"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.
Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.
Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.
Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.
Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya.
"Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"
Abian mengangguk.
"Apa mereka juga partner bisnis kamu?"
"Sebagian. Ada juga teman waktu kuliah dan bekerja di tempat lain."
Melda mengangguk, "Selain teman kamu yang tempo hari, siapa lagi yang sudah mengetahui kita sudah menikah?"
"Hanya mereka," jawab Abian.
Dalam hati dia sudah mulai kesal dengan banyaknya pertanyaan. Dia menduga pasti ada inti dari semua ini tapi malah di tanya hal-hal remeh terlebih dahulu.
"Kantor?"
Abian menggeleng. Dia yakin teman teman yang lain sudah mendengar kabar ini tapi tidak dengan atasan mereka. Karena berita ini hanya ada di grup divisinya.
"Aku akan melapor ke kantor besok atau paling lambat jumat minggu ini."
"Ke teman bisnis kapan?"
"Kita cari waktu yang tepat."
"Pas aku melahirkan?"
Melda mendengus karena sudah hapal dengan reaksi Abian. Wanita itu jelas jelas tahu bahwa Abian ingin sekali menyembunyikannya. dan alasan Abian pun dia tahu.
Dengan kesabaran yang sudah setipis tisu, Melda berjalan ke arah punggung Abian dan lalu memijat pundak pria itu setelah dia duduk di handle kursi yang di duduki Abian.
"Jika karena gadis itu, kamu tidak mau memperkenalkan aku pada teman teman kamu yang lain, rekan bisnis kamu bahkan orang-orang di sekitar kamu. Jangan menyesal dan jangan marah jika aku bertindak sendiri. Kamu tahu watakku dengan jelas, kan? Dan aku tidak pernah tanggung tanggung dalam bertindak!"
Deg!
Jantung Abian serasa berhenti berdetak mendengar kalimat yang di ucapkan dengan sangat datar itu. Dia hendak menolehkan kepala ke belakang agar bisa melihat wajah Melda tapi kepalanya langsung di tahan oleh Melda.
"Jika aku serius, tidak lewat dari dua hari, aku bisa mengetahui dimana dia bekerja dan sebagai apa dan juga dimana dia tinggal. Aku juga bahkan bisa tahu, siapa orang orang terdekatnya dan apa yang menjadi kelemahannya. Dan jika menurutku dia sangat mengganggu, aku bisa dengan segera menambahkan satu kata di depan namanya," ucap Melda dengan serius. Dia sudah muak beberapa minggu ini di bohongi oleh Abian. Dia sudah berpura pura untuk menjadi istri bodoh dan membiarkan suaminya bersenang senang sedikit di luar sana karena dia sadar dia sudah memaksa masuk ke dalam hidup pria itu. Tapi, tampaknya waktu yang dia berikan di jadikan kesempatan oleh pria itu tanpa memikirkan perasaan Melda. apalagi saat ini dirinya sedang hamil.
"Tentunya kamu tidak lupa, bahwa salah satu dari kerabatku sudah berteman akrab dengan kriminal. Tidak sulit bagi kami menambahkan kata 'al mar hum' di depan nama kekasihmu itu," ucap Melda dengan santai lalu tanpa peduli pada reaksi Abian, wanita itu berdiri dan berjalan dengan santai menuju dapur.
Abian langsung berdiri dan mengejar Melda.
"Maksud kamu apa?"
Melda tertawa hambar begitu melihat wajah panik suaminya.
"Kamu pikir aku bodoh? Bisnis kamu tidak jalan? Pret!
Bukan itu yang bikin kamu uring-uringan dan selalu membawa wajah kecewamu ke rumah ini beberapa hari terakhir. Tapi perempuan bernama Regina itu."
Nafas Abian hampir putus saat itu juga. Sejauh mana Melda mengetahui hubungannya dengan Gina?
"Jangan temui dia lagi dan segera buang perasaan kamu karena kamu sudah menikah dan akan segera menjadi ayah. Jangan sampai karena ulahmu, aku nekat membuat namanya menjadi almarhum Regina Angela!"
Abian mengatupkan giginya hingga terdengar bunyi gemelatuk. Dia mengepalkan tangannya dengan sangat kuat hingga memunculkan urat-urat di punggung tangannya. Wajahnya memerah dan lehernya menegang menonjolkan urat yang hampir meledak.
"Apa?" tanya Melda dengan santai. Dia melipat tangan di d**a dan menatap remeh pada Abian.
"Mau bilang aku kejam?" tanyanya.
"Hahahah, itu sudah dari dulu, kan? Masa kamu lupa!" lanjut Melda seraya tertawa hambar seperti seorang psikopat gila level lima puluh.
"Jangan mendekatinya atau aku akan---"
"Akan apa?" tantang Melda kembali menghadap pada Abian.
"Akan membunuhku? Menceraikan aku? atau ada hal lain yang bisa kamu lakukan padaku?" ucap Melda memotong Abian.
Wajah menantang Melda membuat Abian kicep tak berkutik. Pria itu hanya bisa berkacak pinggang dan mengalihkan wajahnya ke arah lain seraya menghela nafas kasar beberapa kali.
Tanpa kata Abian meninggalkan Melda di dapur. Detik berikutnya, terdengar suara pecahan kaca di dapur dan Abian yakin Melda pasti melemparkan gelas atau piring kaca ke lantai sebagai pelampiasan.
"Regina b*****t! Awas kalau kau masih berani mendekati suamiku. Kau dan seluruh keluargamu akan menerima imbasnya. Lihat saja!" teriak Melda di dapur membuat Abian sedikit takut.
Dengan segera dia menghapus nomor Gina di ponselnya dan semua foto dan video mereka yang ada di ponsel itu. Abian benar-benar membersihkan Regina dari ponselnya untuk menyelamatkan gadis itu dari kebrutalan Melda yang belum di perlihatkan.
Ada keinginan dalam hati untuk memberitahu Gina agar berhati-hati tapi Abian mengurungkannya karena dia sadar, gerak-geriknya pasti sudah lama di curigai oleh Melda. Buktinya, nama Gina saja sudah dia ketahui, berarti Melda sudah mengirim mata-mata selama ini.
Ketika Abian sibuk menenangkan diri di dalam kamar, Melda pun demikian di dapur.
Sebenarnya, dia tidak tahu menahu soal Regina Angela. Hanya saja, beberapa saat yang lalu dia beberes rumah, dia menemukan sapu tangan yang baru pertama kali dia lihat di saku celana Abian. Di sudut sapu tangan itu, ada sulaman nama Regina Angela dan Abian Ardiansyah.
Darahnya mendidih seketika hingga ke ubun-ubun dan tiba-tiba dia teringat saat suatu malam, ketika Abian terlambat pulang ke rumah, Melda mencium wangi feminim menempel di tubuh Abian.
Semua kalimatnya yang tadi dia ucapkan sebenarnya asal keluar dari mulut tapi sepertinya benar karena membuat Abian ketakutan.
"Regina Angela, aku harap kamu tidak sulit di temukan. Aku harus memberi peringatan padamu agar kamu sadar bahwa pria yang kamu kencani sudah menikah dan akan segera menjadi ayah," gumam Melda dengan gigi terkatup dan ekspresi penuh amarah.