hanya mainan Count Huxley, sayang," timpal temannya. "Kau tahu, Count Huxley mungkin ingin menikmati masa bujangannya sebelum ia resmi menikah dengan salah satu pewaris." Esteva melengos di depan orang- orang yang menggunjingkannya. Ia ceroboh melangkah sehingga terinjak roknya sendiri dan terjerembab menyenggol rak barang yang dikutil Madeline. Barang- barang berupa gelang, jepitan rambut, bros, bergeser dari tempatnya. "Aw, aduh!" desah Esteva. Pelayan toko buru- buru datang dan membenahi letak rak. "Maafkan aku, aku tidak sengaja," kata Esteva pada pelayan toko. "Tidak apa-apa, Nona," sahut gadis itu sambil membantu Esteva berdiri, lalu merapikan barang-barang di rak. Jonathan bergegas mendatangi, akan tetapi ia mematung merasakan suasana di sekitar para gadis diselimuti hawa kedengkian. Para wanita yang sedari awal mengawasi Esteva terkikik mencemooh lalu menyindir gadis itu. "Sukar dipercaya Count Huxley mempekerjakan gadis seceroboh ini." "Mereka memang begitu. Laki- laki suka perempuan yang ceroboh dan bodoh agar mudah dipermainkan. Beri mereka pakaian bagus agar terbuai cerita bak Cinderella. Mereka akan merasa bagian dari sosialita Inggris. Ah, tempat ini mulai menurunkan standar. Aku sebaiknya tidak ke sini lagi atau aku akan dianggap sekelas dengan perempuan mu.rahan." Esteva sangat sedih mendengar cemoohan itu. Matanya berkaca- kaca. Pelayan toko menatapnya iba sekilas lalu pura-pura sibuk menata barang dan gadis itu terkesiap menyadari ada beberapa barang menghilang. Ia bergegas mendatangi manajer toko. Esteva memutar tubuh menghadap para wanita tadi. "Apa kalian membicarakan saya?" tanyanya. Salah satu wanita perundung menanggapi Esteva. "Betul sekali. Kenapa? Ada masalah?" Esteva maju selangkah ingin menggertak para wanita itu, tetapi Jonathan segera menarik tangannya. "Nona, sebaiknya kita pergi saja dari sini." Esteva menepis tangan pemuda itu. "Tidak, aku tidak mau pergi. Aku belum membeli apa pun." Manajer toko mendekat. Madeline merasa tempat itu tidak kondusif lagi untuknya beraksi. Ia melangkah berkindap-kindap di antara orang-orang. "Maaf, permisi. Permisi." "Sepertinya beberapa barang hilang, Tuan," kata gadis pelayan toko pada manajer. Pria itu mengomeli pelayan toko. "Hah? Bagaimana bisa?" Ia melihat pengunjung yang ada, selain Esteva, adalah para bangsawan dan orang kaya langganan toko. Pria itu memilih memaki pegawainya. "Dasar tidak becus! Menjaga barang saja kau tidak bisa. Ini sudah yang ke berapa kali. Kau harus mengganti semua kerugian." Gadis pelayan toko langsung menangis. "Tapi itu bukan salah saya," ratapnya. Sementara Esteva berdebat dengan para wanita perundung. "Ya, kamu pergi saja dari sini. Tempat ini dibuat bukan untuk kalangan seperti kamu," tuding mereka. Esteva membalasnya. "Kenapa saya harus pergi? Saya punya uang dan saya akan membayar barang yang saya sukai. Kalian tidak berhak mengusir saya." "Oh, lihat! Dia menyombong soal uang yang dimilikinya dari hasil menjual diri. Ia terlalu naif untuk seorang gadis murahan. Dan lihat itu! Barang-barang toko ada yang hilang. Kau tidak bisa memilikinya jadi kau mencuri." Manajer toko jadi menoleh ke arah Esteva. "Kalian menuduh saya karena saya bukan siapa-siapa. Saya tidak akan tinggal diam. Akan saya adukan pada tuan saya," kata Esteva. "Kalau bukan kamu siapa lagi? Kau tidak segan menjual tubuhmu, tentunya juga tidak segan melakukan tindakan kriminal lainnya." Manajer toko mendekati Esteva. "Nona, tolong ikut saya. Ada hal yang ingin saya tanyakan," katanya. "Pertanyaan apa? Apa Anda termakan hasutan mereka?" tuding Esteva. Manajer toko jadi gamang. "Eh, soal itu ...." Para wanita perundung melemparkan senyuman mencemooh. Esteva menanyai mereka. "Apa kalian pernah mengira bahwa pelakunya dari kalangan kalian sendiri?" Para wanita itu mendengkus. "Huh, mana mungkin? Kami orang kaya dan terhormat, berpendidikan dan punya harga diri. Kami tidak perlu mencuri. Kami punya segalanya." "Oh ya? Bagaimana dengan ini?" Esteva melihat Madeline melangkah cepat menuju pintu. Ia mencegat gadis itu dengan menarik tangannya. "Kyaaah!" pekik Madeline seraya menepis tangan Esteva. Namun, membuat lengan bajunya melar dan berjatuhanlah aksesoris pin, bros, dan jepitan rambut yang dikutilnya. Jumlahnya puluhan, berceceran di lantai dan bisa diperkirakan total harga barang itu sekitar 10 poundsterling. Seketika semua orang terkesiap dan terbelalak menatap Madeline. Gadis itu terdiam dengan wajah tanpa eskpresi. Esteva mundur dari kerumunan ketika perhatian orang- orang terarah pada Madeline. "Madeline Richter, kau mencuri?" tanya orang- orang sama terkejutnya. Madeline berujar tenang seraya tersenyum manis. " Saya berniat membayarnya, setelah saya memberitahu ayah saya bahwa saya belanja di sini." Wajahnya yang tanpa rasa bersalah membuat orang-orang termangap. Ayah Madeline memang orang terpandang, bangsawan senior yang disegani banyak orang. Sangat mengguncang perasaan orang-orang ternyata anak gadis Tuan Richter mencuri. Manajer toko jadi serba salah. "Hmm, Nona, bagaimana jika kita duduk di dalam dulu dan kita tunggu ayah Anda datang." Madeline berkilah santai. "Oh, tidak perlu, saya memutuskan tidak jadi membelinya. Silakan ambil kembali barang- barang itu. Saya tidak memerlukannya. Hmm, saya tidak membawa apa pun, jadi saya boleh keluar dari toko ini 'kan?" "Ta- tapi ...." Manajer toko tidak bisa berkata-kata lagi. Begitu juga para wanita perundung. Yang kedapatan mencuri adalah Madeline Richter, akan tetapi mereka semua yang jadi malu bukan main karena telah salah menuduh orang. Madeline Richter sekilas beradu pandang dengan Esteva yang tanpa disadari sudah berada di belakang kerumunan, mengutil beberapa aksesoris. Spesies biasanya mengenali sejenisnya. Begitu juga ketika pengutil berhadapan dengan pengutil. Madeline dan Esteva saling mengenal bahwa mereka punya hasrat yang sama. Namun, Esteva karena pelampiasan kebiasaan hidup di jalanan. Akan tetapi, alasan Madeline sedikit tidak bisa dinalar. Bagaimana bisa seorang gadis kaya raya juga mencuri? Ada getaran-getaran yang tidak bisa diungkapkan terjadi saat mencuri sesuatu. Dorongan tidak terkendali untuk mencuri itu disebut kleptomania(*). Tidak peduli barang tersebut berharga atau tidak, dorongan untuk mengambil sesuatu yang bukan miliknya adalah hasrat yang harus dituruti, atau orang tersebut akan depresi, putus asa, bahkan bunuh diri. *** Bagi seorang kleptomania, tindakan mencuri bukan karena mereka membutuhkan atau menginginkan barang tersebut, melainkan karena mereka tidak mampu menahan keinginan untuk mencuri. Barang yang dicuri pun sebenarnya mampu mereka beli sendiri atau bahkan tidak memiliki nilai ekonomi sama sekali. Seseorang dapat dikatakan kleptomania bila memiliki tanda-tanda berikut ini: 1. Mencuri di mana saja. Keinginan tak tertahankan untuk mencuri dapat dilakukan di mana saja. Biasanya, seorang kleptomania mencuri di lokasi ramai seperti supermarket atau toko. Namun, tak jarang mereka juga bisa mencuri di tempat pribadi, seperti rumah teman atau kerabat. 2. Merasakan ketegangan yang meningkat sebelum mencuri. Sebelum mencuri, penderita kleptomania biasanya merasakan ketegangan yang begitu hebat. Rasa tegang yang hadir ini berkaitan dengan gangguan kontrol impuls yang tak terkendali. 3. Merasa lega dan senang setelah mencuri. Seorang kleptomania akan merasa lega, senang, atau bahkan puas setelah mencuri suatu barang. Namun, mereka juga akan langsung merasa malu, bersalah, menyesal, benci pada diri sendiri, atau muncul rasa takut akan ditangkap. 4. Tidak pernah menggunakan barang- barang yang dicuri. Barang-barang yang dicuri oleh seorang kleptomania sering kali hanya diletakkan, disimpan, atau diberikan lagi pada orang lain. Bahkan, tak jarang barang curian tersebut dikembalikan kepada pemiliknya secara diam-diam. 5. Memiliki dorongan mencuri yang hilang dan timbul. Dorongan untuk mencuri pada penderita kleptomania dapat datang dan pergi. Pencurian juga bisa terjadi dengan intensitas yang lebih sering atau lebih jarang dari waktu ke waktu. Selain itu, pencurian yang dilakukan penderita kleptomania tidak didasarkan alasan halusinasi, delusi, marah, atau balas dendam. *** Manajer toko berbicara sesopan mungkin pada gadis itu. "Nona Madeline Richter, sebaiknya kita bicara dulu sebentar dengan atasan saya. Mari ikut saya. Saya akan menghubungi ayah Anda. Beliau perlu tahu hal ini." Madeline diajak masuk ke dalam toko lagi. Para pengunjung saling berbisik dan tatapan bertanya-tanya mereka mengiringi Madeline. Masih banyak yang tidak percaya Madeline mencuri di tempat itu. Akan tetapi kebenaran ditampakkan di depan mata mereka dan tidak ada satu pun dapat menyangkalnya. Mereka jadi tidak berani memandang ke arah Esteva. Selaian telah salah tuduh, Count Huxley juga muncul di belakang gadis itu dan menyapanya. "Ada apa ini? Apa terjadi sesuatu lagi padamu, sayang? Apakah wanita- wanita itu bikin ulah lagi?" tanya Grisham seraya tangan meraih pinggang Esteva yang berdiri menyendiri dekat rak. Jonathan buru-buru mendatanginya untuk mengabarkan soal Esteva. Untung saja kejadiannya tidak bertambah buruk. "Oh, Tuan!" Esteva tersentak karena tangan Grisham sangat dekat dengan tempat ia menyembunyikan barang jarahannya. Ia sempat menangkap raut ketakutan dari para wanita perundung itu. Esteva berujar sambil bersuara mengiba. "Mereka bilang bahwa saya mencuri di toko ini, Tuan." Grisham terkejut hingga berseru nyaring. "Apa??" Pelayan toko yang masih ada di dekat situ segera meralat. "Pelakunya sudah tertangkap, Tuan. Itu tadi ada sedikit kesalah pahaman. Maafkan kami. Nona Madeline Richter sudah dibawa Manajer untuk ditanyai secara baik-baik." "Madeline Richter?" Grisham merasa kenal nama itu. Mungkin nama orang tuanya. Ia geleng-geleng saja tidak habis pikir kenapa gadis kaya raya itu bisa mencuri. Dalam hati terbesit tanya apakah Esteva turut berperan serta dalam kejadian tersebut? Entahlah. Ia kadang tidak bisa menalar lagi kenakalan jenis apa yang bisa dilakukan Esteva. Yang jelas, ia lega Esteva lepas dari tuduhan. Para wanita perundung dan pengunjung lainnya cepat- cepat menjauh, bahkan ada yang pergi dari toko. Grisham menanyai gadisnya penuh perhatian. "Apakah ada yang ingin kau beli, sayang?" "Ada. Satu ini saja, Tuan. Saya rasa saya perlu jepit rambut praktis seperti ini agar mudah merapikan rambut saya." Esteva menyerahkan sebuah jepit rambut besar berhias permata bentuk bunga pada pelayan toko. "Akan saya bungkuskan, Nona," ujar gadis penjaga toko yang wajahnya berbinar lega karena lepas dari tuntutan ganti rugi dan ia menangani pembeli yang membeli jepitan rambut mahal. Gadis itu membawa barang pilihan Esteva ke meja penanganan. Grisham berlalu menuju kasir sambil menyempatkan membisiki Esteva. "Humm, ya, aku juga terpikir demikian. Rambutmu semakin panjang dan semakin berantakan saat kita bercin.ta, sayang. Aku senang kau memilih menjepit rambutmu." Esteva tersenyum tersipu-sipu, kemudian berjalan mengiringi tuannya. "Jonathan!" seru Grisham pada pemuda itu. Jonathan sigap mengeluarkan sejumlah uang p********n jepit rambut Esteva. "Terima kasih sudah berbelanja di sini. Silakan datang lagi," ujar pelayan toko melepas kepergian mereka di ambang pintu. Saat Esteva hendak keluar, gadis itu menyempatkan membungkuk dalam bersuara perlahan padanya. "Nona, terima kasih banyak. Kalau Nona tidak bertindak tadi, entah bagaimana saya mengganti rugi. Sekali lagi terima kasih." "Eh? Iya." Esteva menyahut salah tingkah. Sedikit pintu hatinya terketuk oleh rasa bersalah karena dalam sakunya ada beberapa barang jarahannya. Sebelum ia melangkah keluar dan Grisham memandanginya bersiap naik kereta, Esteva memanggil pria itu. "Tuan, sebentar. Masih ada yang ingin saya beli," katanya. "Oh ya?" Grisham tidak jadi masuk ke kereta. Ia kembali ke dalam toko diiringi Jonathan. "Beli apa lagi, sayang? Silakan pilih apa saja yang kau sukai." "Iya," sahut Esteva lalu bergegas ke dalam toko lagi dan pura- pura memilih aksesoris padahal ia mengeluarkan barang dalam sakunya. Ia kembali ke meja kasir membawa beberapa bros dan klip rambut. Gadis pelayan toko riang gembira membungkuskan belanjaan Esteva. Grisham bersiap membayar semuanya. Kemudian ia mendengar Esteva berbicara pada gadis itu. "Kamu punya saudari?" "Ya, ada 4, Nona. Saya yang tertua dan adik saya masih kecil-kecil sehingga ibu saya tidak bekerja karena harus mengurus mereka." Ketika barang sudah dibungkus dan dibayar, Esteva memegangi bungkusannya dan berdiri terpaku di hadapan gadis pelayan toko itu. "Ada lagi yang bisa saya bantu, Nona?" tanya pelayan toko sedikit keheranan. Esteva diam saja, menatap lekat gadis pelayan toko itu. Tangannya memegang erat bungkusan aksesoris. Grisham tersenyum tipis seraya menyentuh lembut pundak Esteva. "Semua barang itu milikmu, sayang. Kau bebas melakukan apa pun yang kau inginkan." Esteva berujar lirih. "Kalau begitu," ia menyodorkan bungkusan pada pelayan toko, disambut sorot tidak percaya gadis itu, "terimalah ini. Anggap sebagai hadiah kerja kerasmu yang bisa kau bagikan pada orang di rumah." Gadis itu terperanjat, diikuti isak haru. "Apa? Nona serius? Oh, terima kasih, Nona. Anda sangat baik dan murah hati. Terima kasih!" "Bukan apa-apa. Aku ... aku pergi dulu." Esteva bergegas keluar toko tanpa peduli tatapan bertanya orang-orang, sorot kagum pelayan toko, ataupun tatapan lembut Grisham. Esteva segera masuk ke dalam kereta. "Ah, dia salah tingkah rupanya," gumam Grisham pada dirinya sendiri. Ia mengulum senyum gemas pada kelakuan gadisnya, yang ternyata bisa spontan iba pada orang lain. Grisham menyusul keluar toko. Gadis pelayan berseru riang padanya. "Terima kasih! Semoga hari Anda menyenangkan dan semakin banyak berkah untuk Anda dan nona Anda, Tuan." Grisham tersentuh mendengar ucapan itu. Ia naik ke keretanya dan duduk mendempet Esteva yang terlihat gelisah. Kereta bergerak laju di jalanan kota, meninggalkan toko pernak-pernik tadi. Jonathan duduk di depan bersama Bruce karena sudah tahu pasti tuannya akan bermesraan dengan Esteva. Grisham mengecup kening Esteva. "Itu tadi perbuatan yang sangat manis, sayang. Aku tidak menyangka kau peduli pada pelayan toko itu." Esteva tertunduk dalam menyembunyikan wajah tersipu-sipunya. Tadi sangat spontan dan ia melakukannya karena merasa bersalah. "Pelayan tadi melayani saya sangat baik, saya hanya membalas kebaikannya. Saya tidak pernah punya kesempatan berbagi kebahagiaan dengan saudara-saudara saya karena mereka menolak saya, sedangkan dia punya saudari tetapi tidak ada yang bisa dibagi-bagi. Saya harap hadiah tadi akan membuat saudarinya senang." Grisham mendekap erat Esteva dan menghujani bibirnya dengan kecupan- kecupan. "Ah, kau menggemaskan sekali, sayang. Aku tidak menyangka gadis nakalku bisa berbuat semanis ini. Sayang, kau selalu membuatku terkejut. Aku jadi ingin menghadiahimu lebih banyak lagi. Apa yang kau inginkan, sayang? Katakanlah, aku akan mewujudkannya." Sesaat mata mereka bertatapan. Esteva terdiam dan Grisham menanti jawabanya. Esteva ingin berkata 'saya ingin sebuah cincin', tetapi itu rasanya tidak pantas. Grisham akan membelikannya jika merasa memang layak sebuah cincin tersemat di jarinya. Pria itu bukan seorang i***t yang tidak tahu makna cincin. Sebuah cincin akan sangat mendalam kesannya. Grisham mungkin benar-benar tidak ingin hubungan terikat. Lagi pula, apa haknya menuntut cincin. Pria itu sudah memenuhi kebutuhan pokoknya. Esteva bersuara mendesah sebelum melumat bibir Grisham. "Saya ingin seks, Tuan. Tuan Grisham, puaskan saya." Kemudian bibir mereka berpagut erat seperti tubuh mereka. *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD