Dalam perjalanan yang terasa panjang dan sunyi, Mira duduk diam di kursi penumpang, sesekali menoleh keluar jendela. Kota Silvercrest tampak sepi di bawah terik matahari yang menyengat. Suara mesin mobil menjadi satu-satunya pengiring dalam keheningan itu. Namun, di balik ketenangan yang tampak, benak Mira dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah berhenti mengusiknya.
Mira mengalihkan pandangannya dari jendela, menatap Light yang mengemudi dengan tenang di sampingnya. Sorot mata Light begitu tajam, pandangannya fokus ke jalan di depan, tetapi ada sesuatu dalam ekspresi itu yang membuat Mira ingin bertanya. Entah mengapa, dia merasa aneh, seakan ada kenangan yang berusaha menembus kabut pikirannya, tapi tidak bisa sepenuhnya dia pahami.
Akhirnya, Mira mengumpulkan keberanian untuk bertanya, suaranya lembut tapi penuh keraguan, “Light, kita ... apakah kita pernah dekat sebelumnya?”
Pertanyaan itu menggantung di udara, dan sejenak tidak ada jawaban dari Light. Suasana di dalam mobil terasa lebih berat, seperti ada sesuatu yang hendak pecah. Mira mengamati profil wajah Light dari samping, melihat garis-garis ketegangan di sekitar rahangnya. Jantungnya berdegup lebih cepat, mengira bahwa mungkin, hanya mungkin, Light akan membuka sesuatu yang penting.
Namun, ketika akhirnya Light berbicara, suaranya terdengar datar, seolah pertanyaan Mira tidak berarti apa-apa. “Kita tidak pernah dekat, Mira,” katanya dengan tegas. “Aku hanya mengenalmu sebagai istri Connor. Itu saja.”
Mira terdiam. Jawaban itu dingin dan tegas, seakan Light tidak ingin ada celah untuk diskusi lebih lanjut. Tapi anehnya, Mira tidak mempercayai ucapan Light tadi. Ada sesuatu yang tidak tepat. Cara Light menjawab terasa terlalu dipaksakan, seolah-olah Light menahan sesuatu yang lebih dalam. Namun, Mira memilih menyimpan kecurigaannya. Setidaknya untuk saat ini. Tidak ada gunanya memaksa jawaban dari pria yang tampak begitu tertutup, pikirnya.
Mobil terus melaju di jalan sepi. Keheningan yang semula terasa biasa kini berubah menjadi tegang. Mira mencoba menenangkan dirinya dengan memejam, berharap waktu berlalu lebih cepat. Tapi ketika dia membuka mata kembali dan sekilas menangkap wajah Light saat dia menoleh, ada sesuatu yang tak terduga terjadi.
Cahaya matahari memantul lembut di kulit Light yang berwarna tan, menyorot garis-garis tajam wajahnya dengan sangat jelas. Sorot matanya yang dingin dan tegas menyiratkan keteguhan hati, tetapi ada aura perlindungan tersembunyi di baliknya. Mira merasa tertarik oleh penampilan Light yang sederhana. Perasaan aneh itu menggelitik hatinya, perasaan yang tidak dia mengerti sepenuhnya.
Mira segera menepis pikiran itu, mencoba untuk tidak terlalu memikirkan apa yang baru saja dia rasakan. Tapi wajah Light—cara dia mengendalikan mobil dengan tenang, aura yang ia pancarkan—semakin memenuhi pikiran Mira, seolah menggoda Mira untuk memikirkannya lebih dalam. Tiba-tiba saja, perjalanan yang semula terasa begitu panjang dan menyesakkan berubah menjadi sesuatu yang membingungkan.
Kenapa aku harus memikirkan dia? Mira mengembus napas guna merasionalisasi apa yang terjadi dalam hati dan pikirannya. Namun, setiap kali pandangannya kembali tertuju pada Light, ada dorongan dalam dirinya yang semakin kuat, dorongan untuk mengerti siapa pria itu sebenarnya.
Light, seakan merasakan tatapan Mira. Pria itu menoleh sekilas, wajahnya masih terlihat dingin dan tak tergoyahkan. Tapi di sana, ada kilatan emosi yang tak bisa Mira tangkap dengan jelas. Detik itu terasa lebih panjang dari biasanya, dan Mira tidak bisa mengalihkan pandangannya, meskipun hatinya menolak mengakui perasaan itu.
Mobil terus melaju tanpa henti, membawa mereka semakin dekat ke tempat yang dianggap Light sebagai ‘rumah’. Tetapi bagi Mira, perjalanan ini lebih dari sekadar perjalanan fisik. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya, sebuah rahasia yang mengendap-endap, siap terungkap kapan saja.
Saat Light memarkir mobil di halaman rumah besar yang megah, Mira tahu bahwa ini bukan hanya soal pernikahannya dengan Connor. Ada lebih banyak cerita yang tersembunyi di antara mereka, cerita yang mungkin saja membawa Mira pada kebenaran tentang hidupnya yang selama ini terasa samar.
Namun, sebelum Mira bisa bertanya lebih jauh, Light membuka pintu mobil untuknya, dan kembali ke sikap dinginnya. “Kita sudah sampai, Nyonya Sullivan,” katanya lebih formal dengan nada yang seolah-oleh memutus percakapan batin mereka.
Mira hanya bisa pasrah ketika Light membimbingnya masuk ke rumah Connor. Langkah-langkah mereka terasa berat di bawah cahaya matahari yang menerpa dan menciptakan bayangan dedaunan yang bergerak pelan di pelataran berumput.
Hati Mira berdebar kencang, sebagian karena ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, dan sebagian lagi karena kehadiran Light yang begitu mend0min4si di sampingnya. Mira mencoba menenangkan dirinya, tetapi keraguan terus menggeliat dalam benaknya.
Pintu besar rumah terbuka perlahan dan di baliknya ada Connor yang tengah berdiri, menunggu mereka dengan sorot mata tajam. Ada sesuatu yang berbahaya di balik senyum tipis pria itu. Sesuatu yang menembus ke dalam jiwa Mira, membuatnya merinding. Namun, saat Connor melangkah mendekat, senyum tipis itu berubah menjadi sesuatu yang lebih hangat, meski tetap ada nada kepalsuan di dalamnya.
"Mira," suara Connor terdengar begitu lembut, hampir melodius, seolah-olah dia benar-benar senang melihat Mira kembali ke rumah. Dia memeluk MIra dengan penuh perhatian, lalu membelai rambut Mira. "Aku khawatir tadi, tapi aku senang kau sudah kembali dengan selamat."
Mira hanya menunduk, menghindari kontak mata dengan Connor. Ada sesuatu yang salah dalam seluruh situasi ini dan Mira bisa merasakannya. Namun, Mira terlalu lelah untuk mempertanyakan lebih jauh.
Light, yang tetap berdiri di samping Mira, mengambil alih suasana yang tegang. "Nyonya Sullivan hanya ingin menghirup udara segar, Mayor," katanya dengan tenang, suaranya terdengar datar tapi penuh keyakinan. "Aku menemukan Nyonya Sullivan di taman kota, sedang duduk sendiri. Istri Anda tampak bingung, tapi aku memastikan istri Anda aman dan membawanya pulang."
Connor mengurai pelukannya dari Mira, lalu memalingkan pandangannya tajamnya ke arah Light. Sekilas, kecurigaan terlihat di mata Connor, bayangan kegelapan yang hampir tak terdeteksi. Namun, dengan keahlian manipulatifnya yang sempurna, Connor segera menutupinya dengan senyum.
“Aku mengerti. Terima kasih sudah menjaganya, Letnan Harrington,” jawabnya, suaranya tetap tenang, meski ada ketegangan yang merayap di bawah permukaan.
Mira merasakan ada ketidaknyamanan dalam pertukaran ini, seakan keduanya sedang memainkan permainan yang dia tidak sepenuhnya pahami. Tapi rasa lelah dan kebingungan membuatnya tak ingin terlibat dalam pertarungan yang dia tidak mengerti.
Connor mendekatkan diri lagi ke Mira, merangkulnya dengan penuh kasih sayang, seakan sedang menunjukkan kepemilikannya terhadap Mira. "Kau pasti sangat lelah. Biarkan aku yang menjagamu malam ini. Kita bisa berbicara lebih banyak nanti."
Mira hanya bisa mengangguk pelan. Meski Connor tampak hangat dan penuh perhatian, Mira merasakan hawa dingin di balik senyum pria itu, sebuah tanda bahwa ada kebenaran yang masih tersembunyi di balik semua topeng yang dikenakan di rumah besar tersebut.