"Hei Sherin... Kenapa lama sekali?" teriak Adrian dari luar ruang ganti.
Sherin memutar kedua bola matanya malas. Dirinya terpaksa harus berdiri saat mendengar teriakan pria aneh itu. "Agrrhh... Iya iya sebentar lagi," sahutnya dari dalam ruang ganti.
"Kau lihat kak, pria yang akan menikah degan ku itu sedikit gila. Aku sarankan pada kalian untuk memilih pria yang benar benar bisa menerima kalian apa adanya. Haaah... Aku begitu kelelahan di buatnya." Sherin menggerutu sembari mengingatkan kedua karyawan yang membantunya di dalam ruang ganti.
Salah seorang karyawan itu tersenyum lebar sembari membantu Sherin mengenakan gaun berwarna gold yang menjadi pilihan Sherin.
"Aku telah menikah dan memiliki anak nona." Ucapan karyawan itu berhasil membuat Sherin membesarkan matanya sempurna.
Gadis cantik itu menatap karyawan lainnya dari dalam kaca besar yang ada di hadapannya. "Kau juga telah menikah kak?" tanyanya.
Karyawan itu menganggukkan kepalanya sopan dengan senyuman tipis di bibirnya. "Iya nona."
Sherin menarik nafas dan menghelanya secara kasar hingga membuat salah satu karyawan itu mengeluarkan suaranya. "Jika aku perhatikan, calon suami anda terlihat begitu perhatian, hanya saja caranya yang berbeda."
Sherin tertawa kecil seolah sedang mengejek pria yang dimaksud oleh karyawan itu.
"Haha... Mana mungkin, kau lihat apa yang dilakukannya padaku? Membuatku setengah gila. Ah sudahlah..." ucapnya sembari menaikkan rambut panjangnya ke atas dengan kedua tangannya.
Sepasang bola mata milik kedua karyawan itu berhasil terpukau saat gaun pengantin berwarna gold terpasang sempurna di tubuh Sherin.
Begitu pula Sherin yang melihat pantulan dirinya sendiri dari dalam kaca besar di hadapannya. "Apa benar ini aku?" tanyanya sendiri tak percaya.
Manik coklat bening milik Sherin terlihat berbinar binar. Matanya terus menyoroti tubuh indahnya dari ujung rambut hingga ujung kaki sembari menghadap ke kanan dan kiri.
"Ayo nona, mereka telah menunggu anda di luar." Perkataan karyawan itu berhasil menyadarkan Sherin dari lamunannya yang tak percaya bahwa dirinya bisa memakai gaun indah rancangan desaigner ternama seperti itu.
Di luar sana Lina terlihat sedang asik mengobrol bersama desaigner pemilik galery besar itu. Tak heran mengapa mereka terlihat begitu akrab, karena hubungan pertemanan keduanya yang telah terjalin. Mengingat, orang tua dari sang desaigner adalah teman lama Lina dan Lina telah menjadi pelanggan lama sang desaigner bahkan sebelum ia terkenal.
Adrian yang sejak tadi menunggu Sherin mulai bosan, bahkan dirinya tengah bersiap untuk kembali memanggil Sherin.
"Sher-"
"Iya, iya... Aku sudah siap." Sherin menyela saat dirinya keluar dari kamar ganti.
Sama halnya dengan kedua karyawan yang pertama kali melihat penampilan Sherin, mata Adrian benar benar tersihir oleh pesona Sherin yang terpancar begitu kuat.
'Benarkah ini bocah ceroboh itu? Aku sampai terpesona melihat kecantikannya yang benar benar memukau. Gaun itu sungguh membuatnya sempurna.' Adrian membatin kagum.
Sherin yang melewati Adrian melirik pria itu dengan wajah masamnya. 'Awas saja jika kau tak menyukainya lagi.' Batin Sherin.
"Ma, bagaimana?" tanya Sherin ragu pada Lina.
Lina tersenyum dengan kepala yang menggeleng pelan. "Sherin, kau benar benar sempurna dengan gaun ini," puji Lina tulus.
Desaigner perempuan yang bernama Alexa itu berjalan mendekati Sherin dengan wajah tak kalau terpukaunya.
"Gaun ini, kau yang memilihnya?" tanya perempuan berusia tiga puluh satu tahun itu pada Sherin.
Sherin menganggukkan kepalanya pelan, "Emm..."
"Kau memang gadis spesial. Gaun ini telah lama aku desaign khusus selama hampir satu tahun pengerjaannya, tapi entah kenapa banyak perempuan yang mencobanya tidak mendapatkan kecocokan dengan gaun ini." Alexa menjelaskan betapa spesialnya gaun itu untuknya. "Tapi setelah gaun ini di pakai denganmu, benar benar terlihat sempurna. Sepertinya gaun ini telah menemukan jiwanya," sambungnya menyentuh dengan lembut gaun yang telah menempel di tubuh Sherin.
"Adrian, apa kau mengetahui jika Sherin akan memakai gaun berwarna gold?" Tanya Lina penasaran.
Adrian yang masih menatap Sherin terpukau pun tersadar dan melemparkan pandangannya pada Lina lalu menggeleng pelan.
"T-tidak... Tentu saja aku tidak mengetahui dia akan memakai gaun yang mana," sahutnya berpura pura biasa saja dengan penampilan Sherin.
Seketika senyuman Lina mengembang, entah apa di fikirkannya hingga membuat perempuan paruh baya itu terlihat bahagia.
"Kalian benar benar serasi."
Bagaimana tidak, Sherin terlihat begitu mempesona saat menggunakan gaun panjang lurus membentuk lekuk tubuh yang melebar pada bagian bawa, ditaburi indahnya swarowski dengan kerah yang berbentuk v dan menampilkan punggung mulusnya di padu dengan Adrian yang secara tidak sengaja memilih untuk memakai setelan jas tuxedo berwarna coklat muda membuat keduanya sangat memukau mata.
"Ya tuhan, kalian benar benar terlihat begitu serasi." Lina benar benar merasa bahagia melihat keserasian penampilan keduanya.
Salah satu karyawan datang mendekati mereka dengan membawa sebuah kamera di tangannya. "Tuan, nona. Bolehkah kita mengambil gambar terlebih dahulu?" tanyanya ramah.
Sherin yang terlihat mulai gugup pun melirik Adrian yang ternyata juga meliriknya. Tak ingin terlihat gugup, Adrian akhirnya setuju dan berdiri di samping Sherin.
Tak hanya sekali, pengambilan gambar itu bahkan di lakukan berulang kali termasuk bersama Lina dan Alexa. Entah kenapa Adrian yang biasanya begitu sulit untuk di ambil gambar dirinya, kini seperti tak keberatan untuk di ambil gambar serta berpose di depan kamera bersama Sherin.
Tiba tiba saja, tubuh Sherin oleng dan nyaris terjatuh ke lantai jika saja Adrian tak dengan cepat menangkap tubuh Sherin.
"Eee... Eeh..." ucap Adrian kaget begitu melihat tubuh Sherin yang mulai tak seimbang dan ambruk kesamping.
"Sherin... Sherin..." teriak Lina panik melihat Sherin yang tak sadarkan diri.
Tanpa menunggu lama, Adrian mengangkat tubuh ramping Sherin dan meletakkannya pada sofa panjang yang ada di sana lalu mengecek beberapa bagian anggota tubuh Sherin.
"Apa yang terjadi dengannya, Ad?" tanya Lina panik.
"Jika aku tidak salah menduga, dia mengalami hipoglikemia atau gula darah rendah." Adrian menarik nafas lalu menghelanya. "Apa kau memiliki permen yang benar benar manis atau marsmellow?" tanyanya pada Alexa.
"Oh sebentar. Aku rasa aku ada menyimpannya di ruang kerjaku." Lalu berlari kecil mencapai ruang kerjanya.
"Apa penyakit ini parah, Ad?"
"Jika dibiarkan terus menerus akan ada resiko yang lebih serius, ma. Aku rasa dia kekurangan nutrisi," sahut Adrian dengan kedua mata yang masih memperhatikan Sherin.
Lina tampak cemas, ia tak menyangka jika gadis tak beruntung seperti Sherin mengalami penyakit itu di usianya yang masih sangat muda. "Kasihan sekali gadis ini, kau harus berjanji untuk terus memperhatikan kondisinya, Ad."
"Ini, ada beberapa marsmellow milik keponakanku yang tertinggal kemarin." Alexa menyodorkan tiga bungkus kecil marsmellow ditangannya.
Tanpa butuh waktu lama, Adrian telah membuka bungkusan marsmellow itu dan perlahan memasukkannya ke dalam mulut Sherin. "Makanlah, ini akan membantumu," ucapnya pelan.