8. YA, AYO BERTEMU

1352 Words
Abian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati. "Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk. "Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya. "Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana. "Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih. "Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya. Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi teman Abian adalah suami dari wanita bernama Maya itu. Lalu tangannya terulur menjawil pipi embul batita yang ada di gendongan Maya. "Cakepnya!" ucapnya gemes. "Berapa tahun, Kak?" "Bentar lagi dua. Kalian memang udah menikah? Kok Abian nggak pernah undang," jawab Maya tapi masih penasaran dengan kalimat yang sempat dia dengar tadi. Melda tersipu. "Hampir tiga bulan lalu, Kak. Nggak ada pesta memang. Cuma ijab kabul dan hanya di hadiri keluarga inti saja," jawab Melda tenang. Sementara Abian, pria itu sedang berusaha terlihat biasa aja walau dia merasakan tajamnya tatapan temannya yang masih syok mendengar penjelasan Melda. Sesekali pria bernama Ferdinan itu menyikut lengan Abian bahkan menendang kakinya di bawah meja. Ferdinan langsung menuliskan pesan di grup mereka bahwa ada kabar terbaru soal Abian. Dia juga menyertakan foto mereka dan juga tempat mereka berada sekarang. Abian menghela dengan pelan setelah membaca pesan di group tersebut dan kini dia pasrah akan terbongkarnya statusnya. Sementara Melda, wanita itu sudah asyik bercerita dengan Maya. Memberitahukan kehamilannya yang baru berusia dua bulan. Dia juga menceritakan soal hubungannya selama ini dengan Abian, menciptakan cerita yang tidak pernah ada menjadi ada. "Kami pacaran udah lama, Kak. Cuma karena aku kerja di luar kota, kami jadi LDR. Beberapa bulan terakhir aku di mutasi ke kota ini lagi dan kami memutuskan untuk menikah saja." "LDR?" tanya Maya. Dia menatap Abian dan dari tatapannya dia sedang menghunuskan pedang tajam pada Abian karena dulu dia pernah bertemu dengan Abian yang sedang bersama seorang gadis mungil hendak menonton di bioskop. Bahkan beberapa bulan lalu, dia juga melihat Abian dan gadis mungil itu sedang makan lesehan di sebuah warung makan. "Hmm, dua tahun lah kurang lebih," jawab Melda dengan bangganya. ***** Tak perlu waktu lama, para lelaki berdatangan ke tempat dimana Abian berada, mereka membuat kehebohan yang menjadi sumber perhatian semua orang yang hadir karena ucapan selamat kepada Abian. Ada yang pura-pura marah karena tidak di undang di pernikahan dan menagih Abian harus membuat pesta lajang agar mereka bisa minum-minum sepuasnya. Abian tidak bisa mengelak lagi dan akhirnya mengikuti alur yang di ciptakan Melda sebelumnya. Hal yang tidak dia ketahui adalah bahwa salah satu penghuni counter itu yang ikut tersita oleh kehebohan mereka adalah seorang gadis mungil yang berusaha menahan air mata yang menggenang dan berdesakan hendak keluar. Dengan mengumpulkan tenaga, dia mengangkat tangan dan memanggil pelayan untuk mengantarkan tagihannya. "Mas, tolong billnya dan ini di bungkus saja yah. Maaf yah, ada yang mendesak soalnya,"ucapnya berusaha tegar. Tak menunggu lama, pesanannya sudah di bungkus dan sudah di antarkan ke meja. Lalu dia menguatkan kakinya yang bergetar dan menyampirkan tas di bahunya. Sreeeeeggg Suara kursi di dorong saat dia berdiri. Wanita itu menghembuskan nafas pelan lalu berjalan melewati sekumpulan orang yang masih bercengkrama itu. Dia sengaja menoleh sedikit lebih lama agar wajahnya di lihat oleh bintang utamanya, Abian. Mata Abian terbelalak kala bertatapan langsung dengan wanita mungil itu. Mulutnya menyebutkan "Gina" tanpa suara. Saat melihat Gina sudah di luar, Abian beralasan ke kamar mandi sebentar. Dia langsung berdiri dan berjalan santai keluar dari counter itu dan setelah dia tidak terlihat lagi oleh rekan-rekan terutama istrinya, dia melakukan panggilan pada kekasihnya Gina namun tidak di angkat. Abian: "Yang, ayokk bertemu. Aku akan menjelaskan semuanya pada kamu." Pesan centang dua tapi tidak berubah warna. Abian: "Benar, aku sudah menikah dan dia pilihan orang tuaku. Aku di paksa." Abian: "Tolong jangan salah paham. Aku tetap cinta sama kamu. Ayo bertemu aku akan jelaskan semua dan rencana apa yang aku punya," ***** Pertama kalinya Gina menangisi Abian. Jika dulu dia pernah menangis, itu tangis karena rindu atau bahagia karena di bahagiakan oleh Abian. Kali ini, dia menangis karena sudah begitu di hancurkan oleh Abian. "Cihh, tiga bulan lalu?" ujarnya pada diri sendiri. Sesekali tangannya mengusap mata yang mulai mengabur karena tergenang air matanya sendiri. Dia berkendara sangat lambat dan mengabaikan getaran ponselnya yang dia tahu pasti itu dari Abian. "Kurang ajar sekali, dia udah menikah tapi masih mencumbuku dan apesnya aku malah suka," gumamnya lagi. Miris yah! Saat kita udah begitu percaya pada orang, sampai-sampai memberikan segalanya, ternyata dia malah sedang memanfaatkan untuk kesenangan diri sendiri. Setiba di kost, Gina langsung mengurung diri. Tidak menangis sesenggukan tapi air mata tidak pernah berhenti. Tiba-tiba dia berlari ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan cepat. Dia melepas semua pakaiannya dan melemparkannya secara asal lalu menggosok seluruh badannya. "Aku menjijikkan, menjijikkan, menjijikkan," ucapnya beberapa kali saat dia mengingat apa saja yang sudah mereka lakukan akhir-akhir ini. Gina menggila, menggosok seluruh tubuhnya dengan sabun berkali-kali. Dia bahkan menggunakan sikat baju untuk membersihkan bekas-bekas yang di tinggalkan oleh Abian di tubuhnya. Sesekali dia memukul kepalanya sendiri karena sudah sadar sejauh apa dia berjalan dengan Abian. Telapak tangan dan kakinya sudah memutih dan keriput karena kedinginan lain dengan kulitnya yang memerah karena bekas sikat. Dengan menyeret tubuhnya, Gina keluar dari kamar mandi masih dengan titik air mata yang tidak mau berhenti dari matanya. Matanya bengkak dan memerah pun dengan hidungnya, Dia meraih baju dasternya dan asal memakainya lalu dia membaringkan tubuhnya di lantai di dekat kasur. Isakan pilu memenuhi kamar itu hingga beberapa menit lalu hening karena dia tertidur dengan tetesan air mata di pipinya pun dengan di rambutnya yang belum dia keringkan. "Abian, kamu benar-benar badjingan. Kamu memanfaatkan cintaku yang besar dan dalam untuk kesenanganmu. Setelah ini, bagaimana aku harus memandangmu? Memandang diriku sendiri saja aku jijik, apalagi memandangmu," ungkap Gina di dalam tidurnya. **** Tiga hari berlalu. Selama tiga hari itu, Gina mengurung diri di kamar. Tidak berangkat bekerja dengan alasan sedang tidak sehat. Dia juga mengabaikan semua panggilan di ponselnya bahkan panggilan dari teman kantornya. Sampai tiga hari, dia masih saja meneteskan air matanya hingga membuat matanya tetap bengkak dan wajahnya sembab. Perutnya perih karena tidak makan dengan teratur. Tenggorokannya sakit karena kering. Semua itu karena Abian. Di hari ketiga ini, Gina mulai bangkit. Dia mulai merawat dirinya. Dia mandi lalu memasak. Makan dalam diam walau ingatannya masih mengarah pada kejadian tiga hari lalu. "Kurang ajar, masih berani juga dia menghubungi aku sebanyak ini," ucapnya saat dia melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Abian juga pesan masuk yang mencapai ratusan. Gina membaca pesan itu satu per satu lalu mendengus karena sudah tidak percaya pada apapun yang tertulis di pesan itu. "Di jodohkan? Kalau benar di jodohkan, bukankah seharusnya kamu mengatakannya padaku sebelum pernikahan kalian?" Gina menggelengkan kepala beberapa kali ketika dia mencoba melawan apa yang ada di pikirannya dengan membandingkan apa yang dia sedang baca. Lalu dia teringat dengan kalimat wanita di mall itu dan di tanggapi oleh Abian juga bahwa mereka LDR dan memutuskan untuk menikah begitu wanita itu di mutasi ke kota ini lagi. "Mulutmu memang mungkin sudah teruji untuk mengatakan kebohongan," lanjut wanita itu. Tiba-tiba tangannya terhenti kala ia mengingat beberapa minggu lalu ketika Abian menjelaskan siapa perempuan yang dia bawa membeli makanan. Bukankah waktu itu dia mengatakan bahwa wanita itu sepupunya? Lalu, apakah wanita itu yang sering di panggil 'bebe' oleh Abian? Tangan Gina mengepal kala beberapa hari lalu Abian pamit pulang dengan alasan Melda takut sendirian di rumah. "Heheh," tawanya sinis pada diri sendiri. Gina menengadahkan wajahnya seraya menghela nafas dengan berat. Pada saat itu, ponsel di tangannya bergetar dan Gina membuka pesan masuk itu. Abian: "Yang, Ayo bertemu. Aku akan jelaskan semua." Gina: "Ya, aku juga butuh kejelasan. Ayo bertemu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD