Chapter 4

1087 Words
Selamat membaca Sebuah mobil Lamborghini Aventador berwarna hitam tiba di depan perusahaan. Seorang pria berseragam hitam turun memutari mobil membukakan pintu untuk seseorang. Saat pintu terbuka, aura kharismatik terpancar jelas dari wajah tegas nan berwibawa seorang pria yang baru saja turun dari mobil. Seluruh karyawan berjejer rapi untuk menyambut kedatangan pemimpin baru perusahan. Mereka menunduk hormat saat suara langkah sepatu memasuki kantor yang mendadak hening. "Perkenalkan nama saya Eden Jordan, yang mulai sekarang akan menggantikan posisi pak Pradana." Miki menaikkan alisnya sebelah saat mendengar suara pemimpin baru itu terasa tidak asing di telinga. Rasanya ia juga pernah mendengar suara itu. Karena sangat penasaran, Miki melirik dan mencuri pandang ke arah Eden. Mata Miki membulat sempurna melihat pria yang tengah memperkenalkan diri saat ini ternyata adalah pria yang bersamanya malam itu. Miki dengan cepat menundukkan kepala kembali saat tatapannya tidak sengaja bertemu dengan mata pria itu yang tampak tenang. Keringat dingin mulai bercucuran dari tubuh Miki. Ia terlihat risau dan tidak bisa tenang saat mengetahui pemimpin baru perusahaan ternyata adalah pria itu. Kenapa bisa kebetulan seperti ini? Tapi ia tidak perlu khawatir seperti ini. Karena melihat dari gerak-gerik pria itu yang tidak menunjukkan ekspresi terkejut sedikit pun, sepertinya dia tidak mengingat dirinya. Jadi untuk saat ini ia bisa bernapas dengan tenang. "Selama saya yang menjabat sebagai CEO di perusahaan ini, saya harap tidak ada kesalahan sekecil apa pun yang terjadi. Jadi mohon kerjasamanya," ujarnya lugas dan tenang. Setelah penyambutan pemimpin baru selesai, seluruh karyawan kembali ke meja kerja mereka masing-masing. Tidak lama setelah Miki duduk, ketua divisi pemasaran tiba-tiba menghampiri Miki dengan raut wajah cemas. "Kamu ada masalah apa dengan pak Eden?" pekik Basuki risau. "Saya tidak ada masalah apa-apa, Pak," sahut Miki bingung. "Kalau tidak ada, kenapa wakil CEO minta saya untuk panggil kamu datang ke ruang CEO?" "Hah?" "Mending sekarang kamu langsung datang ke sana. Jangan memberi kesan buruk di divisi kita, nanti saya juga yang kena imbasnya." "Tapi, Pak-" "Ini keadaan darurat, pak Eden tidak suka menunggu. Cepat pergi sana." Miki mendengus kesal. Ia berdiri dan berjalan ke arah lift untuk menuju ke ruang CEO di lantai atas. "Ingat, jangan sampai kamu membuat masalah dengan pak Eden," ujarnya memperingatkan dengan wajah serius. Miki tidak menghiraukan ucapan Basuki dan tetap berjalan dengan wajah suram. Setelah tiba di depan pintu ruang CEO, Miki hanya diam tak kunjung mengetuk pintu. Ia tampak ragu dan belum siap bertemu dengan pria itu. Miki terkesiap dan tersentak kaget saat pintu ruangan tiba-tiba terbuka. "Eh?" "Anda pasti Miki dari divisi pemasaran. Silahkan masuk, Pak Eden sudah menunggu di dalam," tutur Nugra tersenyum ramah. Miki membalas senyuman wakil CEO canggung sembari mengangguk kecil. Kemudian ia masuk ke dalam dengan nyali yang semakin menciut. "Duduk," suruh Eden singkat tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputer. "Terima kasih," sahut Miki pelan sembari duduk di kursi depan Eden. Sebenarnya ngapain gue di sini? Miki hanya menunduk gelisah menunggu Eden yang tak kunjung membuka suara. "Kita sebelumnya pernah bertemu, kan?" tanya Eden tiba-tiba setelah cukup lama hening. Miki tertegun. Jika ia mengaku, Eden pasti akan memecatnya karena tidak ingin aib dia terbongkar. "Saya tidak mengerti maksud Bapak," jawab Miki mengelak. "Eden." Miki menengadah menatap Eden bingung. "Maaf?" "Panggil aku Eden," sahutnya tenang. Miki terdiam. "Aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi. Apa tidak ada sesuatu yang terjadi setelah kita melakukan itu?" tanya Eden dengan bahasa formal. Miki menelan saliva mendengar pertanyaan Eden. Apa Eden akan menyuruhnya untuk mengugurkan kandungan seperti di n****+-n****+ jika tau ia hamil? Ia tidak bisa mengelak lagi dan pura-pura tidak mengingat Eden, karena sikapnya itu justru akan membuatnya terlihat seperti orang bodoh. "Tidak ada," jawab Miki cepat. "Kamu yakin? Saat itu aku tidak memakai pengaman." "Apa Anda akan memecat saya jika saya hamil? Anda tidak perlu khawatir, saya janji tidak akan mengatakan hal ini kepada siapa pun." "Jadi memang benar terjadi sesuatu," ujar Eden dengan nada tenang. Miki berteriak histeris dalam hati saat menyadari ia baru saja menggali lubangnya sendiri. Ingin sekali ia menepuk mulut ember kurang ajarnya ini yang sudah lancang. "Apakah bayiku sehat?" Miki terhenyak. Apa dia baru saja mengakui darah dagingnya? Menyadari Miki yang hanya diam dan tampak tidak nyaman, Eden memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh. "Sepertinya kamu masih syok dengan pertemuan kita yang tiba-tiba. Aku tidak akan bertanya lagi, sekarang kamu bisa kembali bekerja." Miki mengangguk dan dengan cepat pergi dari ruang kerja Eden yang terasa mencekik. Setelah keluar, Miki bisa bernapas dengan lega. Karena selama berada di dalam, ia sampai menahan napas karena sangking gugupnya. Sekarang apa yang akan ia lakukan? Eden sudah mengetahui tentang kehamilannya. Apa ia menceburkan diri saja ke sungai sss agar tidak perlu lagi berurusan dengan Eden. Sepertinya itu ide bagus. Ah! tapi ia tidak bisa berenang... "Arrggh!" pekik Miki frustasi. ***** Setelah jam pulang kerja, Miki segera bergegas menuju parkiran untuk mengambil motor. Karena Eli sedang pulang ke Bandung mengunjungi ibunya yang tengah sakit, jadi hari ini dan besok Miki berangkat dan pulang sendirian. Saat di tengah jalan, Miki tidak sengaja berpapasan dengan Eden. Ia sengaja menghindar dan pura-pura tidak melihat keberadaan Eden. Namun tak disangka Eden justru menghampiri Miki. "Kamu juga mau pulang?" "Emm ... iya, Pak," sahut Miki tersenyum kaku. Ngapain nih orang? Udah sana pergi, huss! "Biar aku antar," ujar Eden singkat. Miki terhenyak. "Tidak perlu, Pak. Saya bawa motor sendiri." "Aku tunggu di dalam mobil," tutur Eden tidak menghiraukan penolakan Miki. "Tapi motor saya?" Miki masih berusaha untuk menolak. "Kamu kasih kunci motor ke penjaga, nanti dia yang akan bawa motor kamu." Akhirnya dengan berat hati, Miki ikut pulang bersama dengan Eden. Di dalam mobil hanya ada mereka berdua saja, karena kali ini Eden memilih untuk menyetir mobil sendiri tanpa sopir. Eden tiba-tiba menyodorkan ponselnya kepada Miki. "Aku butuh nomor hp kamu." Miki terlihat ragu saat mengetik nomor teleponnya di ponsel Eden. "Sudah?" Miki menyerahkan ponsel Eden kembali. "Sudah," sahutnya pelan. "Aku akan telfon," kata Eden terdengar ambigu di telinga Miki. Setelah menghabiskan waktu di jalan, mobil Eden akhirnya tiba di depan halaman rumah kost Miki. "Terima kasih, Pak Eden. Sudah mau mengantar saya pulang," tutur Miki sopan sebelum keluar dari mobil. "Kalau hanya ada kita berdua panggil Eden saja." Miki tidak mengiyakan ucapan Eden dan hanya tersenyum kaku. "Hati-hati," kata Miki pelan setelah turun dari mobil. Eden mengangguk, lalu melajukan mobilnya meninggalkan halaman. Saat Miki berbalik dan berjalan menuju rumah kost, tiba-tiba terdengar suara deru mobil yang berhenti di belakangnya. "Anda kembali lagi?" Miki bertanya sembari membalik tubuh. "Siapa yang kamu maksud?" Suara dingin Rama menginterupsi. TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD