Sesampainya di dufan, mereka membeli berbagai macam jajanan yang membuat Shaka geleng kepala karena menurutnya makanan itu tidak sehat sama sekali. Naura tak mempedulikan itu dan terus saja memanjakan perut sebelum mulai bermain. Ia benar-benar menikmati malam ini yang benar-benar sangat jarang terjadi. Mungkin akan butuh keajaiban agar Shaka mau ia ajak bermain lagi, ini saja karena Naura menagih hutang pria itu yang dulu pernah berjanji padanya. Meski awalnya sempat menolak, akhirnya Shaka tak berkutik saat Naura mulai mengeluarkan jurus air mata.
Sesil sendiri heran kenapa Naura harus kencan dengan Shaka di tempat seperti ini. Harusnya ia mengajak kakak sepupu yang diam-diam disukainya itu menonton bioskop atau minimal ngopi di cafe yang menyediakan music romantic serta pemandangan yang indah.
Entah karena terlalu banyak memakan makanan yang bercampur saos dan sambal pedas, sesil merasa perutnya mulas dan hendak membereskannya di kamar mandi. Ia memilih pamit kepada Naura untuk pergi ke toilet, tapi sialnya bukannya merasa lega, perut Sesil terasa makin berputar saat mendengar dua orang wanita yang sedang bergosip ria membahas gossip terpanas tentang Sania yang tertangkap kamera memasuki hotel bersama pria siang ini.
Sesil cepat-cepat membuka ponsel dan mencari akun lambe murah yang selalu update gossip terbaru di jagat maya. Benar saja, gadis itu bahkan sampai meremas ponsel di tangan saat melihat poto candid yang menampilkan wajah Sania bersama pria yang tak terlihat wajahnya. Tapi Sesil tahu pasti siapa pria itu karena baju yang dipakai sama persis dengan yang digunakan Zayn tadi pagi.
Jelas Sesil sakit hati, Zayn menutup mata begitu saja dengan kelakuan Sania padahal Sesil sudah mengingatkan pria itu. Dia begitu peduli pada Zayn tapi sikap pria itu begitu membuatnya kecewa, sementara Sania yang belum tentu memikirkan Zayn selama ini, tapi begitu diperhatikan oleh pria itu.
Sesil keluar dari toilet dan tak besemangat lagi untuk bermain. Akhirnya ia memilih pamit pada Naura dan Shaka yang tentu saja merasa bingung dengan sikap Sesil yang tiba-tiba jadi murung. Gadis itu tak menjelaskan apapun, ia hanya ingin pulang dan menangis sepuasnya di dalam kamar.
Sesampainya di rumah, ia dikejutkan dengan kehadiran sang paman yang tak lain adalah si playboy yang sampai saat ini tak pernah tobat meski umurnya tidak muda lagi.
“Kenapa Om Bryan di sini?” tanya Sesil heran karena biasanya pria itu tak suka menginjakkan kaki di rumah ini sebab ia sama sekali tak bisa akur dengan Gama.
Pria dengan tato di lengan itu mencebik seraya menyandarkan punggung di sofa. “Memangnya Om tidak boleh ke sini?” tanyanya dengan gaya sok merajuk.
“Bukan begitu,” desah gadis itu jengkel. Terkadang pamannya ini bisa bersikap super menyebalkan.
“Cepat sini! Om ada kenalan pria berkualitas yang cocok dikenalkan denganmu,” ucapnya semangat.
Inilah salah satu sifat menyebalkan Bryan yang tidak Sesil suka. Pria itu kerap kali menjodohkan Sesil dengan pria-pria yang menurutnya punya babat, bebet, dan bobot tinggi. Padahal, orangtuanya saja tidak pernah melakukan hal itu.
“Aku lagi males berdebat. Mending Om balik gih sebelum Daddy pulang dan kalian ribut,” ujar Sesil sewot seraya melangkah menuju kamarnya di lantai dua. Tak dihiraukannya protesan Brayn yang merasa belum selesai bicara. Sungguh, ia merasa hatinya sedang tak baik-baik saja dan hal itu sangat mempengaruhi mood-nya.
Gadis itu memilih tidur tanpa harus repot-repot mengganti pakaiannya, hingga tanpa sadar hari mulai gelap dan jam makan malam pun tiba.
Sesil harus menelan pil kecewa saat di meja makan hanya ada Mommy dan Daddy-nya saja. Itu artinya Zayn belum pulang sampai sekarang ini. Gadis itu menghela napas dan berusaha mengilangkan pemikiran buruk yang berlarian di pikirannya. Tapi mengingat berita tadi siang, ia sungguh tak bisa berpikir positif.
Selesai makan malam Sesil memilih bersantai di balkon kamarnya, jam sudah menunjukkan pukul sebelas ketika ia mulai menguap karena kantuk mulai menyerang. Tepat saat itu ia mendengar deru mesin mobil memasuki pekarangan rumah.
Sontak ia berdiri dan menghampiri pembatas balkon. Terlihat Zayn turun dan malangnya Sesil ternyata pria itu tak sendiri, ternyata ia bersama Sania yang terlihat sedikit kacau.
Air mata Sesil tak bisa lagi untuk dibendung, tepat saat itu juga Zayn mendongak dan mata mereka bertemu. Tak ada lagi senyum yang biasa Sesil berikan pada Zayn, rasa kecewa gadis itu terlalu besar hingga ia memilih mengalihkan pandangan dan meninggalkan balkon tanpa senyuman.
Sementara Zayn di bawah sana merasa jantungnya seolah diremas. Entah perasaan apa itu, tapi ia sungguh merasa tak nyaman. Hingga panggilan dari Sania membuatnya tersadar bahwa wanita itu butuh istirahat secepatnya.
Putri Prameswari yang tak lain adalah Mommy Sesil begitu terkejut saat Zayn datang bersama Sania apalagi di tengah malam seperti ini, tapi ia tetap mempersilahkan tamunya itu untuk beristirahat.
“Zayn kita perlu bicara,” ucap sang Mommy tegas.
“Baik, Mom. Zayn antar Sania ke kamar tamu dulu,” ujarnya tenang.
Wanita paruh baya itu mengangguk seraya menghela napas panjang, diliriknya kamar sang putri yang mungkin saja saat ini sudah terlelap. Sedikit banyak ia mengkhawatirkan perasaan Sesil. Siapa saja tentu bisa melihat betapa Sesil memuja kakaknya itu, dan itulah yang sangat dikhawatirkan oleh Gama dan Putri akhir-akhir ini.
Dulu mereka kira Sesil hanya mengangumi kakaknya karena pria itu memang pintar dan juga selalu menjadi idola di sekolah, tapi lama kelamaan Gama dan Putri mulai sadar bahwa rasa suka anaknya itu tak bisa disamakan dengan cinta monyet anak jaman sekarang. Gama mulai berupaya memberi jarak di antara keduanya meski sering kali gagal karena memang Sesil selalu ingin menempel pada Zayn.
Bukan Gama tidak setuju jika anak kesayangannya itu menyukai Zayn, toh mereka tak punya hubungan darah karena ternyata Zayn memang anak Intan dengan selingkuhannya dulu. Tapi, sikap dingin Zayn pada Sesil lama-lama terasa mengganggu Gama. Sungguh, ia juga menyayangi Zayn layaknya anak sendiri, tapi sikap pria itu pada Sesil membuat Gama takut suatu saat Sesil tak bisa lagi membendung semuanya.
Jika sekarang anak itu masih terlihat kuat dan baik-baik saja dengan sikap abai Zayn, tidak ada yang bisa memastikan suatu saat nanti. Gama dan Putri hanya tak mau anak mereka terpuruk karena penolakan dari pria yang ia suka sejak kecil itu.
Tak lama Zayn turun dan duduk di hadapan Mommy-nya yang sedang melamun.
“Mom,” ujarnya menyadarkan wanita paruh baya itu.
Putri menghela napas pelan dan menatap putra angkatnya itu lembut.
“Mommy sudah lihat berita pagi ini,” ujar wanita itu pelan.
Zayn mengangguk perlahan, tapi tak satu kata pun yang ia ucapkan.
“Ada apa sebenarnya, Zayn?” tanya sang Mommy akhirnya.
Zayn menghela napas sekali lagi. “Ini bukan kapasitas Zayn untuk cerita karena ini sebuah aib bagi Sania, tapi yang pasti Zayn baik-baik saja.”
“Lalu berita itu? Mommy tahu laki-laki itu kamu.”
“Tidak ada apapun, Mom. Kami hanya memeriksa CCTV di sana.”
Putri menghela napas panjang lalu mengangguk pelan. “Istirahatlah,” ucapnya.
Zayn tak beranjak, laki-laki itu berdehem pelan seraya menatap sang Mommy yang bersiap untuk meninggalkan ruangan itu.
“Apa Sesil tahu tentang ini?” tanya Zayn ragu-ragu.
“Menurut kamu?”
Zayn mengangguk kaku. “Selamat istirahat, Mom.”