Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.
Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?
"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."
Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain.
"Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."
Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.
Dahinya berkerut saat dia menyusun kalimat apa yang harus dia ucapkan.
"Dia mantan pacarku semasa aku kuliah. Kami putus tiga tahun lalu dan tidak pernah bertemu lagi," jawab Abian seolah olah mengerti arti kerutan di dahi Gina.
"Dulu, dia sangat dekat dengan ibuku. Setiap kali ibu datang menjenguk kami ke kota ini, dia akan menemui ibu juga. Mereka dekat," lanjut Abian.
"Tiga bulan lalu, ibu dan bapak datang. Mereka memaksa aku menikah dengan Melda karena katanya Melda dan mamanya datang ke rumah minta pertanggungjawaban bahwa aku sudah menidurinya. Karena marah dan tidak mau menanggung malu, ibu langsung mengatur pernikahan kami, hanya di hadiri keluarga inti."
Gina memandang Abian dengan kerutan di dahi, "kenapa ceritanya beda di sini dan di mall beberapa hari yang lalu?" batin Gina.
Gina kemudian menggeleng untuk mewaraskan diri. Tidak ingin mengulik semakin dalam hubungan Abian dan wanita bernama Melda itu karena sudah pasti akan menyakiti dirinya sendiri.
"Pulanglah. Bagaimanapun caranya kamu bersatu dengannya, itu sudah takdir. Kalian mungkin jodoh yang sebenarnya. Banyak cara Tuhan untuk menyatukan mereka yang sudah di takdirkan."
Abian menggeleng lalu menarik Gina ke dalam pelukannya lagi.
"Aku tidak mau berpisah dengan kamu. Please! Berjanjilah akan menungguku untuk menyelesaikan ini."
Selesaikan apa bambang?
Istrimu sedang hamil! Buka otakmu wee!
Gina membalas pelukan Abian dengan tekat bahwa inilah yang terakhir dia akan memeluk pria itu. Pelukan perpisahan sebelum menata hidup kembali.
Dalam hati, Gina sudah berencana akan pindah dari kosan ini walau masih punya waktu sekitar enam bulan ke depan. Tidak apa rugi material asal dia bisa menghilang dari Abian dan tidak menjadikan dirinya orang ketiga.
Abian salah pengertian dengan pelukan balasan itu. Dia kira, dirinya di terima kembali oleh Gina. Dia tersenyum di balik punggung Gina seraya menjatuhkan kepalanya di pundak kekasihnya itu.
"Terima kasih, Sayang. Aku tahu, kamu pasti punya pengertian yang luar biasa padaku."
Gina mengerutkan kening dan menarik diri dari pelukan itu.
"Abian, maksudku buk--"
Mulutnya langsung tertutup oleh bibir Abian.Pria itu menyerang Gina yang hendak mengucapkan penyangkalan lagi.
"Lepas!" ujar Gina seraya memukul lengan Abian.
Dia mundur karena tak kuasa menahan tubuh Abian yang semakin mendorongnya dan berakhir terjatuh di atas kasur dengan tubuh Abian di atasnya.
"Sayang, aku tahu kamu masih sangat mencintaiku.Pun denganku. Jadi, mari kita jalani seperti biasa."
Ciuman paksaan dari Abian lama kelamaan menjadi nikmat juga dan membuat Gina terlena. Dia mendesah ketika bagian tubuhnya di jamah oleh Abian dan dia mendambakan sentuhan ini..Ingin rasanya bagian lain di sentuh juga.
Setan pun tertawa melihat Gina ketika dia dengan sukarela mengangkat bokongnya.
"Akhhhhh!" desah Abian begitu dia melesak ke dalam Gina.
Gina juga memejamkan mata seraya menggigit bibir bawahnya begitu kenikmatan itu mulai terasa.
Keduanya bergumul dengan pakaian atas yang masih melekat di tubuh masing-masing.
Bersama saling menyebutkan nama ketika pelepasan itu terjadi.
Gina langsung menarik diri dan berlari ke dalam kamar mandi begitu dia tersadar apa yang barusan dia lakukan.
Dia menjambak rambutnya dan juga memukul kepalanya bahkan dia memukul inti tubuhnya yang begitu mudah menerima Abian.
Jika sudah begini, bukankah dirinya sangat rendah di hadapan Abian?
Gina menghela dengan kasar lalu meraih celana rumahan yang tergantung di balik pintu.
"Pulanglah! Anggap itu hadiah perpisahan kita. Jangan datang lagi jika kamu benar-benar mencintaiku. Aku akan menganggap kamu hanya menjadikanku pelampiasan jika besok dan seterusnya kamu masih menemuiku lagi."
"Yang!"
"Pergi!"
*****
Gina menghela lega begitu dia selesai menata barang-barangnya.
Hari ini, hari libur dan dia sedang pindahan. Tidak banyak barang yang di bawa karena dia mencari kosan yang menyediakan keperluan penghuninya seperti lemari, ac dan tempat tidur juga dapur memasak jika suatu hari di perlukan.
Dia tidak memberitahukan hal ini pada Abian. Mulai dari beberapa hari lalu, tepatnya ketika Abian berkunjung ke kos lamanya, dia tidak pernah mengirim pesan untuk membalas pesan dari pria itu.
Bahkan, dia sengaja mencari kosan baru yang benar-benar khusus perempuan dan tidak bisa bertamu laki-laki ke dalam kamarnya.
"Masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri walau tidak bisa memperbaiki tubuh pada keadaan semula," ucapnya acap kali dia mengingat Abian.
Dan inilah cara paling ampuh untuk bisa menghindar dari pria itu, tinggal di tempat yang tidak bisa di jangkau lagi.
Sejak kepindahannya ini, Gina menjadi sedikit religius. Dia benar-benar menyesali kesesatannya selama ini dan memohon ampun dan petunjuk bagaimana untuk bisa menjadi lebih baik ke depannya.
Sesekali dia menangis ketika merenungi betapa jauhnya dia berlari selama ini. Betapa jauhnya dia masuk ke dalam godaan duniawi dan kesenangan di dalamnya.
"Tolong bimbinganmu ya Allah. Ternyata aku sudah sangat jauh terperosok!" ucapnya ketika dia sujud.
**
Abian kembali uring-uringan ketika dia mengetahui bahwa Gina sudah pindah kos. Barusan dia dari sana dan dia merasa sangat malu karena di tatap dengan wajah berkerut oleh salah satu teman Gina di kost lama.
Abian bisa mengartikan bahwasanya itu adalah sebuah ejekan karena ketidaktahuan Abian mengenai Gina. Dan dia bisa menyimpulkan bahwa teman teman kos Gina yang lama sudah bisa mengartikan ketidaktahuan Bian ini.
"Siaaaalan!" ucapnya ketika dia berkendara.
Dia mulai marah karena Gina benar-benar mengusirnya dari kehidupan wanita itu. Bukan ini yang dia mau. Dia hanya ingin Gina mengerti dan memberinya waktu sedikit saja untuk bisa berpikir jernih dan mencari alasan untuk bercerai dengan Melda. Jika tidak ada solusi lain, satu-satunya yang dia inginkan dari Gina adalah menjadi istri kedua dan tadinya dia yakin Gina pasti akan bersedia karena cinta yang di miliki oleh wanita itu sangat besar padanya terlebih Abian lah yang menikmati kegadisan kekasihnya itu.
"Aku masih bisa mendapatkan kamu. Tidak mungkin kamu pindah kerjaan juga, kan?" ucapnya seraya tersenyum licik.
Gina sangat mencintai pekerjaannya dan Abian bisa bertaruh bahwa Gina tidak akan meninggalkan pekerjaan itu dengan suka rela.
Dengan mengunjungi Gina disana, Gina tidak akan berkutik karena tidak mau mempermalukan diri sendiri pada rekan rekan kerjanya. Dia juga pasti akan mengakui Abian sebagai kekasihnya.
Memikirkan kemungkinan ini, Abian tersenyum smirk di balik helmnya.
***
Benar saja, sore ini Abian menguntit Gina yang baru pulang kantor. Abian tersenyum getir ketika melihat sebuah plangkat kecil di depan kosan itu bahwa itu khusus perempuan dan tidak di izinkan bertamu laki-laki. Abian juga melihat sebuah rumah besar langsung satu gerbang dengan kos kosan itu dan dia bisa menebak, bahwa itu rumah induk semang Gina.
"Kamu sangat pintar," ucap Abian getir dan jelas dia menampakkan raut kekecewaan.
Dia benar-benar tidak ingin berpisah dari kekasihnya itu dan sedang mencari gara-gara dengan wanita hamil di rumahnya agar mereka bisa berpisah.
Tapi, ternyata usahanya itu tidak di percayai oleh Gina dan kini Gina lah yang menjauh darinya.
Selama beberapa hari, Abian selalu mencari kesempatan untuk bisa bertemu Gina. Namun, seolah-olah alam ikut membantu Gina, setiap kali tangan Abian hendak menjangkau Gina, selalu saja ada yang menghalangi dan meloloskan wanita itu masuk gerbang kos barunya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Abian.
Selain jarak yang lebih dekat dari kantor, jalanannya juga lebih padat. Jadi tidak ada kesempatan bagi Abian untuk menarik Gina ke dalam pelukannya.
"Sial!" umpatnya ketika melihat Gina melewati gerbang tinggi yang di jaga oleh seorang pria paruh baya.
Abian meneruskan perjalanan ke rumah sebelum dia di curigai karena sudah beberapa hari rutin menguntit Gina dan terlambat pulang ke rumah
Sementara itu, begitu Gina masuk ke dalam kamarnya di lantai dua. Dia langsung menghela nafas lega seraya bersandar di balik pintu.
"Thanks ya Allah!" ucapnya pelan.
Dia menjatuhkan bokongnya dan duduk di belakang pintu itu sambil bersandar.
Bukan dia tidak tahu dia dikuntit. Sudah tiga hari ini dia melihat Abian mengikutinya ketika di pulang kantor. Untung saja, sampai setengah jalan, dia bersama temannya yang nebeng naik motornya karena satu arah. Lalu setelah itu, ramainya jalanan membuatnya bisa menghindari Abian dan mencegah Abian berteriak memanggil namanya.
"Besok aku harus bagaimana?" ucapnya pada diri sendiri.
Dia akan semakin waspada, bisa bisa Abian gila dan menariknya di jalanan dan yang paling dia khawatirkan, bagaimana jika Abian nekat mendatanginya ke kantor?
****
Abian masih misuh misuh ketika dia tiba di rumah. Senyuman manis istrinya yang sudh tiba lebih dahulu darinya tidak bisa membuang kekecewaan yang tercetak nyata di wajahnya.
"Apa lagi sekarang? Bisnis tidak jalan lagi?" tanya sang istri seraya membantu melepas tas Abian dari punggungnya.
Wanita itu langsung berjalan ke arah dapur seraya menenteng tas itu. Di letakkan di kursi ruang tamu yang di lewatinya dan melanjutkan langkah ke dapur.
"Untuk bisnis yang baru buka, ya wajar masih seret. Itulah pentingnya kalian harus promo dan marketingnya harus di perbaiki. Biasa itu."
Beberapa hari ini, Abian mengeluhkan bisnis yang tidak berjalan baik ketika dia di tanya mengenai rautnya yang tidak bagus.
Dan semua itu hanya alibi saja. Tidak mungkin Abian jujur soal Gina, kan?