Chapter 5

1139 Words
Pov Dewi Hari ini hari libur, Lingga tadi pagi sudah pergi entah kemana ketika selesai sarapan dengan membeli makanan jadi diluar. Aku belum bisa memasak nyatanya aku ini memang anak manja tidak tau masak memasak kecuali rebus mi instan. Tapi hari ini aku kembali kerumahku, oh ralat, rumah kedua orang tuaku karena memang aku sudah diusir dari sana sejak menikah dengan Lingga. Aku datang untuk meminta bantuan mama agar mau mengajariku memasak dan mamaku setuju. "Lingga gak jahatin kamu kan, Dew?" tanya Mama sambil mengeluarkan bahan dari kulkas sekalian masak buat nanti siang. Lingga memang gak jahat tapi cowok itu suka usil lebih parah kalau pas di sekolah. "Enggak kok mah." jawabku. Dibalik sifat jahil Lingga, ternyata cowok itu memiliki kepribadian taat agama, aku juga baru tau saat hari pertama tinggal dirumah cowok itu dia membangunkanku untuk sholat subuh. "Bagus kalau begitu mama takutnya Lingga berbuat gak baik sama kamu." "Tapi mah, mama kan tau sendiri aku dan Lingga masih sma kita baru kelas dua tapi kenapa sudah di bolehin tinggal bareng?" tanyaku. "Mama udah gak sayang lagi sama Dewi makannya mama usir Dewi buat tinggal dirumahnya Lingga." Mama menoleh terlihat menghembuskan nafas lalu berjalan kearahku memeluk dengan penuh cinta. "Mama gak ada niat sama sekali buat usir kamu sayang, tapi coba kamu bayangin, sekarang kamu udah jadi istrinya Lingga, terus orang tua Lingga juga jarang dirumah kasihan Lingga kalau dirumah sendirian siapa yang bakal rawat dia." "Kan Lingga udah besar, dia bisa jaga diri tanpa bantuan Dewi kok, dan satu lagi mah, kalau aku udah tinggal satu rumah sama Lingga bukannya malah bikin tetangga curiga?" Tanyaku. "Mereka taunya kamu dan Lingga emang berteman sejak kecil kan jadi tidak usah peduli kata tetangga." Aku menghembuskan nafas berat sambil membantu memotong kangkung. Aku belum siap buat tinggal dirumahnya Lingga, aku juga masih sering berantem sama cowok itu, memang kita kenal dari kecil, kedua orang tua kami juga teman baik tapi tidak mempungkiri bahwa tidak ada hari tanpa Lingga menjahiliku. "Oh ya Dewi." ucap Mama. Aku menoleh dan Mama kembali bicara. "Kamu masih pengen sekolah kan?" Aku mengangguk. "Mama masih akan membiayai sekolah kamu sampai kamu lulus dan setelah lulus nanti mahar yang pernah Lingga berikan kemarin akan mama kasih semua buat kamu tapi untuk sementara mama yang pegang karena kamu masih sekolah." "tapi dengan satu syarat." ucap mama lagi. Aku sempat kaget dengan ucapan yang tiba-tiba ini. "Syarat?" tanyaku membeo. Mama mengangguk, "Mama tau kalian sudah menikah, kalian sudah sah di dalam agama tapi jika kamu masih pengen sekolah kamu dan Lingga harus tahan diri dulu." katanya. Tahan diri? Maksudnya biar gak berantem tiap hari?. Mana bisa kayak gitu, kalaupun aku nahan diri buat gak berantem sama Lingga, tapi cowok itu pasti mulai gara-gara duluan. "Gak bisa mah." jawabku sambil memotong kangkung yang belum selesai. Mama terlihat syok dan memegang lenganku menariknya sampai membuatku menatap wajah mama. "Jangan bilang sama mama kamu sama Lingga udah melakukan itu?" "Kalau maksud mama berantem, hampir tiap hari aku sama Lingga berantem." jawabku. "Dewi, kamu masih sekolah, meskipun kamu udah nikah dan tinggal satu atap dengan Lingga, nanti kalau kamu hamil kamu pasti akan dikeluarkan dari sekolah. Jadi kamu sama Lingga beneran udah pernah tidur bareng? Apa kalian benar-benar saling mencintai?" What! Sebenarnya maksud mama ini apa sih, hamil? Siapa yang hamil? Aku?. "Mama, dengar Dewi. Dewi masih perawan, aku dan Lingga belum ngelakuin hubungan suami istri kalau emang itu yang mama takutkan." jawabku. Jujur aku kaget dengan ucapan mama tadi, mana mungkin aku dan Lingga tidur bareng sebagai pasangan jangankan tidur bareng lihat wajahnya yang tukang usil saja membuatku kesal. Mama terlihat lega. "Syukurlah mama kira kamu sama Lingga udah tidur bareng," mama mengusap kepalaku sambil tersenyum. "Kalau bukan permintaan om Hendri mama belum akan rela kamu menikah di usia muda begini apalagi masih sekolah. Tapi mama yakin kamu dan Lingga bisa tahan diri sampai kalian lulus, karena jangan sampai kamu hamil sebelum lulus sma. Mama takut karena usiamu yang masih muda lalu mengandung pasti akan rawan bahaya." Belum pernah terbayangkan sebelumnya jika aku mengandung anak Lingga, astaga kenapa perutku terasa geli membayangkan aku dan Lingga melakukan proses pencetakan bayi?. Mamaku tercinta, kamu sudah m*****i pikiran anak gadismu yang masih lugu ini, rasanya pengen menangis tapi sumber air mataku terlalu jauh. "Mama percaya Dewi kan?" tanyaku. "Mama percaya kok, Yaudah ayo lanjut masak nanti kamu panggil Lingga buat makan siang disini." ucap mama. Aku tersenyum sambil membantu, sesekali bertanya mengenai bumbu masakan yang mama buat agar saat dirumah aku bisa membuatkannya untuk Lingga. Hari sudah siang aku menelfon Lingga. "Dimana?" tanyaku. "Kenapa nyariin, kangen?" "Idih pede banget. Kamu kerumah mama buruan, mama aku ya. Buruan gak pake lama," kataku tanpa sopan santun pada suamiku itu. Ih geli banget memanggil Lingga dengan panggilan suami, biasanya juga kodok sawah. Masakan buatanku dan mama sudah tersedia di meja makan, karena papaku kerja dia tidak akan pulang kerumah untuk makan siang meskipun hari ini adalah tanggal merah papa tetep kerja proyek bangunan yang saat ini masih dia garap. Tak lama terdengar suara deru motor di depan pasti Lingga, kok tuh anak datangnya cepat banget, terbang kali ya?. "Assalamualaikum." ucapnya berjalan masuk. "Waalaikum salam." jawabku dan mama barengan. Lingga menyalami mama terlihat sangat ramah juga seperti anak baik-baik tapi kenapa aku tidak diperlakukan baik saat di sekolah?. "Ayo makan siang bareng tadi Dewi yang masak katanya dia pengen masakin makanan buat kamu supaya jadi istri yang baik " Eh tunggu dulu, sejak kapan aku bicara kayak gitu sama mama?, kini Lingga menoleh kearahku aku tersenyum kaku melihat Lingga berjalan mendekat dan duduk di salah satu kursi meja makan. Aku memberikan piring untuk Lingga agar terlihat seperti istri yang baik padahal aku juga sudah lapar dan aku ingin makan, tanpa aku membantu ambilin lauk satu persatu untuk cowok itu dia bisa ambil sendiri kan, Lingga punya dua tangan lalu kalau tidak di pakai buat apa dong. "Ini Dewi semua yang masak mah?" "Mama bantu sedikit, bagaimana rasanya enak kan, ini buatan istri kamu loh." jawab mama. Sebentar-sebentar, tadi kalau tidak salah mama bilang belum rela aku nikah muda 'kan? Tapi kalau aku lihat kayaknya mama bangga banget sama Lingga mereka kayak udah akrab banget, aku menjadi anak tiri disini. Lagian tadi yang masak mama, aku cuman bantu dikit tapi kenapa mama memutar balikan fakta sih ya ampun, padahal masakanku cuman tumis kangkung doang itupun enak enggaknya aku gak tau. Lingga menoleh kearahku memberikan senyumannya. "Kalau buatannya Dewi pasti enak kok mah." "Ini baru menantuku, udah ganteng baik sama istri pula, ayo ini tambah lagi jangan malu-malu." ucap mama. Aku tidak paham kenapa mama dan Lingga pintar berekting, kemarin aku masak buat Lingga tapi jangankan mencicipi masakanku Lingga malah berkata aku akan meracuninya. Kalau begitu kemarin kenapa tidak aku taburin sianida aja ya, ah sudahlah aku tidak mau jadi janda di usia muda. _____ Bersambung... Jangan lupa tinggalkan komentar ya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD