Sudah dua bulan ini dunia diguncang sebuah wabah penyakit aneh yang sebelumnya tak pernah ada di muka bumi ini. Para ahli menyebutnya dengan penyakit Kapido. Dimana penyakit ini disebabkan oleh virus mematikan yang menyerang saluran pernafasan. Penularannya sangat cepat. Hanya satu hari saat kontak dengan penderita maka orang-orang akan segera tertular.
Kini penyakit itu sudah mewabah ke seluruh pelosok tanah air. Rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan dipenuhi oleh pasien yang semakin hari jumlahnya bertambah banyak. Tak ada satu pun obat yang bisa menyembuhkannya.
Pemerintah berupaya untuk segera menyelesaikan masalah tersebut dengan membangun rumah sakit baru serta mengalih fungsikan beberapa gedung untuk menangani masalah ini guna menekan angka penyebaran dan kematian yang terus meningkat setiap harinya.
Penyakit ini merupakan momok yang sangat menakutkan bagi seluruh warga dunia.
"Selamat siang pemirsa, kami beritahukan bahwa sampai hari ini di Indoland sudah ada dua juta orang yang terjangkit wabah virus Kapido dan kemungkinan akan terus meningkat."
Berita-berita di televisi selalu diisi dengan berita tersebut. Kemana-mana orang diwajibkan memakai masker dan sanitizer. Program gaya hidup sehat dan jaga jarak selalu digembor-gemborkan.
Dunia benar-benar tengah dilanda krisis yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia. Perekonomian pun mengalami sedikit kelumpuhan. Banyak sektor yang menunjukkan penurunan pendapatan, para karyawan banyak yang kehilangan pekerjaan. Pun dengan para pedagang kecil banyak yang menjerit saking sulitnya mencari uang. Banyak kaum miskin yang hidup semakin melarat. Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dengan memberikan bantuan sosial bagi mereka yang terdampak, sayangnya itu tak cukup.
***
Seorang pria tampan bertubuh tinggi bernama Profesor Jeremie Chikitoz atau yang dikenal dengan sebutan Profesor Chiko kini berada di sebuah kamar hotel bintang lima. Menjadi orang yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah karena kemampuannya sebagai seorang profesor di dunia kesehatan dengan mudahnya ia mendapatkan berbagai fasilitas terbaik seperti saat ini.
Pemuda yang dulunya hidup miskin kini berubah menjadi orang kaya, namun kekayaannya tidak ia gunakan untuk membeli barang-barang mewah dn keperluan pribadi yang tak penting, melainkan ia sumbangkan kepada lembaga-lembaga penelitian dan juga untuk membangun laboratorium. Ia banyak bekerja sama dengan para ilmuwan muda untuk melakukan penelitian penting yang berguna bagi kepentingan masyarakat umum.
Pria berambut agak gondrong itu duduk di depan cermin memikirkan nasib kehidupan bangsa yang kian carut marut. Sebagai seorang ilmuwan ia memiliki kewajiban untuk segera menemukan solusi obat dalam memerangi wabah ini. Jika dibiarkan entah bagaimana nasib umat manusia. Setiap hari korban terus berjatuhan. Bukan hal yang mustahil jika populasi manusia di muka bumi ini lama kelamaan akan banyak berkurang.
Ia menghela nafas panjangnya seraya menggaruk bagian punggungnya.
Bukan hanya masalah global yang tengah menjadi perhatian dirinya, masalah kesehatan pribadinya pun ternyata menjadi sesuatu yang patut untuk diperhitungkan. Ia benar-benar tersiksa dengan kondisi yang dialami saat ini. Tak ada seorang pun yang tahu, bahkan orang -orang terdekatnya tak tahu tentang kondisi kesehatannya saat ini.
Sudah sejak seminggu ini, badannya terasa panas, betapa gatal kulit tubuhnya ditambah lagi tato ular kobra di kedua lengan dan betisnya semakin terlihat jelas. Ia belum sempat memeriksakan diri lagi ke dokter kulit setelah sekian lama. Berbagai salep dan ramuan yang dibuatnya tak juga bisa menyembuhkannya, malah semakin menjadi.
Ini kejadian yang sangat aneh, dirinya tak pernah menato tubuhnya namun sejak usia dua puluh lima tahun ia mengalami hal aneh di bagian kedua lengan, betis dan punggungnya muncul tato berbentuk ular kobra. Bermula dari rasa gatal lalu timbul sedikit bayangan yang semakin lama makin meluas dan menghitam. Kondisi ini sangat menyiksanya. Profesor Chiko pun harus selalu memakai baju dan celana panjang kemana pun pergi untuk menutupi tatonya. Ia benar-benar merahasiakan keanehan yang terjadi pada dirinya. Ia tak akan membiarkan orang lain mengetahuinya kecuali dokter yang menanganinya. Ia tak ingin orang-orang salah paham dengan tato di tubuhnya. Ada kesan negatif di kalangan masyarakat luas tentang tato yang melekat di tubuh seseorang.
Ia seorang profesor yang biasa menangani berbagai masalah berat di dunia medis dengan menciptakan berbagai vaksin dan obat-obatan, namun untuk masalah pribadinya ini ia belum dapat memecahkannya. Ini terlalu misterius dan tak logis. Entah kepada siapa ia harus meminta pertolongan yang jelas ia harus menemukan solusi untuk mengatasi masalah pribadinya itu. Kondisinya saat ini bisa menghambat pekerjaannya. Ia hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar semuanya baik-baik saja dan segala keanehan yang menimpanya segera hilang.
Masalah lain yang dihadapinya adalah tentang jodoh. Di usianya yang ke tiga puluh tujuh ia belum memiliki pasangan hidup, entah ada apa dengannya. Semua wanita tak ada yang tertarik padanya. Padahal kurang tampan bagaimana dirinya. Ia juga cukup memiliki banyak uang. Berwajah latin dengan tubuh kekar, kulit bersih, d**a bidang dengan perut six pack, serta wajah tampan yang ditumbuhi bulu-bulu halus seharusnya menjadi modal yang cukup untuk menggaet para gadis cantik. Sayangnya, semua itu tak pernah terjadi kepadanya.
Ia seperti terkena kutukan. Bisik- bisik yang terdengar banyak yang menyebut dirinya itu bau amis, menyeramkan dan memiliki aura negatif yang membuat wanita cantik merasa ketakutan saat berada di dekatnya. Siapa pun yang berdekatan dengannya terutama kaum hawa selalu ketakutan dan seketika menjauh. Mereka tak berani untuk menatapnya. Ia seperti seorang monster bagi mereka.
Saat tengah merenung, memikirkan nasib malang yang menimpa dirinya terkait tato misterius di tubuhnya itu, tiba-tiba ponselnya berdering.
Ia menerima panggilan dari Badan Intelijen Nasional. Hampir setiap hari ia selalu disibukkan menerima panggilan dari pemerintah.
"Hallo selamat malam, saya Jeremie Chikitoz, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
"...."
"Okey, besok pagi pukul delapan teng saya tiba di istana!" Profesor Chiko menyanggupi.
Ia sudah tahu bahwa pihak pemerintah pasti akan mencarinya.
Diam-diam ia pun tengah melakukan serangkaian penelitian mengenai penyakit yang kini tengah mewabah di seluruh penjuru dunia.
Panggilan pun lalu terputus.
Pria tampan itu kembali melanjutkan aktifitasnya, membalur seluruh bagian tubuh yang gatal dengan bedak khusus. Hanya itu yang bisa dilakukannya untuk sementara waktu sebelum menemukan obat mujarab yang bisa membantu menyembuhkan.
Ia lalu menuju tempat tidurnya dan segera berbaring. Pria yang biasanya hanya menghabiskan sebentar waktunya untuk tidur, mendadak tidur lebih awal. Efek dari obat yang dikonsumsinya mulai bereaksi. Ia mulai diserang rasa kantuk yang teramat sangat.
***
Pagi-pagi sekali Profesor Chiko sudah bangun dan bersiap sarapan. Ia meminta pelayan untuk mengirimkan jatah sarapannya lebih awal sebab hari ini ada agenda pergi ke istana kepresidenan. Oleh karenanya ia harus segera berangkat agar tak terjebak macet yang akan membuatnya lelah demi menjaga moodnya tetap baik karena hari ini ada banyak pejabat pemerintah yang akan ditemui olehnya.
Usai sarapan, pria yang kini mengenakan setelan jas hitam dan sepatu pantofelnya itu segera mencangklong ranselnya. Kemana pun pergi ia selalu membawa barang-barang penting miliknya. Tak lupa ia mengenakan kacamatanya untuk melengkapi kesempurnaan penampilannya membuatnya semakin tampan.
Dengan langkah panjang ia meninggalkan kamar hotel yang dihuninya dan segera menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Ia memacu mobilnya perlahan menuju tempat pertemuan.
Satu jam kemudian ia tiba di tempat tujuan. Kehadirannya langsung disambut oleh para staff kepresidenan.
Profesor Jeremie Chikitoz kini berada di ruang rapat dan duduk di antara para pejabat pemerintah serta perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia. Pria tampan berwajah latin itu memasang raut wajah seriusnya menyimak dengan baik apa yang disampaikan oleh Pak Presiden terkait penanganan wabah penyakit yang melanda negerinya.
"Penyakit ini merupakan masalah serius dan harus segera diatasi, kalau tidak populasi manusia di muka bumi ini akan musnah. Kita harus segera menyelamatkan bangsa ini."Pak Presiden memulai pidato pentingnya.
"WHO sudah memberikan izin dan mereka akan segera mengirimkan bantuannya. Hari ini Tim profesor dari WHO akan datang untuk membantu Profesor Chiko, sebagai asisten kami menunjuk Profesor Acep Sikasep yang akan mendampingi." lanjutnya.
Pak Presiden yang didampingi oleh menteri kesehatan memberikan perintahnya.
Beruntung di negeri Indoland ada sejumlah profesor yang sangat ahli di bidangnya sehingga mereka tak perlu mengandalkan pihak asing dalam memecahkan kasus ini.
Negeri Indoland terkenal akan kesuburan tanah dan kemakmurannya. Perekonomiannya sangat maju, namun dengan adanya pandemi ini perekonomian negara terancam mengalami kehancuran terutama di sektor pariwisata.
"Maka dari itu kami mengutus Profesor DR dr Jeremie Chikitoz untuk menangani masalah ini hingga tuntas, di bawah naungan kementrian kesehatan Republik Indoland Serikat." Pak Presiden memberikan keputusan.
Tepuk tangan pun terdengar riuh untuk menyambut kehadiran sosok jenius yang mereka banggakan. Siapa yang tak mengenal pria yang dulunya berprofesi sebagai dokter itu.
"Untuk menjalankan tugasnya selain dibantu Profesor Asep ia akan dibantu oleh tiga profesor lainnya dari beberapa negara." Pak Presiden menunjuk ke arah empat orang yang kini dihadirkan di sana.
"Mereka adalah Profesor Amanda Taro, Profesor dari Jepang, Profesor Asep Sikasep dari Bandung, Profesor Garry Ball dari Inggris, dan satu lagi Profesor Antonio Twisto dari Spanyol." Pak Presiden yang terhormat menampilkan sosok keempat ilmuwan terkenal itu.
Mereka pun tampil di depan dengan senyuman kharismatik. Semua yang hadir kembali memberikan tepuk tangan.
Pertemuan itu di akhiri dengan jamuan makan siang istimewa dan bincang santai.
***
Profesor Chiko dan timnya kini berada di hotel bintang lima. Mereka ditempatkan dengan fasilitas terbaik agar bisa beristirahat dengan nyaman.
Mereka berkenalan satu sama lain untuk mempersiapkan proyek yang akan mereka tangani. Ini akan menjadi proyek panjang dan serius. Mereka harus bekerja ekstra keras untuk menyelesaikannya. Proyek mereka harus selesai dalam waktu tiga bulan.
"Baiklah, untuk mengefektifkan waktu kita berangkat ke markas sekarang." Profesor Chiko tak ingin membuang waktu. Ia lebih menyukai berada di laboratorium pribadinya daripada di hotel agar privasi mereka terjaga dan bisa langsung bekerja, tentu saja sebelum memulai pekerjaan barunya mereka berlima harus melakukan diskusi.
"Baiklah saya setuju. Saya kurang nyaman menginap di hotel." Profesor Antonio pun setuju.
"Baiklah kita berangkat sekarang saja." Profesor Chiko memberikan usulan.
"Nah, saya mah setuju." Profesor Asep pun memberikan dukungannya. Biasanya Profesor Asep selalu membawa asisten jika ia sedang bertugas, sayangnya kali ini asistennya tengah cuti menikah.
Mereka semua lantas bersiap membereskan masing-masing kopernya. dan meminta izin kepada salah satu staff kementrian untuk pergi meninggalkan hotel dan segera menuju Laboratorium milik profesor Chiko.
***
Bersambung