Keringat mengucur dari pelipis juga bagian tubuh tersengat sinar matahari pagi, di sebuah lapangan yang sepi dan hanya beberapa orang saja berada di sana. Richard juga masih tidak bisa memahami ada apa dengan kota yang sedang ditempati. Mengapa hampir semua orang menatapnya aneh, terutama seorang kakek dengan kursi rodanya. Richard pun mengabaikan hal itu dan terus berlari mengitari lapangan, sesekali dia menenggak minuman isotonik sebagai pengganti ion dalam tubuh saat dia berolahraga. Dari jarak puluhan meter pun terlihat restoran masih tutup, jarak antara lapangan dan hotel saling berdekatan. Sekilas Richard melihat Intan dari balkon, dia pun langsung berlari menuju kamarnya sambil menghubungi Jung. “Jung, aku perlu teleskop! Kirim ke kamarku ya!” Tanpa menunggu jawaban