"Haaaahhhh,"
"uhhh, ahhh, uhhh, ahhh,"
Terdengar hembusan nafas sensual dan desahan pelan yang semakin membakar gairah seorang pria.
Pria tetaplah pria. Jika di suguhi sesuatu yang bisa membangkitkan gairah, pasti akan segera lupa dengan kekesalan hati dan akan memenuhi keinginan untuk memuaskan diri.
Perang dingin antara dua mempelai tadi hanya berlangsung sebentar karena sekali lagi, Melda memenangkan peperangan malam ini setelah keduanya di suruh istirahat di kamar.
Tanpa segan, Melda langsung melepas kebaya sederhana yang dia gunakan saat akad. Dia lalu berjalan mendekat ke arah Abian hanya dengan bra tanpa tali dan juga celana short warna hitam. Dengan leluasa, dia menarik kerah baju Abian dan mulai melepas jas di ikuti dengan kancing kemeja satu persatu.
Tidak ada perlawanan, karena pemandangan di depan Abian sungguh membuatnya bungkam dan tidak bisa mengalihkan wajahnya ke arah lain. Bahkan terdengar suara tegukan air liur sendiri membuat Melda tersenyum penuh kemenangan lagi.
"Semuanya milikmu, nikmatilah!" ujar Melda tadi seraya mendorong Abian ke kasur setelah berhasil melucuti kemejanya.
Wanita itu tidak segan menjadi pihak yang memulai dan mulai menyerang wajah Abian dengan bibirnya. Mengusap tubuh bagian atas Abian yang sudah polos dengan begitu pelan mengalirkan sensasi geli dan nagih. Tak lupa, sesekali bibirnya mengecupi bagian bagian yang sudah dia usap.
"Aku sudah memimpikan hal ini sejak lama!" ucapnya lalu membungkam mulut Abian dengan bibirnya.
Tak ada rasa malu untuk mendesah dan meraba bagian tubuh atas Abian hingga ke bagian bawah secara perlahan.
"Bau tubuhmu masih sama seperti dua tahun lalu," ucapnya setelah melepas serangan di bibir Abian membuat pria itu menganga merasa kehilangan karena sudah sempat membalas ciuman panas itu tadi.
Pria itu mendesah dan memejamkan mata ketika tangan Melda berhasil menelusup ke bagian inti tubuhnya dari balik celananya dan bibir wanita itu mendarat tepat di dadanya.
Melda tersenyum dengan bangganya karena sudah menguasai permainan. Dengan ganasnya wanita itu terus memancing bahkan dengan mudahnya membuat Abian mengangkat pinggangnya ketika Melda akan meloloskan celananya.
"Hmm, milikku! Apakah dia pernah menjelajah?" tanyanya seraya mengelus benda pusaka yang sudah siap tempur itu.
"Akhhh, like that!" gumam Abian merasa keenakan ketika dia di beri service yang bagus. Tidak munafik, Melda memang masih yang terbaik sampai saat ini.
"Answer me!" paksa Melda dan menghentikan gerakan tangannya.
Abian mengangkat kepala dan membuka matanya menatap protes pada Melda. "Apa?" tanyanya tak ingin di gantung dan kehilangan kesenangan.
"Apakah dia pernah menjelajah selama terpisah dariku?"
Abian melemparkan kepalanya lalu mengangguk.
"Sometimes, but only for fun."
"Bukan dengan pacar kamu?"
"Sesekali!"
"b*****t! Nggak akan aku ampuni kamu!" geram Melda.
Wanita itu langsung beraksi dan melepas sendiri pakaian sisa di tubuhnya.
Melemparkannya entah kemana dan langsung menyerang Abian dengan bringas. Kepalanya panas ketika mendengar pengakuan Abian sementara dia, selama dua tahun berpisah dengan pria itu, tak sekalipun melakukan hubungan dengan pria lain karena sebelum sampai ke tahap panas-panasan, dia sudah berpisah karena tidak sesuai kemauannya.
"Malam ini, akan aku buat kamu melupakannya dan hanya menginginkan aku di sepanjang hidupmu!"
*****
Seorang wanita berbaring dengan tidak nyaman. Miring kiri miring kanan bahkan sesekali tengkurap tetapi tidak merasa tenang.
Apalagi sejak sore tadi, kekasihnya tidak bisa di hubungi padahal mereka sudah ada janji bertemu malam ini.
Gadis itu menghela dengan berat seraya meraba kasur singlenya dan menemukan ponselnya. Lalu melihat jam di layar dan membuka aplikasi hijau untuk kesekian kalinya. Memeriksa apakah pesan yang dia kirimkan sejak sore tadi sudah terkirim atau belum.
"Kamu kemana sih, Yang? Kok tumben-tumbenan nggak kirim pesan atau kasih kabar gitu. Aku khawatir tauuu!" ucapnya sendu dan sangat murung.
Gadis itu bernama Regina Angela yang sering di panggil Gina. Dia adalah kekasih Abian saat ini dan dia tidak tahu menahu bahwa kekasihnya itu sudah menikah malam ini bahkan saat ini sedang berbagi peluh dengan wanita lain yang sudah sah menjadi istrinya.
Beberapa hari yang lalu, Gina dan Abian sudah berjanji dengan teman-teman mereka untuk pergi bersama ke sebuah bukit dengan mengendarai motor. Mereka sudah merencanakan kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan disana. Bahkan Gina sudah membeli beberapa bungkus daging iris dan sosis untuk di panggang nanti ketika mereka sudah memasang tenda-tenda perkemahan di puncak bukit.
Namun, semua itu kini menjadi sia-sia sejak jam empat sore tadi dimana ponsel Abian tidak bisa di hubungi.
Gina jugalah yang meminta maaf pada teman-teman mereka dan mengatakan tidak bisa ikut karena ada urusan mendadak.
Dia menatap ransel besarnya yang berisi pakaian ganti miliknya dan milik Abian juga keperluan lain. Ada bungkusan plastik yang berisi cemilan dan minuman kaleng juga sementara daging iris dan sosis sudah dia masukkan ke dalam kulkas kecil yang tersedia di kamar kosnya.
"Padahal kita sudah merencanakan banyak hal malam ini tapi kamu tiba-tiba menghilang tanpa kabar begini? Haruskah aku ke rumahmu?" bisiknya seolah berbicara pada kekasihnya. Dia membuka folder di ponselnya dan melihat foto-foto mereka berdua.
Setahun lebih menjalin kasih dengan Abian, mereka lewati dengan penuh kemesraan. Abian pria romantis yang tidak over tapi sangat mengerti perempuan.
Karena kebaikan Abian selama ini dan keseriusannya, Gina bahkan rela memberikan apa saja pada kekasihnya itu termasuk melanggar prinsip no s*x before married.
Gina mengusap layar ponselnya yang menampilkan foto keduanya yang terbaring di atas ranjang sebuah penginapan dengan hanya tertutup selimut sebatas leher. Mereka tersenyum kala itu karena sudah melewati malam panas untuk pertama kalinya.
"Padahal aku sudah siap untuk hal ini," ucapnya sedikit kecewa. Dia membayangkan bagaimana Abian berkeringat di atas tubuhnya sambil meracau kata cinta.
Gina terus menggulir layar ponsel hingga muncul satu video kenangan mereka. Video yang seharusnya tidak di simpan karena berbahaya jika sampai orang lain melihatnya.
"Abian!" desah Gina seraya meraba tubuhnya sendiri. Memejamkan mata sambil membayangkan Abian di sampingnya dan membasahi wajahnya dengan ciuman bertubi-tubi.
"Aku kangen!" ujarnya lagi dan mulai intens meraba bagian-bagian sensitifnya. Memancing diri sendiri dengan bayangan Abian.
Gina mendesah sendirian di atas kasurnya dan menggoyangkan tubuhnya sendiri seolah sedang bermesraan dengan seseorang. Tak butuh waktu lama, dia sudah dalam keadaan polos dan menjepit diri sendiri sambil tangannya bergerilya di tubuh sendiri.
Mulutnya dengan lancar memanggil-manggil nama Abian hingga dia berteriak tertahan saat urat-urat kakinya hampir pecah karena menegang.
Tak lama, terdengar nafas teratur wanita itu. Dia tertidur hanya dengan balutan selimut tipis dan melupakan soal Abian yang tidak bisa di hubungi.
*****
Raut bahagia yang memancarkan sinar mentari pagi jelas-jelas terpampang nyata di wajah Melda pagi ini. Dia memberikan banyak senyum pada ibu mertuanya yang masih ada di rumah Abian.
"Bahagia sekali nampaknya!" ledek bu Roma sambil menyenggol lengan Melda pelan dengan bahunya.
"Jelas dong, Mama. Siapa Sih yang tidak bahagia di hari pertama sebagai istri. Mama juga pasti begitu waktu jadi pengantin baru dulu," jawab Melda santai.
Dua wanita yang sekarang sudah menjadi Mertua-Menantu itu bersama-sama menyiapkan sarapan untuk mereka sekeluarga.
"Jangan tunda-tunda, Mama udah nggak sabar gendong cucu," ujar bu Roma.
"Sip, Ma. Pastilah langsung di proses. Makanya Mama harus tetap sehat dan kuat, biar nanti nggak encok pas gendong cucu," canda Melda menanggapi.
Terdengar tawa keduanya dan bila ada yang melihat pasti iri karena kekompakan menantu dan mertua itu. Hal yang di inginkan banyak wanita muda tapi hanya sedikit yang bisa mendapatkannya.
Keduanya sibuk memasak sambil bercengkrama dan membicarakan banyak hal yang mereka harapkan di masa depan. Sementara itu, Abian di dalam kamar baru saja membuka matanya setelah merasa puas tertidur. Dia menatap dirinya sendiri yang polos di bawah selimut dan sedetik kemudian dia memejamkan mata sambil memaki diri sendiri yang melemah saat di suguhi rayuan oleh Melda.
Dia memejamkan mata dan sedikit menyesal karena sebelumnya, ketika dia tidak bisa menolak permintaan ibunya, dia sudah bertekad hanya akan menikahi Melda di atas kertas. Dia akan tetap menjaga jarak sampai wanita itu benar-benar menyerah dan memutuskan untuk pergi karena tidak tahan hidup dengan Abian yang mengabaikannya. Tapi, rencana yang sudah dia buat dengan penuh tekat ternyata belum sepenuhnya teguh karena dia kalah dan malah minta tambah saat Melda melakukan tugasnya sebagai istri di malam pertama mereka sah sebagai pasangan.
"Melda kurang ajaaaarrr!" geramnya seraya meninju bantal di sampingnya.
Dasar lelaki, dia yang tidak kuat perempuan yang di salahkan. Agak laen!
Abian menelungkupkan tubuhnya beberapa detik hingga tiba-tiba dia tersadar akan sesuatu.
"Gina!"