Part 12 [Cinta di waktu yang salah]

1898 Words
Sejak menelepon Laura ketika dia akan pergi ke pesta, Kai tidak pernah lagi bisa menghubungi Laura. Kai tidak bisa menghubungi nomor Laura dan tidak bisa mengirim pesan padanya, Kai juga tidak bisa melihat akun media sosial Laura setelah iseng mencari karena berpikir kalau Laura mungkin memblokirnya dari semua akses untuk berkomunikasi. Awalnya, Kai rasa tidak mungkin Laura melakukan itu padanya, tapi sekarang Kai yakin kalau Laura memang memblokirnya dari segala hal untuk menutup akses komunikasi. "Kenapa Laura melakukan ini?" Kai bergumam saat sedang dalam perjalanan pulang dari tempat kerja barunya. Laura tentu tidak ingin melakukan lebih banyak hal yang akan menyakiti Kai, jadi ia memilih untuk menyakiti dirinya sendiri dengan menjauh dari Kai. Laura tidak ingin mengambil risiko dengan diam-diam menghubungi Kai di belakang Darrel. Sampai hari ini, Laura tidak memiliki kegiatan khusus sebagai anggota keluarga Kim. Posisinya hanya istri pengganti dan objek pelampiasan dendam Darrel, jadi tidak ada yang bisa diharapkan di sini. Melihat ayahnya dan Kai baik-baik saja sudah sangat Laura syukuri. "Besok, kau ikut denganku." Laura yang sedang menikmati makan malam menoleh pada ibu mertuanya yang baru saja pulang. Di rumah sebesar ini Laura hanya makan sendiri karena semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Sangat jarang mereka berkumpul bersama walau hanya untuk sekadar makan. Laura meletakan alat makannya, lalu berdiri. "Ke mana?" tanya Laura. "Besok, aku ada acara bersama teman-temanku dan mereka ingin aku datang bersama menantu tersayangku. Ini hanya sekadar formalitas saja, tapi buat dirimu terlihat pantas di hadapn mereka," jawab Anna, lalu pergi meninggalkan Laura. Laura kini kembali duduk di kursinya dan sudah tidak berselera lagi untuk makan. Kenapa harus memantaskan diri untuk mereka yang tidak ia kenal? Kata menantu tersayang tadi Laura yakin arti dari yang sebenarnya adalah menantu yang paling dibenci dan tidak diinginkan. "Apa aku sungguh pantas untuk semua ini? Kenapa aku harus menjadi ini dan itu untuk orang lain? Memuakkan!" Laura begitu kesal, tapi hanya bisa menahan kekesalannya saja. "Ini pantas untukmu. Berapa kali aku harus mengulangi hal itu?" seseorang menyahuti ucapan Laura. Laura menoleh pada orang itu dan dia adalah Darrel. Laura sungguh tidak mengenal pria itu sekarang karena terlalu besar perbedaan antara Darrel yang ia kenal sebagai kekasih kakaknya dan Darrel yang sekarang menjadi suaminya. Laura tidak pernah menduga rasa sakit dan kecewa yang begitu besar bisa mengubah seseorang menjadi sosok yang lain. "Kau tidak perlu mengulanginya karena aku akan mengingat itu untuk seumur hidupku." Laura berniat pergi setelah membalas ucapan Darrel, tapi pria itu meraih tangannya, lalu merebut ponselnya. "Buka," ucap Darrel sembari menyodorkan ponsel pada Laura. "Kenapa? Kau pikir, aku masih berhubungan dengan Kai?" "Lakukan saja apa yang aku katakan dan jaga nada bicaramu padaku. Aku terlalu mudah kesal akhir-akhir ini dan ketika kesal aku bisa saja melampiaskannya pada orang terdekatmu. Apa kau mengerti?" Darrel membalas ucapan Laura dan tatapan dinginnnya tidak pernah lepas dari wanita itu. "Lalu, kau bangga dengan segala hal buruk yang kau lakukan padaku? Kenapa kau bangga dengan membuat dirimu menjadi orang jahat? Tidak, apa ini sungguh membuatmu senang?" Darrel masih menatap lekat Laura yang ia minta untuk memberikan sidik jari agar bisa membuka ponsel, tapi malah mengatakan hal yang tidak perlu padanya. Ini tidak membuat Darrel senang atau merasa lega, ini juga sulit untuknya, tapi siapa yang akan memahami hal itu? "Kau tidak perlu tahu bagaimana perasaanku saat melakukan semua ini. Yang perlu kau tahu adalah aku telah berikan banyak hal pada Sarah. Aku memberikan segalanya untuk dirinya, tapi ini balasannya. Setelah semua itu, apa aku tidak boleh marah? Sarah bisa melakukan hal buruk padaku, lalu kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama padanya? Anggap saja kau sedang membantu kakakmu untuk menyadari kesalahannya. Membuat seseorang menyadari kesalahannya adalah perbuatan yang mulia, kan?" "Kau sudah tidak waras," gumam Laura dengan nada pelannya, tapi masih terdengar sampai ke telinga Darrel yang membuat Darrel tanpa ragu langsung mencengkeram dagunya. "Sudah cukup bicaranya. Jangan memancingku untuk melakukan hal yang lebih buruk lagi. Cepat, lakukan apa yang aku minta," ucap Darrel yang sudah muak mendengar semua ocehan Laura. Laura yang merasa sudah tidak bisa melawan lagi akhirnya memberikan akses pada Darrel untuk memeriksa ponselnya. Darrel melepaskan cengkeramannya dan setelah itu hanya fokus pada ponsel di tangannya. Darrel memerikaa ponsel Laura dengan teliti untuk memastikan dia tidak berhubungan dengan Kai lagi. Darrel tidak menemukan bukti kalau Laura masih berhubungan dengan Kai bahkan saat mengecek kontak Kai, kontak itu masuk dalam daftar kontak yang Laura blokir. Darrel juga memeriksa media sosial Laura dan hasilnya sama, Laura juga memblokir semua media sosial milik Kai. "Kau bertingkah seperti seseorang yang sangat mencintaiku dan tidak ingin aku dekat dengan pria lain hanya untuk membuatku menderita. Aku belum pernah melihat orang seburuk itu sebelumnya." Laura berkomentar saat melihat sikap Darrel padanya. Darrel mengalihkan pandangannya pada Laura, wanita yang selalu bersikap sok kuat dengan segala kata-katanya, tapi pada akhirnya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kelemahan Laura adalah bukti cintanya pada orang itu. Itu mengharukan dan memuakkan di saat yang bersamaan. "Aku tidak pernah mengatakan kalau aku tidak mencintaimu." Lalu, Darrel mengatakan ini untuk membalas ucapan Laura tadi. Laura yang mendengar ucapan Darrel terlihat bingung sekaligus terkejut. Laura tidak memahami apa maksud dari ucapan Darrel. Pria itu memang tidak pernah mengatakan tidak mencintainya karena memang tidak ada pembahasan seperti itu sebelumnya, lalu, apa artinya mengungkit hal itu sekarang? "Apa yang coba kau jelaskan sekarang?" tanya Laura. Darrel mendekat pada Laura, tangannya meraih pinggang Laura agar dia tidak bisa bergerak mundur saat didekati. "Yang sedang aku jelaskan adalah aku selalu mengawasimu, jadi jangan berani mencari masalah denganku. Ini adalah peringatan terakhir untukmu. Apa kau sudah mengerti sekarang?" ucap Darrel, lalu melepaskan pinggang Laura, dan meletakan ponselnya di atas meja. "Aku tidak membicarakan hal itu." "Tapi aku hanya membicarakan apa yang ingin aku bicarakan, jadi ingat itu baik-baik," balas Darrel dan setelah itu pergi ke kamarnya. Di sisi lain, saat Laura terdiam di tempatnya dengan wajah yang terlihat bingung, ada Devian yang juga terdiam tidak begitu jauh dari tempat Laura berdiri saat ini. Tadi, Devian mendengar Darrel mengatakan kalau dia tidak pernah mengatakan tidak mencintai Laura dan ikut bingung saat mendengarnya. Apa itu berarti Darrel mencintai Laura? Tapi, itu terlihat tidak mungkin. Devian kini mendekati Laura yang terlihat sudah ingin meninggalkan meja makan. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Devian yang membuat langkah Laura kembali terhenti. "Ada apa?" Laura terlihat bingung karena tidak melihat Devian saat ia sedang bicara dengan Darrel. "Aku tidak bermaksud melakukannya, tapi aku melihatmu bicara dengan Darrel tadi. Apa lagi yang dia lakukan padamu? Kau bisa bicara padaku. Aku akan membantumu sebisaku." "Oh itu ... tidak apa-apa. Ini bukan hal yang besar. Terima kasih sebelumnya, tapi aku baik-baik saja sekarang. Selamat malam." Laura pergi setelah menjawab pertanyaan Devian. Laura tidak ingin bicara terlalu banyak dan akhirnya mendatangkan lebih banyak masalah untuk dirinya sendiri. Laura juga tidak bisa mempercayai siapa pun di keluarga ini. Devian hanya terdiam, tapi tidak percaya begitu saja jika Darrel tidak melakukan apa-apa pada Laura. Darrel terlihat kasar pada Laura, tapi sekarang tiba-tiba mengatakan kalimat yang entah apa artinya. Devian sangat terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan dan membuat banyak orang terluka. "Ternyata kau sudah kembali." Devian langsung mengalihkan pandangannya pada seseorang yang bicara padanya dan orang itu adalah ayahnya. "Aku baru saja pulang," ucap Devian. "Kalau begitu, ayo ke ruang kerja ayah. Kita memiliki hal penting untuk dibicarakan." Liam menatap lekat Devian dengan sangat lekat dan terlihat ada kemarahan yang coba disembunyikan olehnya. "Apa ini tentang perjodohan? Jika ya, maka aku akan mengatakan kalau aku menolak perjodohoan itu. Aku tidak ingin bersama wanita yang tidak aku cinta." "Ayah tahu wanita yang kau cintai, jadi mari kita bicara." Liam dengan cepat dengan cepat membalas ucapan Devian. Tadi, Devian dibuat bingung oleh Darrel, lalu sekarang oleh ayahnya. Nada bicara dan tatapan ayahnya tidak terlihat seperti biasanya, dan ayahnya juga mengatakan kalimat yang membuatnya terkejut. Devian tidak pernah mengatakan siapa wanita yang ia cintai, jadi mana mungkin ayahnya tahu? *** Devian masuk ke ruang kerja ayahnya, lalu dibuat terkejut oleh ayahnya yang sampai mengunci pintu padahal sebelumnya tidak pernah melakukan hal itu saat bicara dengannya, ayahnya paling hanya sebatas menutup pintu, tidak sampai mengunci. Devian sungguh tidak tahu sepenting apa pembicaraan ini. Liam duduk di kursinya dan ada meja yang memisahkannya dengan Devian yang duduk di seberang meja itu. Liam biasa membicarakan pekerjaan di sini dengan kedua putranya karena ia tidak lagi aktif datang ke kantor, tapi hari ini, Liam tidak akan membicarakan bisnis. Liam pikir, dirinya sangat mengenal Devian karena ia adalah ayah Devian, tapi ada sisi lain dari putra sulungnya yang tidak ia ketahui. "Sekitar 4 bulan yang lalu, kau pergi ke Jepang untuk urusan pekerjaan, sedangkan Darrel pergi ke Singapura untuk alasan yang sama. Apa ayah benar?" Liam mulai bicara pada Devian. "Ya, aku dan Darrel sudah memberitahu Ayah sebelum kami pergi. Apa yang sebenarnya terjadi?" "Kau seharusnya berada di Jepang selama tiga hari, tapi ternyata kau sudah kembali ke Korea di hari pertama dan menyerahkan tanggungjawabmu pada orang lain tanpa sepengatahuan ayah. Ke mana kau pergi setelahnya? Dan bersama siapa? Walau semuanya berjalan dengan baik di Jepang, tapi kau sudah tahu bukan kalau ayah sangat benci pada orang yang tidak bertanggungjawab pada pekerjaannya?" Liam bertanya dengan begitu serius. Liam bertanya bukan karena tidak tahu jawaban dari pertanyaannya saat ini, tapi hanya ingin melihat sampai di mana Devian berbohong padanya. Devian terlihat sangat tegang saat mendengar semua pertanyaan ayahnya, tapi masih berusaha untuk tenang walau situasi ini sudah seperti sidang yang sangat menakutkan untuknya. "Kenapa Ayah melakukan semua ini? Apa Ayah tidak percaya padaku?" Devian balik bertanya pada ayahnya. "Baiklah. Ayah pikir, kau bisa langsung menjawab pertanyaan ayah, tapi justru mempertanyakan kepercayaan ayah padamu. Kau pergi ke Jeju bersama Sarah dan kalian menginap di kamar hotel yang sama. Kau ... apa yang sebenarnya kau pikirkan saat itu? Sarah itu tunangan adikmu sendiri." Liam kembali bicara dan Devian tidak bisa lagi terlihat tenang saat ini. "Ayah terkejut melihatmu membela Sarah sampai melawan ibumu sendiri. Ayah bertanya-tanya apa alasannya, lalu ayah tahu ternyata ini alasannya. Apa kau yang berada di balik gagalnya pernikahan Darrel dan Sarah? Ada di mana Sarah saat ini?" ucap Liam lagi dan terus membuat Devian merasa tidak tenang. "Informasi itu pasti salah ...." "Berhentilah berbohong karena ayah sudah muak mendengar kebohonganmu. Ada di mana Sarah saat ini?" Liam menyela kalimat Devian. "Ya, kami memang pernah berhubungan, tapi hubungan kami sudah selesai karena aku sadar itu salah. Sekarang, aku tidak tahu Sarah ada di mana. Bagaimana Ayah bisa berpikir kalau dia menghilang karena aku?" Liam menatap lekat Devian yang mengakui hubungan gelapnya dengan Sarah, tapi menyangkal keterlibatannya dalam menghilangnya Sarah. Liam tidak menemukan bukti apapun tentang keterlibatan Devian, jadi tidak bisa mendesaknya untuk bicara karena yang dikatakan oleh Devian entah benar atau tidak. "Aku dan Sarah sudah selesai, Ayah, jadi jangan membahas hal ini lagi. Aku salah dan tidak ingin membuat Darrel jauh lebih terluka karena hal ini." Devian terdengar sangat berusaha meyakinkan ayahnya. "Kau seharusnya menyadari semua ini sebelum memutuskan untuk memiliki wanita yang dicintai oleh adikmu sendiri. Ada apa denganmu? Apa hanya dia wanita di dunia ini?" Liam mempertanyakan Devian, tapi Devian tidak bisa mengatakan apapun. Sulit bagi Devian untuk membuat seseorang mengerti tentang perasaanya. Devian mengakui perbuatannya salah, tapi cintanya pada Sarah tidak pernah salah. "Ayah harap kau memang tidak ada kaitannya dengan menghilangnya Sarah atau ayah tidak akan bisa lagi berpikir tentang betapa rendahnya dirimu," ucap Liam untuk kesekian kalinya dan setelah itu pergi meninggalkan Devian yang nampak begitu terdiam di tempatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD