Enam

1144 Words
Ketika aku menanyakan hal itu, Eddy masih belum mau buka mulut, dan aku mendapat kesan sudah bertahun-tahun ini kalau Smith yang menguasai pembicaraan. "Aku mendapat tunjangan Jaminan Sosial d*********s," katanya. "Usiaku baru lima puluh delapan tahun, tapi jantungku tidak sehat. Dan Eddy mendapat pensiun, kecil." Sementara Eddy hanya memandangku. la memakai kaca mata tebal dengan gagang plastik yang nyaris tak sampai ke telinga. Pipinya merah dan gemuk. Rambutnya acak-acakan dan kelabu, dengan nuansa warna kecokelatan. Aku ragu kalau rambutnya itu sudah satu minggu berlalu tidak dicuci. Dan kemejanya yang dipenuhi kombinasi hitam-merah bahkan lebih parah lagi. "Berapa usia Mr. Jack?" aku bertanya pada Smith, aku masih merasa tidak yakin apabila aku bertanya ke Mr. Black dia bisa menjawabnya atau tidak. "Please, dia Eddy, oke? Smith dan Eddy. Dan tidak perlu pakai mister segala, oke” Raut wajahnya terlihat sedikit kesal. “Usianya enam puluh dua tahun. Bisa aku katakan sesuatu?” Aku mengangguk cepat. Sambil sekilas aku melirik Eddy yang sedang mencuri pandang ke arah Bolie yang ada di seberang meja. "Dia tidak sehat,” ia berbisik dengan anggukan sepintas ke arah Eddy. Aku memandangnya. Dan ia membalas pandangan kami. "Cedera perang,” katanya. "Saat itu terjadi di KoreaApa kau tahu sebuah detektor yang baisanya ada di bandara?” Aku kembali membalas dengan anggukan kepala. "Nah, dia dapat berjalan t*******g melewatinya, dan kemudian benda itu akan berbunyi.” Kemeja Eddy terentang sampai nyaris robek, sehelai benang yang mencengkeram kancing-kancingnya nyaris putus dalam usaha mati-matian untuk menutupi perutnya yang buncit. Setidaknya ia memiliki tiga dagu. Aku membayangkan kata-kata itu. Ketika sosok Eddy sedang berjalan t*******g bulat di Bandara Interrnasional Southaven dengan bunyi alarm yang berisik dan petugas keamanan di sekitar bandara panik kepayang. "Dan kepalanya dipasangi pelat,” tambahnya sebagai kata penutup. "Oh... Benar-benar mengerikan,” bisikku. Kemudian aku menulis bahwa Mr. Eddy Jack memakai pelat di kepalanya. Seketika itu Mr. Jack menoleh ke kiri dan menatap tajam ke klien Bolie yang tengah duduk satu meter dari sana. Segera Smith maju. "Ada lagi,” katanya. Aku membungkuk sedikit ke depan untuk mendengarkan. "Ya?” "Dia punya masalah dengan alkohol.” "Benarkah?” "Iya, tapi itu bermula usai dia mendapat cederanya,” tambahnya membela. Begitulah, perempuan yang baru aku temui lima menit lalu yang sudah mereduksi suaminya jadi seorang alkohol Sambil menarik dompet dari saku, ia bertanya, “Apa kau tidak keberatan kalau aku merokok?” Aku lantas melihat-lihat ke sekililing, berharap ada tanda ‘No Smoking’ di sekitar ruangan ini. “Apa boleh di sini?” kataku di saat tidak menemukan tanda itu satu pun. "Oh, tentu saja." Ia menancapkan sebatang rokok di antara bibirnya yang retak-retak dan menyalakannya, lalu mencabutnya dan mengembuskan awan asap langsung ke muka Eddy yang tak bergeser seinci pun. "Apa yang bisa saya kerjakan untuk kalian?" aku bertanya sambil menatap bundel surat yang diikat erat dengan karet gelang itu. Surat wasiat Miss Streep aku selipkan ke bawah buku tulis. Klien pertamaku yang multijutawan, dan klienku berikutnya pensiunan. Karierku yang masih muda menghunjam kembali ke bumi. "Kami tidak punya banyak uang," katanya pelan, selah-olah tidak punya uang adalah rahasia besar di mana mereka malu mengungkapkannya. Aku tersenyum penuh pengertian. Aku tidak peduli berapa uang yang mereka miliki, tapi mereka jauh lebih kaya dariku, dan aku tidak yakin mereka akan diperkarakan ke pengadilan. "Sedang kami sekarang benar-benar butuh jasa pengacara," katanya sambil menjumput surat-surat tersebut dan membuka ikatan karetnya. “Kau bisa menceritakan seperti apa masalahnya?” "Ya, kami ditipu besar-besaran oleh perusahaan asuransi.” "Macam apa polisnya?" aku bertanya. Ia menyerahkan dokumen-dokumen itu ke arahku, kemudian menyeka tangan, seolah-olah ia sudah membuangnya dan beban itu sekarang sudah dipercayakan pada seorang pembuat keajaiban. Sehelai polis kotor, kusut, dan usang terletak di tumpukan atas. Smith mengembuskan kabut asap lagi dan sejenak aku hampir tak bisa melihat Eddy. "Ini adalah polis asuransi kesehatan," katanya. "Kami membelinya lima tahun yang lalu, State Farm Insurance, ketika anak-anak kami berusia tujuh belas tahun.” “State Farm Insurance?” "Ya, betul.” “Aku tidak pernah mendengar perusahaan asuransi itu sebelumnya," kataku mantap sambil aku membaca cepat halaman pernyataan polis itu, seolah-olah aku sudah menangani banyak gugatan seperti ini dan secara pribadi kenal dengan setiap perusahaan asuransi. Juga ada dua tanggungan yang tercantum di sana, Ronnie Kray Jack dan Reggie Kray Jack. Dan keduanya punya tanggal lahir yang sama. Smith tertegun sejenak. Perlahan memasang raut wajah kesal, seperti ingin mengumpat. "Ah, maafkan kata-kataku, tapi aku harus mengatakan bahwa mereka adalah segerombolan orang biadab.” "Ya seperti itulah kebanyakan orang dari perusahaan asuransi." Aku berusaha berempati dengan menanggapinya secara sungguh-sungguh. Dan Smith tersenyum mendengarnya. Aku sedikit lega, aku berhasil memenangkan kepercayaannya. "Artinya kalian sudah membeli polis ini sejak lima tahun yang lalu?” "Ya, kurang lebih seperti itu. Dan aku tidak pernah lupa membayar premi, dan tidak menggunakan apa pun hingga Ronnie sakit." Asal kau tahu, aku adalah seorang mahasiswa, tanpa asuransi. Tidak ada yang namanya polis asuransi atau apa pun yang bisa menanggung hidupku, kesehatanku, atau mobilku. Bahkan aku tidak mampu mengganti roda belakang kiri Toyota kecilku yang b****k dengan sebuah ban baru murahan. “Em... Dan anda bilang kalau dia segera meninggal?” Ia mengangguk. "Mengidap leukemia akut. Divonis sejak delapan bulan yang lalu. Dan para dokter memberikannya waktu satu tahun, tapi dia tidak akan bertahan, sebab dia sudah dipastikan tidak bisa menjalani transplantasi sumsum. Dan untuk saat ini mungkin sudah terlambat.” ”Transplantasi sumsum?” kataku kebingungan. Dia mengangkat wajahnya dan menatapku tajam. “Apa kau tidak tahu apa-apa tentang leukemia?" “Ah, sayangnya, tidak." Ia membunyikan gigi dan memutar mata, seolah-olah dengan menganggap aku tidak tahu tentang leukemia, artinya aku bodoh. Kemudian ia menyisipkan rokok dan menyedotnya dalam-dalam. Ketika asap itu sudah membuat mulutnya terasa panas, lantas diembuskannya asap itu keluar, ia berkata, “Anakku kembar identik kau tahu? Jadi Reg, kami memanggilnya Reg sebab dia tidak suka Reggie Kray, dan ia adalah donor yang sempurna untuk transplantasi sumsum Ronnie Kray. Begitulah kata dokter. Masalahnya, transplantasis itu butuh biaya sekitar 150.000 dolar. Dan kami tidak memiliki uang sebanyak itu, kau tahu? Dan soal masalah ini, semestinya perusahaan asuransi yang membayar, karena itu ditanggung dalam polis ini. Dan para b*****h itu dengan teganya bilang tidak. Jadi, Ronnie akan mati karena mereka." Asal kau tahu, obrolan ini membuatku terkesan karena ia punya cara mencengangkan dalam menjelaskan sampai ke inti masalah. Selama kami mengobrol, kami tidak menghiraukan Eddy, tapi ia tetap mendengarkan. Perlahan-lahan ia melepaskan kacamatanya yang tebal dan menyeka mata dengan punggung tangan kirinya yang berbulu. Hebat. Eddy ternyata bisa menangis. Neely merengek-rengek di ujung lain. Dan klien Bolie terpukul lagi oleh perasaan bersalah atau sesal atau kesedihan atau entah apa pun itu, tapi terdengar jelas kalau ia sedang tersedu-sedu di balik tangannya. Sementara Stephan berdiri di samping jendela sambil mengawasi kami, tak disangsikan kalau ia sedang bertanya-tanya dalam hati, nasihat macam apa yang kami berikan hingga menimbulkan kesedihan seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD