"Tt..tuan.. Tolong lepaskan tanganku," rengek Sherin dengan wajah memelasnya.
Bukannya melepaskan, Adrian justru semakin mengeratkan tangannya hingga keduanya berada di sebuah kolam berenang yang terletak di lantai yang sama dengan ruang tempat acara itu berlangsung.
"Ssshh, aduh..." Sherin meringis kesakitan saat Adrian melepaskan tangannya.
Tanpa disadari, Adrian kini telah berada di hadapan Sherin dengan tatapan yang tak berpaling dari perempuan cantik itu.
"Kk...aauu..." ucap Sherin berlagak sangar sembari menengadahkan kepalanya untuk bisa melihat wajah Adrian karena tingginya yang hanya sebahu Adrian saja.
Dengan sebelah alis yang terangkat, dengan santainya Adrian justru mendekatkan wajahnya pada Sherin hingga membuat Sherin begitu kaget dan secara spontan akan menjauhkan wajahnya dari tatapan Adrian.
Sayangnya, geraknya kalah cepat saat tangan kanan Adrian telah terlebih dahulu berada di leher bagian belakangnya hingga keduanya beradu tatap dengan jarak yang hanya beberapa senti saja.
Deg... Deg... Deg...
'Oh tuhan, jantung ini kenapa berpacu sangat cepat saat beradu tatap seperti ini? Astaga... Apa yang sedang kau pikirkan Sherin. Tolong sadarlah...' batinnya.
Segera Sherin melepaskan tangan Adrian dari lehernya dan mundur dua langkah dari hadapan Adrian.
Adrian hanya tersenyum tipis melihat reaksi Sherin yang begitu menggemaskan. 'Lucu sekali anak ini. Dari mana papa bisa menemukan gadis seperti ini?' batin Adrian.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan dari keluargaku?" Pertanyaan Adrian yang menohok tentu membuat Sherin begitu kesal.
Sherin merapikan rambutnya yang tak kusut sama sekali, lalu ia berkecak pinggang sembari menatap sinis pada Adrian. "Kau... Tolong jaga ucapanmu. Kau pikir aku gadis seperti apa sampai sampai kau berbicara seperti itu."
Bukannya takut atau marah, Adrian justru tersenyum mengejek melihat tingkah Sherin yang seperti itu. Perlahan Adrian melangkahkan kakinya mendekati Sherin. "Aku dengar, pamanmu telah menjualmu pada papaku seharga lima ratus juta. Apa itu termasuk taktik dari kalian berdua untuk memasuki keluargaku?" tanya Adrian santai.
Bagaikan di terjang oleh badai pasir yang begitu hebat, mata Sherin terasa begitu perih, tangannya bergetar hebat menahan amarah yang luar biasa akibat perkataan yang di layangkan oleh Adrian, pria yang baru beberapa saat di kenalinya itu. "Pamanku memang telah menjualku pada tuan Heri, tapi aku sama sekali tak mempunyai taktik seperti yang kau tuduhkan. Kau pikir, aku mau merelakan diriku begitu saja di jual oleh pamanku sendiri dan akan dinikahi oleh papamu?" Sherin membuang wajahnya ke samping bersamaan dengan air matanya yang berhasil lolos begitu saja dari pelupuk mata indahnya.
Entah apa yang membuat Adrian tertawa saat itu hingga memperlihatkan baris rapi gigi putihnya sembari menunjuk nunjuk Sherin yang sedang menghapus air matanya.
'Haa? Dia malah tertawa? Apanya yang lucu? Aneh sekali pria ini,' btin Sherin bingung.
"Apa yang kau tertawakan?" tanya Sherin ketus dengan bibir yang cemberut.
"Hahaha..." Adrian masih tertawa. "Apa kau bilang tadi? Papaku akan menikahimu?" tanyanya masih dengan tawa yang mengiringi.
Sherin mengangguk dengan cepat tanpa ragu.
"Dengan gadis sepertimu? Hahaha... Kau terlalu banyak bermimpi,' ejek Adrian kembali.
"Kau..." ucap Sherin sembari menghentak pelan kaki kanannya karena kesal. "Aku sadar siapa aku, dan aku akan memohon pada tuan Heri untuk membatalkan pernikahan itu. Aku juga akan mengganti semua uang yang telah di berikan oleh tuan Heri pada pamanku. Kau tenang saja, aku akan pergi secepatnya dari hadapan keluargamu." Sherin tersenyum miris, lalu pergi begitu saja meninggalkan Adrian yang masih berdiri menahan tawanya yang belum berakhir.
Sherin berjalan dengan cepat dengan perasaan yang dongkol. Dirinya benar benar di buat kesal oleh sosok Adrian yang memiliki wajah tampan bak pangeran pangeran negeri dongeng yang sering muncul di film film disney kesukaannya waktu kecil dahulu. Tapi sayang, ucapannya berbanding terbalik dengan wajahnya.
"Kau pikir, karena kau anak dari tuan Heri jadi kau bisa seenaknya saja menghakimi dan menuduhku sesuka hatimu? Bahkan nyamukpun tak akan ku beri ampun saat mencoba mengigitku. Huh, jika kau jadi suami ku? Mungkin aku tak akan bisa hidup bahagia karena ucapan pedasmu itu." Sherin berkomat kamit dengan wajah yang sangat kesal.
Setibanya di dalam ruangan tempat berlangsungnya acara, Sherin segera mengambil segelas minuman dingin yang telah tersusun rapi di atas meja panjang yang berisikan beraneka makanan dan minuman di atasnya.
Saat Sherin hendak melangkah mencari keberadaan Lina dan Heri, tiba tiba saja terdengar suara sobekan dari arah belakang gaunnya.
Kepala Sherin memutar kebelakang bagian gaunnya untuk memastikan. Benar saja, suara robekan itu berasal dari gaunnya yang terinjak oleh sepatu mahal milik seorang perempuan di belakangnya.
"Ha... Gaunku..." ucap Sherin Pelan dengan wajah paniknya.
"Oh, ya ampun... Maafkan aku, aku tidak sengaja menginjak gaunmu," ucap perempuan itu santai sembari menatap Sherin dengan senyum sinisnya.
Semua mata tertuju pada gaun Sherin yang robek di bagian belakang hingga setengah pahanya mulusnya terlihat.
"Tiara... Kau..." ucapnya saat mengetahui bahwa perempuan yang sengaja menginjak gaunnya ternyata adalah Tiara. Perempuan yang sepertinya membencinya tanpa alasan yang tak di ketahuinya.
Dari arah yang berlawanan terlihat seorang pria muda berjalan mendekati Sherin lalu berjongkok di hadapannya. Dengan cepat tangannya menarik kedua sisi ujung gaun Sherin yang robek dan mengikatnya pinggangnya hingga membentuk gaun setengah lutut yang membuat penampilan Sherin semakin mempesona.
Sherin yang terkejut dan tak percaya pun terus menatapi gaun panjangnya yang telah di sulap menjadi gaun tak kalah indah dari sebelumnya begitu pula dengan para tamu undangan lainnya yang menyaksikan pertunjukkan tak di duga itu.
'Waw... Sungguh menakjubkan,' batin Sherin merasa lega.
"Sekarang sudah tidak masalah. Kau semakin terlihat cantik dengan gaun seperti ini," ucap pria itu tersenyum pada Sherin.
Sherin tersenyum malu. "Terima kasih," sahutnya ramah. "Jika tidak aku pasti akan menjadi bahan tertawaan orang orang." Sembari menghela nafas lega.
Tiara yang menyaksikan semakin merasa kesal pada Sherin. Niat buruknya untuk membuat malu Sherin harus gagal karena pria itu telah menyelamatkan Sherin.
"Hai Tiara," sapa pria itu.
Tiara memasang senyum termanis di wajahnya. "Hai, Vel. Kamu juga disini?"
Pria itu mengangguk pelan. "Lama tak bertemu ternyata sifatmu belum berubah juga. Apa kau tidak lelah seperti ini terus menus?" tanya pria itu tersenyum sinis.
Bukannya menjawab, Tiara justru menatap kesal pada pria yang telah menyelamatkan Sherin dari rasa malunya. Tanpa berlama lama, Tiara pun pergi dari hadapan keduanya.
"Kau mengenalinya?" tanya Sherin sembari menatap kepergian Tiara.
"Emm... Tiara. Hampir semua pria ibu kota mengenalinya," ucapnya di iringi senyum tipis.
Sherin mengerutkan dahinya, mulutnya masih ingin bertanya pada pria itu. Namun terhentikan saat mendengar suara seseorang.
"Veldian..." Seorang perempuan menyapa pria yang tak kalah tampan dari Adrian yang ternyata bernama Veldian.