Keceplosan

1314 Words
Saat di luar Resto Andara menghubungi seseorang untuk mengawasi Reina dan juga Rangga kemanapun Mereka pergi. Kemudian Andara teringat jika Aidil tadi sempat pamit pulang dan tak mengambil lemburan yang ditawarkan karena sedang tidak enak badan. Pikiran Andara langsung tertuju kepada Aidil dan memikirkan apa yang sedang terjadi kepada lelaki pujaannya tersebut. Andara langsung memacu kendaraan besinya menuju tempat di mana Aidil berada yaitu di rumah kontrakannya. Tak lupa dia membawakan buah tangan sebagai alasan untuk diberikan kepada salah satu karyawannya itu. Sesampai di depan rumah kontrakan Aidil, Andapun memarkirkan mobilnya tak jauh dari sana, dengan membawa parcel buah di tangannya kini Andara memberanikan diri untuk mengetuk pintu kontrakan tersebut. "Assalamualaikum...!" ketukan pintu yang dilanjutkan dengan ucapan salam dari Andara membuat fokus Aidil teralih. Dengan langkah berat ideal pun menuju ke pintu tersebut, Aidil membuka pintunya kemudian menjawab salam seseorang yang mengetuk pintunya tadi. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" mata Aidil membola saat mengetahui bahwa bos di tempat kerjanya berdiri tepat di hadapannya. "Ibu Andara? mari silakan duduk Bu!''Aidil sengaja tidak mengajak Andara untuk masuk dan mengeceknya duduk di halaman rumahnya yang cukup terang karena ada lampu yang sengaja dipasang di sana. Andara pun paham dan tak mempermasalahkan tindakan dari anak buahnya tersebut. Aidil melihat jam tangan yang ada di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 08.30, waktu yang dirasa cukup malam untuk seseorang bertamu. "Maaf Ibu apakah Ada yang ingin Ibu sampaikan kepada saya? Apakah ini tentang pekerjaan di resto?"tanya Aidil hati-hati. ''Padahal kalau seumpama tentang pekerjaan, Ibu tak perlu repot-repot datang ke sini! Ibu memiliki nomor ponsel saya bukan?"kata Aidil sedikit sungkan karena seorang bos sekelas Andara mau menyambangi dirinya di rumah kontrakan yang kecil ini. "Bukan apa-apa mas, ini juga bukan karena pekerjaan di resto, saya datang ke sini karena tadi mendapat laporan bahwa kamu tidak mengambil jatah lemburan karena sedang tidak enak badan!"Andara menjeda kalimatnya dan mencoba menyusun kalimat yang lain untuk memberikan alasan yang masuk akal. "Kebetulan tadi saya lewat di sini dan mengingat bahwa Mas Aidil juga tinggal di sini, Saya ingin melihat keadaan Mas Aidil, Bagaimana? Apakah sudah sembuh?"penjelasan yang disertai dengan pertanyaan oleh Andara membuat mata Aidil menyipit. "Memangnya Ibu tadi hendak ke mana? kebetulan sekali ya?"tanya Aidil meragukan apa yang disampaikan oleh bosnya tersebut. Andara pun hanya bisa terdiam dan tak mampu menjawab lagi perkataan dari laki-laki yang berhasil membuat hatinya dag dig dug der itu. Setelahnya Andara mendengar perangan dari laki-laki yang ada di hadapannya, Aidil memegangi kepalanya seolah Dia merasakan sakit yang luar biasa. Andara yang panik pun langsung berdiri dan menghampiri laki-laki tersebut, reflek dia memijat pelan kepala Aidil, dan hal itu berhasil membuat Aidil nyaman dan sedikit mengurangi rasa nyeri di kepalanya. "Apakah kamu sudah minum obat Mas?"pertanyaan dara di sela-sela kegiatannya memijit kepala Aidil. Aidil menggelengkan kepalanya karena memang dia belum meminum obat sesuai rasa sakit yang dideritanya. "Apakah masih terasa sakit?"tanya Andara kemudian. menyadari bahwa bosnya yang telah memijit kepalanya tadi, Aidil pun merasa sungkan lalu meminta kepada Andara Untuk menghentikan kegiatan memijitnya, reflek tangan Aidil menyentuh tangan Andara, seketika itu juga kegiatan memijat kepala Aidil itu berhenti, dan menghadirkan suasana yang tak menentu di hati seorang Andara. Baru kali ini tangannya disentuh oleh seorang laki-laki, dan laki-laki itu adalah pujaan hatinya meskipun ia memujanya dalam diam. "Maafkan saya kalau tadi saya lancang!"Andara berkata saat dia sudah bisa menguasai diri. "Saya berterima kasih Bu! karena pijatan ibu, sakit kepala yang saya rasakan sedikit reda! seharusnya saya yang meminta maaf karena saya ibu malah kerepotan seperti ini!"kata Aidil. Andara pun tersenyum kemudian berkata. "Tidak perlu merasa sungkan seperti itu mas, tidak apa-apa! Saya minta maaf karena sudah berani memegang kepala sampeyan, Maaf kalau saya kurang ajar!"kata Andara kemudian. "Sebentar, sepertinya saya menyimpan obat sakit kepala yang biasa saya konsumsi Jika sakit kepala tiba-tiba menyerang!"kata Andara kemudian membuka tas miliknya dan mengeluarkan satu papan obat yang baru saja dibelinya tadi di apotik. "Minumlah mas, setelah istirahat lah, Saya permisi dulu karena waktu sudah semakin malam!"Tapi saat andara hendak melangkahkan kakinya untuk pergi dari rumah kontrakan tersebut, justru dari dalam rumah terdengar suara anak yang menangis sangat kencang. Andara pun mengurungkan niatnya untuk pergi dan memilih untuk duduk kembali sementara Aidil langsung tergesa-gesa masuk ke dalam rumahnya dan menghampiri anak tersebut. Andara dapat menduga jika anak tersebut adalah anaknya Raina dan juga Aidil. "Itu pasti Surya,,,! aku akan tetap di sini sampai anak itu diam dan Aidil dapat mengatasi persoalannya. Tapi setelah 15 menit berlalu, justru tangisan itu semakin keras dan seolah Aidil tak bisa mendiamkannya. Andara memberanikan diri untuk masuk dan melihat keadaan anak kecil tersebut, di gendongan sang ayah anak itu tetap menangis mencari ibunya. "Boleh saya coba untuk menenangkannya Mas? Siapa tahu dia nanti bisa nyaman di gendongan saya!"bandara yang berkata tiba-tiba pun membuat Aidil terjingkat kaget, kemudian menyerahkan anak tersebut kepada Andara. Aneh bin ajaib anak tersebut langsung diam dalam dekapan Andara, Tapi saat Andara hendak meletakkannya di tempat tidur, anak itu pun kembali menangis seolah menolak untuk diletakkan di sana. "Anaknya nggak mau ditaruh Mas, saya izin bawa ke depan saja? takutnya terjadi fitnah, ini sudah malam soalnya!"tanpa menunggu jawaban dari Aidil, Andara pun keluar dengan menggendong Surya. Andara kemudian duduk di kursi tempat dirinya duduk tadi dengan sambil memangku Surya. Anak itu terlihat nyaman dalam pangkuan Andara, padahal ini adalah pertemuan pertama mereka, tapi seolah mereka sudah kenal cukup lama, saat saat Aidil hendak menggantikan untuk memangku Surya, Surya pun menolaknya dengan jeritan tangis yang histeris. "Sudah Mas, tidak apa-apa! biar aku pangku saja sampai dia tenang! oh ya Mas, minum dulu obatnya tadi! supaya sakit kepalanya cepat hilang!"kata Andara mengingatkan. "Jangan khawatir Mas, obat itu tidak menyebabkan kantuk karena aku biasa mengkonsumsinya sambil berkendaraan!"jelas Andara yang membuat Aidil langsung meminum obatnya tanpa ragu. Sampai pukul 11.00 malam pun Raina belum juga pulang dan hal itu cukup membuat Aidil jengkel sekaligus merasa tak enak dengan bosnya yang kini tengah memangku anak semata wayangnya. "Maaf Bu biar saya gantikan saja! takutnya Ibu nanti kecapekan, lagian ini sudah malam bu! Ibu bisa pulang untuk beristirahat!"secara halus Aidil mengusir wanita yang berstatus sebagai bosnya tersebut. Aidil sama sekali tidak pernah berpikir jika Andara akan menyukainya dan mengaguminya, rasa cintanya yang cukup dalam kepada Raina cukup mampu untuk membuat Aidil terfokus kepada satu orang saja tanpa memperhatikan perhatian dari orang lain lagi. Entah apa yang terjadi jika suatu saat Aidil akan menemui kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh sang istri, Semoga di saat hal itu terjadi, Aidil masih bisa menguasai diri dan berpikiran jernih. Tepat di pukul 12.00 malam, akhirnya Andara memutuskan untuk pulang, selain karena Surya Sudah terlelap dan sangat nyenyak tidurnya, Andara juga merasa tidak nyaman karena sedari tadi anak-anak muda mondar-mandir di depan rumah Aidil seolah mencurigai dirinya. Rupanya keinginan Andara untuk pamit pulang, sudah keduluan dengan pulangnya Raina. Raina pulang dalam keadaan sedikit limbung dan diantarkan oleh mobil yang diketahui Andara sebagai milik Rangga kekasih gelap Raina. Andara menduga jika istri dari lelaki pujaannya itu sedang mabuk, bahkan sekilas Andara bisa melihat tanda merah di bawah telinga Reina yang rambutnya dicepol cukup tinggi. Mata Raina membola saat dirinya mengetahui bahwa atasan dari suaminya itu berada di rumahnya. Dirinya yang sedang mabuk itu pun meracau tak jelas, dan menunjuk-nunjuk wajah Andara dengan umpatan-umpatan yang bisa didengar oleh Aidil. "Dasar wanita tak tahu diri, wanita sampah, wanita yang berani mencintai suami orang lain! pelakor...!"sumpah serapah itu ditujukan kepada Andara yang membuat Aidil memicing karenanya. Selain merasa tidak enak, Aidil pun penasaran dengan apa yang diucapkan oleh istrinya, Aidil memilih diam dan menyimak Apa yang diucapkan oleh wanita yang dicintainya tersebut. "Tak bisakah kamu menunggu sebentar saja sampai kalian sah? aku akan membantumu untuk menjadi istri dari suamiku! kenapa kamu malah memurahkan dirimu sendiri untuk datang ke sini? Apakah kamu sudah terlalu gatal karena usiamu yang sudah tua itu? Apakah kamu sudah tidak sabar untuk menjadi istri dari suamiku?"meskipun dalam keadaan mabuk, tapi saat melihat idol ada di sana, reflek Raina menutup mulutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD