6. Tahap Terakhir

1059 Words
Para profesor itu menikmati akhir pekan dengan makan malam di luar ruangan. Mereka mendirikan tenda di bagian belakang gedung. Kebetulan di sana ada taman dan kolam renang. Mereka melakukan acara barbeque dengan memanggang kalkun dan juga jangung sebagi perayaan kesuksesan uji vaksin tahap ke dua. Setelah melewati hari-hari panjang yang begitu melelahkan dengan setumpuk pekerjaan, akhirnya mereka bisa santai sejenak untuk melepas leleah dan melakukan persiapan berikutnya. Pekerjaan mereka belum tuntas namun mereka butuh refreshing dan malam ini adalah malam yang sangat tepat. Kebetulan salah satu dintara mereka ada yang berulang tahun yaitu Profesor Asep Sikasep. Pria betubuh pendek dengan kacamata tebal yang biasa tidur dengan Profesor Chiko itu mendapatkan hadiah istimewa dari rekan setimnya. Mereka melakukan pesta ini atas izin Profesor Chiko selaku tuan rumah. "Akhirnya kita bisa bersenang-senang dulu." Profesor Gerry Ball, profeseor tertua yang ada di tim nampak bahagia. Di usia senjanya ia tetap eksis melakukan berbagai penelitian penting untuk keselematan dunia. Meskipun dalam kondisi lelah ia terlihat segar bugar. Di antara kelima orang profesor, dialah yang paling rajin berolah raga. "Sebelum melanjutkan pekerjaan berikutnya, mari kita santai dulu." Profesor Asep terkekeh. Ia menikmati saat-saat seperti ini. Selama sebulan ini ia sangat sibuk dengan penelitian bersama keempat profesor lainnya. "Iya." profesor Chiko yang bukan hanya sibuk dengan proyek mereka karena harus menyelesaikan masalah pribadinya pun sangat menikmati momen malam ini. Mereka pun tertawa bersama, larut dalam kegembiraan, sejenak melupakan kesibukan dan ketegangan di labarotorium. Di depan pemanggangan, ada Profesor Amanda Taro tengah ditemani oleh salah satu mahasiswa yang tengah magang di sana. Mereka yang menjadi juru masak. Sesekali yang lain pun ikut menggantikan. Di sela kesibukan mereka masih menyempatkan untuk menghibur diri dan berkomunikasi dengan keluarga untuk memberikan kabar kegiatan mereka. Semuanya sudah rindu akan kampung halaman dan keluarganya. "Sebenarnya uji coba tahap ke tiga ini sangat menegangkan," seru Profesor Antonio Twisto. Masa-masa yang sangat krusial bagi seorang peneliti. "Ini merupakan fase final, penentuan apakah vaksin akan lanjut produksi atau tidak." Profesor Chiko membenarkan ucapan pria asal Spanyol itu. Dalam suasana santai pun percakapan tentang pekerjaan selalu mereka sisipkan. Proyek ini merupakan mega proyek yang melibatkan banyak orang dengan dana yang sangat besar. Jadi wajar jika isi kepala mereka berisi dengan tema Vaksin Kapido. "Kita berdoa saja semoga semuanya berjalan lancar dan sesuai haraoan." Profesor Asep selalu optimis. "Aamiin." "Besok pagi perwakilan dari kementrian kesehatan akan datang kemari untuk melakukan kunjungan khusus terkait oerkembangan penelitian kita." Profesor Chiko membagi kabar penting. Satu jam yang lalu ia baru menerima telpon dari pemerintah. Meskipun setiap laporan selalu dikirimkan namun mereka juga kngin langsung melihat praktek di lapangan. "Mengapa harus berkunjung di hari libur?" Profesor Asep sepertinya tak siap. Hari libur seharusnya digunakan untuk istirahat dan menghubungi keluarganya. "Entahlah, namun kunjungan ini sepertinya kunjungan santai. Mereka ingin menikmati kawasan sekitar sini." Profesir Chiko menanggapinya dengan santai. Ia tak masalah. sebagai tuan rumah yang baik setiap kunjungan khusus sangat bermanfaat terutama untuk memperkenalkan lab nya yang baru. Ia butuh kucuran dana yang sangat banyak untuk berbagai penelitian pribadinya sehingga sumbangan apapun sangat ia harapkan. "Sudah siap!" Profesor Amanda Taro menginterupsi percakapan, wanita yang pandai memasak itu terlihat menata hidangan di meja dibantu oleh asisten. Semu pria itu lalu mendekat untuk membantunya, namun percuma karena semua sudah beres dan mereka hanya tinggal duduk manis untuk menikmati hidangan yang ada. "Wow! Aromanya lezat sekali." profesor Antonio Twisto yang bertubuh tambun menahan liurnya. Pria yang hobi makan itu tak sabar merasakan kelzatan hidangan kalkun panggang. "Saya tidak sabar untuk mencicipinya," ujarnya lagi. "Hayu atuh kita makan." Profesor Asep Sikasep pun tak sabar. Sejak tadi perutnya sudah keroncongan. "Selamat ulang tahun ya Profesor Asep, semoga panjang umur dan sehat selalu." Profesor Amanda Taro memberikan ucapannya. Hidangan ini dipersembahkan untuk ayah dua anak itu. "Aamiim. Aamiin. Terima kasih banyak." Profesor Asep merasa bahagia karena dikelilingi oleh rekan satu tim yang baik dan perhatian. Rasa kekeluargaannya luar biasa. Mereka semua lalu menikmati hidangan tersebut dengan lahap seolah seharian belum makan. "Seperti yang dibayangkan tadi. Rasanya memang lezat." Profesor Antonio Twisto berkomentar. "Tentu saja, siapa dulu atuh Chef nya." Profesor Asep mengangkat kedua ibu jarinya, ditujukan kepada Profesor Amanda Taro yang tersipu malu mendengar pujian yang dilayangkan oleh rekannya. Usai makan malam mereka pun kembali ke ruangan pribadi masing-masing.untuk beristirahat dan mempersiapkan hari esok. *** Uji Klinis Tahap akhir pun akhirnya akan segera dilaksanakan di berbagai tempat dengan mengambil sample dari berbagai golongan. Petugas khusus dari Dinas Kesehatan sengaja didatangkan untuk diperbantukan. Sementara para profesor hanya memantau di lab, menunggu laporan dari mereka yang sedang bertugas. Mereka benar-benar sangat sibuk. Seperti prediksi sebelumnya, fase ke tiga ini cukup memakan waktu karena vaksin diberikan kepada banyak warga. Beruntung banyak tenaga sukarelawan yang turut terjun ke lapangan sehingga memudahkan berbagai urusan dan meringankan pekerjaan para profesor. *** Akhirnya usai sudah uji coba tahap ke tiga dan Profesor Chiko berharap semua berjalan lancar sesuai dengan harapan agar Vaksin Kapido ini bisa segera diproduksi massal dan didistribusikan ke seluruh wilayah Tanah Air dan penjuru dunia. Diperkirakan seminggu kemudian pengolahan data dan laporan baru selesai dilaksanakan. Mereka juga akan bertemu dengan para pejabat pemerintah di istana presiden untuk membahas proses produksi vaksin. Tok Tok Tok Terdengar suara ketukan pintu ruang kerja profesor Chiko. "Silahkan Masuk!"Pria berambut gondrong itu mempersilahkan tamunya. Nampak profesor wanita berkimono datang menghadapnya. "Ada berita penting." Profesor Amanda Taro mendatangi Profesor Chiko dengan tergopoh. Nafasnya terengah-engah dan terlihat begitu lelah dan tertekan. "Beberapa orang yang menerima suntikan vaksin berubah wujud!" Ia membagi berita penting yang belum lama didengarnya. "Maksudnya bagaimana?!" Profesor Chiko menatap wanita berkepang dua itu dengan alis berkerut. Entah berubah bagaimana. "Mereka berubah jadi manusia ular." Profesor Amanda Taro memperjelas. "Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa? Ini sangat tidal masuk diakal." Profesor Chiko tak percaya dengan berita ini. "Coba saja beritanya di televisi dan videonya juga ada di ponsel." Profesor asala Jepang itu berujar dengan nada sweius. "Astaghfirullah, apa yang sebenarnya terjadi." Profesor Chico menggelengkan kepalanya yang mendadak pening. "Ini seperti dalam film." Ia mengurut pelipisnya. Ia masih belum bisa percaya. "Kita harus segera bertindak." Wanita berkaca mata tebal itu terlihat panik. "Mammnusia ular itu sangat ganas." Profesor Amanda Taro memperlihatkan video yang baru saja diterima olehnya. Profesor Chiko dilanda kepanikan. Tak lama kemudian terdengar dering ponselnya. Kementrian kesehatan menelponnya. Ia semakin gugup. Entah harus bagaimana memberikan pertanggung jawabannya. Bukan hanya ponselnya yang berdering. Milik Profesor Amanda Taro juga berbunyi. *** Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD