chapter 1 — seekor kucing
Sebuah Keluarga cemara baru saja pulang dari merayakan kenaikan kelas anaknya. Saat ini mereka tengah berada di teras rumah.
"Bunda, Besok kita jalan jalan lagi ya !" Ujar gadis berkuncir 2, Keyla Ariendalla.
"adek juga mau ikut" seru cowok mungil itu, Arafah Kevin andara.
"Iya besok kita jalan jalan lagi" ujar sang bunda.
"YEAYYY !!" sorak keyla dan rafa gembira.
"Kakak mau ikut?" Tanya bunda.
Erinna Ayunda, gadis yang sedari tadi diam menatap di kegelapan pun menoleh, "ikut aja, asalkan ada bakso"
"Miaww.." Erin menoleh dan mendapati seekor kucing mungil berbulu hitam berlari kearahnya. Erin mengambil kucing itu dan menggendongnya.
"IHH ADA KUCING, AKU JUGA MAU GENDONG" teriak keyla bersemangat.
Erin terkekeh merasa lucu melihat semangat sang adik. Ia kemudian memberikan kucing tersebut pada keyla.
"Kucingnya dapet darimana rin?" Tanya sang ayah yang baru saja datang.
"Dia dateng sendiri ke aku, tadi berlari dari semak semak sana. Kayaknya ini kucing milik rumah sebrang deh"jawab Erin.
Sang ayah mengangguk kemudian menatap rumit kucing yang berada di gendongan sang anak kedua nya.
"Afa, liat kucingnya ireng"ujar keyla tanpa dosa. Rafa juga nampak senang melihat kucing itu.
"Udah selesai pegang kucingnya jangan lupa buat langsung cuci tangan!"peringat bunda.
"Iya bundaa, nanti kami cuci tangan kalau ga males"ujar keyla, yang tentu saja kata terakhirnya ia pelankan.
"Apa kamu bilang tadi?"
"Enggak ada. Eh afa kucingnya kita bawa kesana aja yuk" ujar keyla. Rafa yang memang pada dasarnya tak paham hanya ikut ikut saja.
Bunda menggelengkan kepala nya kemudian menatap anak pertama yang sibuk dengan handphone nya dan sang suami yang masih mengawasi keyla dan rafa.
"Mas"
"Hm?"
"Mas gaada niatan mau rawat kucing itu juga kan?"tanya bunda hati hati.
"Dia masih kecil dan terlalu kurus. Aku rasa sebaiknya kita rawat aja, lagipula rafa dan keyla suka kan?" bunda termenung sebentar kemudian mengangguk.
"Tapi, semua hal tentang kucing itu lakukan mas harus bertanggung jawab, aku gamau nanti dia kenapa napa mas malah lepas tangan"ujar bunda.
Ayah mengangguk, "bunda tenang aja" bunda tersenyum.
...
"kak key, nama kucingnya siapa??"
Keyla menatap rafa yang masih sibuk mengelus kucing hitam yang semalam mereka temukan.
"Gatau, ga kepikiran. Lagian itu punya orang" ujar keyla.
"Iya juga ya" keyla menggeleng gelengkan kepala nya dan tersenyum tipis melihat adiknya sangat menyayangi kucing itu. Kemudian ia menatap kakaknya.
"Kak rin, kakak tau ga sih novel yang lagi booming itu?"
"Tau, cerita 'sejati' kan?" Keyla mengangguk penuh semangat.
"Iya kak! Ish aku kesel banget sama jerricho yang dengan mudahnya mutusin lyodra, padahal lyodra udah korbanin segalanya untuk dia"ujar keyla kesal. Ia cemberut saat mengingat scene di novel itu.
"Haha, lagian salah lyodra kenapa mau dimanfaatin" ujar erin. "Padahal udah jelas jerricho risih sama dia"lanjut erin.
"Iya sih"
"Kak, jagain kucingnya ya. Afa mau ke kamar afa ambil mobilan" erin mengangguk. Lalu rafa pun pergi.
"Miaww..." keyla menoleh dan menghampiri kucing hitam yang cukup kesusahan untuk naik kekasurnya.
"Kamu kesusahan naik ya, sini aku bantuin"
Keyla menggendong kucing itu dan meletakkannya dikasur. Kucing itu menatap keyla kemudian mengeong seolah berkata terimakasih.
"Ahaha, sama sama"
Suara pintu kamar terbuka menampilkan rafa dengan banyak mobilan dipelukannya. Ia meletakkan mainannya di lantai kemdian menatap kakaknya.
"Kak, dipanggil bunda buat makan"
"Yaudah yuk makan, key"
"Kalian duluan aja, aku mau beresin buku di meja dulu"erin mengangguk kemudian mengajak rafa pergi.
Sudah beberapa menit dan akhirnya keyla pun telah selesai membereskan buku nya. Ia melirik kucing yang sedari tadi menatapnya.
"Kamu udah makan kan tadi? Kamu tunggu disini ya, aku makan dulu"ujar keyla.
Gadis itu mengelus kepala kucing mungil di hadapannya dengan lembut. Kucing itu mengeong sebagai jawaban dari ucapannya.
"Yaudah tunggu sini ya, jangan nakal"
Keyla kemudian beranjak dari tempatnya, ia menutup kamarnya dan pergi menuju dapur.
Kucing yang sedari tadi memperhatikan keyla pun menatap sekitarnya rumit.
'Baik' batinnya.