Kebohongan

789 Words
            Langit yang berada di kantin sambil menikmati segelas Es Teh Manis samar-samar mendengar percakapan antara beberapa perempuan yang duduk tak jauh dari posisinya. Langit mencoba lebih fokus untuk mendengarkan karena ada nama Gadis yang disebut-sebut.             “Apa kamu membaca mading waktu itu? Siapa yang berani mengorek soal Gadis menyeramkan itu? Dia cari mati!”             “Hahaha, tapi aku baru tau jika Gadis mempunyai dua Ibu. Bagaimana rasanya? Gila, mungkin ayahnya hypersex”             “Sepertinya aku tau siapa yang memasang berita soal Gadis, aku melihatnya sepulang eskul paskibra”             Langit semakin dibuat penasaran, saat ini ia ingin sekali membalikan tubuhnya untuk bertanya langsung siapa yang berani memasang berita soal Gadis. Namun s**l, kata-kata mereka tak bisa di dengar Langit karena suara bel berdering begitu kencang dan para penggosip itu berlari cepat setelah mendengar bel masuk.             “s**l! Aku harus mencari tau semuanya, dia itu kelas berapa ya?” gumam Langit bangkit dari posisinya untuk mengejar mereka. ***             Gadis menatap Langit yang masih terdiam, semenjak pulang sekolah ia sama sekali tidak mengeluarkan sepatah katapun. Ini lain dari pada biasanya, membuat Gadis heran.             “Apa kamu sakit gigi?” tanya Gadis, namun Langit sama sekali tidak bergeming. “Langit! Apa yang kamu pikirkan?” teriak Gadis menepuk pundak Langit kencang.             “Astaga!” pekik Langit hingga tubuhnya condong ke depan, “Ah ... sampai aku mati, kamu orang yang paling kehilanganku!” Langit mengacak-ngacak rambut Gadis. “Aku sedang memikirkan siapa pelakunya”             Gadis mengerutkan kening, “Pelaku? Maksudmu si penyebar berita? Sudahlah, mereka semua sudah membicarakanku tak kenal waktu, mereka bilang jika aku ini galak karena ada campuran gen dua ibu, atau berceletuk mengenai ayahku yang hypersex. Ah ... aku sudah tidak peduli”             “Tapi aku peduli!” teriak Langit. Mulut Gadis menganga saat ini, ia melihat sorot mata Langit yang begitu berapi-api. “Di mana Bela?” tanyanya tiba-tiba.             Kini Gadis benar-benar dibuat heran akan sikap Langit, “Kenapa tiba-tiba bertanya soal Bela? Ah, apa mungkin kamu menyukainya? s**l, ternyata kalian menghianatiku” gerutu Gadis membuang mukanya.             “Diamlah, jangan banyak bicara!” potong Langit menarik tangan Gadis agar segera mengikutinya. “Aku dan Bela hanya teman, kamu tidak perlu cemburu seperti itu” ucapnya penuh percaya diri.             Wajah Gadis memerah mendengar ucapan Langit, “s**l, siapa yang cemburu hah? Haruskah aku cemburu padamu?” jawab Gadis tak mau kalah. “Lagipula, Bela sudah pulang lebih awal. Akhir-akhir ini dia berbeda padaku, tapi syukurlah dia tak pernah membahas masalah berita di mading itu” cerita Gadis.             Langit menghentikan langkah kakinya, ‘Apa benar apa kata anak kelas IPS 2 barusan, jika Bela mengetahui siapa yang memasangnya di mading?’ batin Langit.             Gadis melepaskan lengan Langit, “Ada apa denganmu? Membingungkan” gerutu Gadis berjalan terlebih dahulu, “Ayolah, sepertinya akan turun hujan. Kamu janji akan mengantarku membeli kado untuk mama”             “Lelaki sejati tidak akan melanggar janji” ucap Langit berjalan cepat sambil kembali meraih lengan Gadis menuju parkiran motor. ***             Gadis dan Langit kini tengah berada di sebuah Mall, mereka berdua sibuk memilih kado untuk ulang tahun mama Gadis. Gadis fokus pada tas tangan berwarna merah, ia melihat harganya dan seketika bulu kuduknya dibuat berdiri saat melihat harganya.             “Harganya gak pake basa-basi ini sih” bisik Gadis memperlihatkan price tag yang digantung di tas.             Mata Langit ikut membesar, “Apa tas ini akan dipakai di kepala hingga harganya semahal itu?” balas Langit. “Simpan lagi, kamu harus menjual jempolmu jika ingin membeli ini” tambahnya, menarik Gadis agar segera meninggalkan toko berharga Astagfirulloh.             Gadis mengacak-ngacak rambutnya frustasi, ia mulai lelah. Bagaimana tidak? Sudah hampir tiga jam ia mengelilingi Mall namun belum menemukan kado untuk sang mama. “Bagaimana ini? Kenapa semuanya mahal sekali” keluh Gadis.             “Kamu tak perlu memberikan yang terlalu mahal, mamamu bukan orang yang suka barang bermerk kan?” Gadis mengangguk. “Dia pasti sudah sangat bahagia dengan apapun yang kamu berikan, jangan terlalu dibuat pusing. Apa kamu tidak tau? Ini lebih lelah daripada mencari berita untuk eskul jurnalisku” keluh Langit menundukan sedikit tubuhnya sambil memijat pelan kedua lututnya.             Gadis menatap sekelilingnya, ia mulai mencari toko mana yang belum ia singgahi demi mengakhiri perjuangan yang sangat panjang ini. Namun matanya terhenti, ia melihat sosok Bela yang tengah bergelayutan manja pada seorang pria dan wanita.             “Langit, apa itu Bela?” tanya Gadis.             Langit segera melihatnya, “Wah iya itu Bela, dia sedang bersama keluarnya. Astaga, manja sekali anak itu” ucapnya sambil mengeleng-gelengkan kepala. “Ayolah kita cari lagi, jangan ganggu kebersamaan mereka” ajak Langit, namun pandangan Gadis sama sekali belum berpaling dari sosok Bela.             Mata Gadis mulai berkaca-kaca tatkla melihat Bela yang dielus lembut oleh sang ayah, wajahnya begitu teduh. Senyumpun selalu terlihat dari bibir ayahnya, tunggu? Apa ini yang Bela sebut sosok galak yang selalu memarahinya?             “Langit, menurutmu bagaimana ayah Bela?” tanya Gadis tiba-tiba.             “Bela adalah anak kesayangan, apa kamu tau jika Bela akan diberikan apapun karena menjadi perwakilan sekolah untuk lomba nanti? Yah, aku begitu iri dengan perlakuan ayah Bela. Tunggu, kenapa kamu bertanya soal itu?”             Gadis mengepalkan kedua tangannya, “Ayo kita pergi!” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD